Sepanjang perjalanan hidupnya, setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya perbedaan pendapat dan berujung pada perdebatan, termasuk orang yang paling cuek ketika kawan-kawannya sibuk memperdebatkan tanggal reunian yang cocok namun dia hanya bilang "Gw mah ngikut aja mau tanggal berapa juga".
Dalam berdebat pastilah mengangkat tema yang bermacam-macam, entah itu memperdebatkan masalah tanggal, makanan, bentuk - ukuran dan lainnya sesuai selera para debaters. Atau tema debat berkelas yang akhir-akhir ini semakin banyak dilakukan adalah membahas tentang politik, agama, dan pemberantasan narkoba.
Seperti yang banyak diketahui bahwa berbicara masalah politik berarti dipercaya memiliki tingkat kepintaran yang tinggi atau bisa dibilang kritis, ya walau tak sepenuhnya benar sih heheee.
Pandai debat orang hebat?
Ya, benar. Orang yang pandai berdebat adalah orang yang hebat. Gak percaya? kalau kamu gak percaya coba diingat kembali dalam pembagian kelompok pembuatan jurnal atau makalah yang akan dipresentasikan dalam bentuk power point, kamu pasti akan merasa senang bila satu kelompok dengan yang pandai berdebat dan merasa cemberut ketika mendapat anggota yang pasif dalam presentasi. "Asik, gw sekelompok sama si A ye tralala trililiiii" kurang lebih begitulah gamabaran ketika melihat salah satu anggota kelompok ada yang padai berdebat.
Dalam dunia perkuliahan, forum debat bukanlah sesuatu yang asing lagi baik itu yang terbuka maupun tertutup. Mahasiswa dituntut untuk berpikir secara kritis dalam memandang segala sesuatunya entah itu untuk sejarah, hari ini atau hari kedepannya. Mereka ditempa untuk berani bersuara mengeluarkan uneg-uneg serta argumen tanpa harus dihipnotis terlebih dahulu seperti salahsatu program acara di TV yang pernah memboming dimassanya.
Maka, jadilah di usia yang sedang baru-barunya menginjak dewasa akan banyak kita temui forum debat yang diadakan mahasiswa baik yang secara formal diruang auditorium kampus ataupun debat kecil-kecilan diwarung kopi hitam.
Aku punya cerita tentang pengalaman yang tak perlu diperjelas aktor, latar dan waktu kejadiannya, karena aku tau beberapa temanku ada yang membaca tulisan ini baik secara diam-diam atau tidak. Demi menghindari rasa tak enak hati jadi cerita ini sedikit samar-samar. Berawal saat aku dan 2 orang temanku sedang mengobrol, tiba-tiba salahseorang temanku bertanya seperti ini :
"Apakah Tuhan menciptakan kejahatan ?"
Wah jelas pertanyaan tersebut pernah aku baca di internet namun berhubung kawanku yang satu tak tahu dan untuk mengetahui sejauh mana obrolan kritis ini berlanjut maka aku cukup diam dan pura-pura tak tahu. Kemudian perdebatan ini dimulai dari temanku yang tak tahu bahwa pertanyaan ini sudah laris di internet dan banyak dicomot sebagai alih-alih berpikir kritis, ia mencoba memberikan jawaban ini itu ngalor-ngidul dengan maksud menjawab pertanyaan dari temanku yang bertanya.
Perdebatan semakin sengit ketika temanku yang bertanya ini tidak puas dengan jawaban yang diberikan dan menuntut ia untuk menjawab pertanyaannya sendiri dengan jawaban yang sudah dipaparkan di mbah google. Ya, dimulai dari menjelaskan bahwa dingin itu tidak ada, dan berdasarkan hukum fisika bahwa dingin adalah ketidak adaan panas, kemudian ia juga menjelaskan bahwa sebenarnya gelap itu tak ada, dan gelap sebenarnya adalah ketidak adaan cahaya, saat dititik inilah seolah-olah pemikiran kritis muncul, kemudian diakhiri dengan jawaban :
"Kejahatan itu tidak ada, kejahatan adalah ketiadaan Tuhan". Yang merujuk pada kejahatan adalah hasil dari ketiadaan Tuhan di hati manusia.
Dari debat kecil-kecilan ini memang terkesan hanya sebagai aksi unjuk gigi temanku saja karena semua sudah tersetting dalam naskah cerita di mbah google, namun makna yang dipetik memang mengesankan.
Sebagian orang memang kerap kali menyatakan dirinya senang terlibat dalam perdebatan, semangat mereka akan muncul untuk melakukan pertandingan silat lidah ini, entah itu untuk mencari solusi atau sekedar menunjukan bahwa "Nih gw nih" wew.
Namun ada beberapa fakta yang memang patut disayangkan dari beberapa debaters yang kelakuannya kerap kali bikin geleng-geleng kepala. Misalnya adalah,
1. Mempertahankan argumen yang jelas - jelas tak sesuai dengan permasalahan, apalagi ngotot sambil meninggikan suaranya. Jadi apakah orang yang pandai berdebat adalah hebat ? ya jelas hebat, untuk kasus ini si debaters bisa dikatakan hebat dalam membenarkan persepsinya sendiri.
2.Mencari kesalahan dari materi yang disajikan sering kali menjadi kesukaan bagi para debaters yang aktif. Mencari kesalahan memang bagian dari kegiatan debat, disini suasana debat akan terasa semakin panas dan asik, lho iya dong kan kalo makin banyak emosi berarti makin terasa suasana debatnya. Tapi yang paling disayangkan adalah ketika berhasil mematahkan persepsi orang atau kelompok lain, si penyanggah atau debaters nakal satu ini hanya senang mencari kesalahan tanpa memberikan solusi yang kiranya dapat dipertimbangkan oleh peserta lain.
3. Hilangnya tujuan utama dalam debat, yaitu mencari solusi terbaik. Beberapa pengalamanku ketika terlibat debat adalah hilangnya kesempatan untuk mencari solusi, karena selama debat berlangsung hanya berisi orang-orang yang ngeyel dan kekeuh dengan pendapatnya masing-masing, terlebih bagi mereka yang pandai bersilat lidah dengan segudang alasan. Malah tak jarang perdebatan ini justru keluar dari jalur pembahasan dan moderator tak cukup ahli untuk mencermati. Jadi tak terasa waktu sudah habis dan terbuang percuma tanpa hasil, eh ada sih hasilnya, yaitu capek ngomong.
4. Timbulnya perpecahan secara tak sengaja. Seusai debat biasanya akan menimbulkan rasa sinis terhadap seseorang yang dianggap lawan bicaranya saat debat berlangsung. Sadar tak sadar tapi aku juga pernah mengalami dan merasakan perasaan tak enak hati kepada temanku yang menyajikan materi dalam presentasinya.
Pengalamanku yang bikin geleng-geleng kepala adalah ketika kelompokku disalah satu kegiatan mendapatkan kritikan yang kurang baik, dan tiba-tiba salahseorang dikelompokku yang tak terima dengan kritikan tersebut mengatakan yang kurang lebih begini "Hayu, mau debat-debat deh sama gw, seneng gw kalo masalah debat".
Aku cukup diam menanggapinya, karena ada perasaan "Bagaimana apabila keritikan yang disampaikan adalah benar?" dan bukankah lebih baik mengadakan diskusi bersama dibandingan berdebat?
Pernah juga disalah satu seminar yang diadakan disekitar gedung di daerah Tangerang aku angkat bicara perihal salah seorang peserta yang berdebat dengan pengisi seminar memberikan pernyataan bahwa "Anak muda zaman sekarang tak peduli dengan Pancasila".
Jelas aku tak terima dengan pernyataan peserta tersebut, karena pernyataan tersebut lebih mengarah kepada semua anak muda, bukan beberapa anak muda. Merasa tak terima dan merasa masih muda hehee, jadi aku coba beranikan diri membantah pernyataan tersebut.
Toh jelas sekali masih banyak anak muda yang peduli dengan Pancasila, dan dalam sanggahanku bukan tanpa bukti yang jelas, karena tema dari seminar tersebut adalah tentang "Pancasila" dan hampir semua peserta seminar tersebut adalah anak muda termasuk si mas yang asal cuap memberikan pernyataan tersebut.
Lah iya dong, kalau gak peduli dengan Pancasila, untuk apa mereka hadir? Apalagi seminar ini gak gratis lho. Jadi bukankah itu cukup membuktikan bahwa masih banyak anak muda yang peduli dengan Pancasila?
Ada banyak hal positif ketika seseorang senang dan pandai dalam kegiatan berdebat. Tapi yang perlu diingat adalah dalam berdebatpun ada aturan mainnya, tak hanya asal cuap-cuap dan pandai mencari alasan dan kesalahan lawan saja, karena jika hanya mengadalkan keahlian seperti itu maka layaklah seseorang yang padai berdebat tersebut dikatakan hebat dalam bersilat lidah saja, bukan dalam memecahkan masalah.
Lah terus gimana dengan diri penulis artikel ini sendiri ketika berdebat?
Wah, jujur aku juga tak terlalu baik ketika berdebat. Aku berdebat sesuai kebutuhanku saja, misalnya ketika nilai individualku dalam presentasi dirasa kurang cukup maka barulah aku angkat bicara memberikan argumen-argumen seadanya dalam perdebatan disesi tanya jawab.
Sekali lagi aku katakan eh aku tulis bahwa orang yang pandai berdebat memang hebat, namun kata "Hebat" tersebut dapat disesuaikan dengan kebiasaan orang tersebut saat berdebat heheee. Aku pribadi mohon maaf apabila ada keseleo kata dalam tulisan ini, karena sama sekali tak ada maksud untuk menyinggung perasaan seseorang dalam pengalamanku ini.
Dan untuk beberapa temanku yang membaca tulisan ini, jangan coba untuk mengira-ngira ya siapa saja aktor dalam tulisan ini sekalipun kalian tahu siapa dia heheee...
Salam.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews