Resmilah sudah kini Prabowo Subianto menyandang status Calon Presidennya Partai Gerindra, setelah 11 April 2018 kemarin diusung oleh partai yang dilahirkannya sendiri.
Lantas, siapa yang nanti akan kecipratan menjadi Cawapresnya?
Dilihat dari partai politik yang menghadiri Rakornas Gerindra, di antaranya Presiden PKS Sohibul Iman dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Untuk sementara, coba kita anggap PAN dan PKS berkoalisi bersama Gerindra.
Dalam menghadapi Pilpres 2019 ini, Prabowo tidak begitu mudah memiih cawapresnya. Alasanya, jika harus memilih cawapres dari PKS dan PAN, maka salah satunya akan merasa tidak diperhatikan.
Misalkan Prabowo memilih kader PKS sebagai Cawapresnya, maka bisa dipastikan PAN akan menolaknya. Alasannya, jumlah kursi PAN (49 kursi atau 7,59) di parlemen lebih banyak dari PKS (40 kursi atau 7,1%), di mana jumlah kursi ini sebagai syarat sebuah partai bisa mengajukan calonnya di Pilpres 2019.
Di samping itu, PKS juga akan keberatan bila Zulkifli Hasan sebagai cawapresnya Prabowo, mengingat PKS merupakan partai yang paling setia dengan Gerindra, lain halnya dengan PAN.
Selain itu, PKS juga akan beralasan bahwa PAN di Pilpres 2014 sudah menempatkan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya Prabowo Subianto.
Jadi, kalau bukan sekarang, kapan lagi giliran PKS menempatkan kader terbaiknya sebagai cawapres Prabowo Subianto? Apalagi, saat inilah PKS akan sungguh-sungguh mengobarkan perangnya bahwa tahun 2019 adalah saatnya mengganti Joko Widodo.
Namun, itulah politik. Semuanya masih bermuara pada bagi-bagi kekuasaan. Dan, Prabowo pun mestinya tak perlu lagi 'baper' jika ada partai dalam gerbong koalisinya harus mundur teratur dan berpindah ke gerbong lainnya yang lebih ekslusif.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews