Korupsi DPRD: Panas-dingin di Sumut, Ketar-ketir di Jatim

Kamis, 1 Februari 2018 | 22:27 WIB
0
449
Korupsi DPRD: Panas-dingin di Sumut, Ketar-ketir di Jatim

Hari-hari ini KPK memeriksa 46 anggota dan mantan anggota DPRD Sumatera Utara terkait perkara suap pembahasan dan pertanggungjawaban APBD Sumut 2014. Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, pemeriksaan dilakukan untuk mendalami peran pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara suap tersebut.

“Dari fakta sidang yang sudah kami pelajari, kami menemukan bukti-bukti dugaan pihak lain yang masih menerima uang suap tersebut,” kata Febri Diansyah, seperti dilansir Tempo.co, di KPK, Jakarta Selatan, Senin, 29 Januari 2018.

Tim penyidik yang ditugasi untuk memeriksa mereka di Markas Brimob Polda Sumut, Jalan Wahid Hasyim, Medan, Senin, 29 Januari 2018. Pemeriksaan pada 46 orang itu dijadwalkan berlangsung sampai Sabtu, 3 Februari 2018. Hari pertama, sebanyak 11 orang yang diperiksa.

Sebelumnya, 13 orang divonis bersalah atas suap tersebut. Perkara ini menyeret Gubernur Sumut ketika itu, Gatot Pujo Nugroho. Kasus tersebut juga melibatkan pimpinan DPRD Sumur periode 2009-2014.

Di antaranya adalah Saleh Bangun dari Partai Demokrat dan Chaidir Ritonga dari Partai Golkar. Adapun pimpinan DPRD periode 2014-2019 yang terlibat adalah Ajib Shah dari Partai Golkar dan Muhammad Affan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Pemeriksaan anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019 telah dilakukan KPK sejak 2015 lalu. Namun, hasil pemeriksaan itu belum menetapkan status tersangka kepada anggota Dewan yang lain, kecuali kepada delapan pimpinan DPRD Sumut.

Dari catatan media tersebut, selain 46 anggota DPRD, beberapa individu pihak swasta sebelumnya juga pernah diperiksa KPK. Ketika itu, tercatat nama H. Anif Shah, kakak kandung Ketua DPRD Sumut periode 2014-2019, Ajib Shah. KPK juga pernah memeriksa H. Musa Rajek Shah, anak kandung Anif Shah dan keponakan Ajib Shah.

Terkait dengan kasus Gatot tersebut, KPK menerima pengembalian uang dari tiga anggota DPRD Sumut. Mereka adalah Brilian Moktar, Evi Diana, dan Indra Alamsyah. Dari nama-nama tersebut, Brilian dan Indra tidak termasuk daftar nama yang akan diperiksa KPK pada 29 Januari-3 Februari 2018.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan 7 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 bersalah karena menerima suap dari Gatot Pujo Nugroho. Ketujuh mantan anggota dewan itu divonis bersamaan, Rabu, 1 Maret 2017.

Ketujuh anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 adalah Muhammad Affan, Bustami, Zulkifli Husein, Parluhutan Siregar, Zulkifli Efendi Siregar, Budiman Nadapdap, dan Guntur Manurung.

“Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 1 Maret 2017, seperti dikutip Tempo.co.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada 7 anggota DPRD Sumut, antara lain hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Bustami, Zulkifli Husein, Zulkifli Efendi Siregar, Budiman Nadapdap, dan Guntur Manurung. Sedang, Muhammad Affan dan Parluhutan Siregar masing-masing dihukum empat tahun enam bulan dengan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Selain pidana penjara, hakim juga memberikan pidana tambahan kepada Muhammad Affan berupa kewajiban menyerahkan uang pengganti sebesar Rp 835 juta. “Paling lama satu bulan, jika tidak harta benda akan disita. Jika tidak cukup diganti dengan penjara satu tahun,” kata hakim Mas'ud.

Selain Affan, majelis hakim juga memberikan pidana tambahan untuk lima terdakwa lain berupa pengembalian uang pengganti. Untuk Bustami wajib mengembalikan uang sebesar Rp 50 juta, Parluhutan Siregar Rp 92 juta, Zulkifli Efendi Siregar Rp 215 juta, Guntur Manurung Rp 350 juta, dan Budiman Nadapdap sebesar Rp 500 juta.

Dasar pemeriksaan atas 46 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut itu diperoleh dari fakta persidangan terkait perkara Gatot Pujo Nugroho itu. “Kami menemukan bukti-bukti dugaan pihak lain yang masih menerima uang suap tersebut,” kata Febri Diansyah.

Jika merujuk pernyataan Jubir KPK itu, maka fakta persidangan untuk kasus Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) yang menyeret Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid, juga bisa dipakai untuk menyeret 98 anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 lainnya.

Bahkan, pihak-pihak lain di luar DPRD Jatim yang diduga juga terlibat dalam kasus P2SEM tersebut. Apalagi, sejak dr. Bagoes Soetjipto Soelyoadikoesoemo, terpidana 27 tahun kasus P2SEM, berhasil ditangkap di Malaysia.

Empat saksi kunci utama

Bagoes bisa menjadi pintu masuk bagi Kejati Jatim untuk mengungkap siapa-siapa saja yang menerima aliran dana tersebut. Selama ini penanganan kasus P2SEM hanya membidik para penerima dana, dan bukan aktor utamanya.

Suara “sumbang” Bagoes sangat ditunggu-tunggu rakyat Jatim yang bakal mengikuti gelaran Pilkada Jatim pada 27 Juni 2018 nanti. Fathor yang wafat pada 15 November 2017 itu semasa masih hidup pernah mengungkap ada keterlibatan beberapa pejabat di Pemprov Jatim.

Bersama beberapa mantan terpidana P2SEM, Fathor membentuk Tim Ranjau 9 dan menjadi Ketua Presidium Aliansi Masyarakat Jawa Timur dan Korban Politik P2SEM (Jatim-AM). Mereka pun melaporkan beberapa nama pejabat di Pemprov Jatim semasa 2004-2009.

Dalam laporan tersebut, Tim Ranjau 9 melaporkan Imam Utomo (mantan Gubernur Jatim) selaku Penanggungjawab Pelaksanaan P2SEM, Soekarwo-Saifullah Yusuf selaku Penerima Dana P2SEM sebagai Pasangan Cagub-Cawagub Jatim 2008. Tak hanya itu.

Nama dr. Soeyono, SH, MSi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Kuasa Pangguna Anggaran saat itu juga tertulis sebagai Terlapor. Termasuk 98 anggota DPRD Jatim Periode 2004-2009 sebagai Perekom sekaligus Penerima Dana P2SEM.

Pada 2016, Fathor menyerahkan data ke Kejati Jatim dan KPK serta menuding sejumlah pihak yang terlibat belum diproses hukum. Kala itu, Fathor mengungkap nilai korupsi yang dinikmati para pemotong dana hibah bervariasi antara Rp 2,5 miliar hingga Rp 31 miliar.

Beberapa nama anggota DPRD Jatim disebut Fathor turut menikmati pemotongan dana hibah P2SEM diantaranya AR (PAN) Rp 31 miliar, AS (PKS) Rp 18 miliar, AJ (PKB) Rp 17 miliar, FAI (PPP) Rp 12,25 miliar, AS (Golkar) Rp 11,55 miliar, AS (PKB) Rp 5,580 miliar, RH (Golkar) Rp 5,560 miliar, DM (PKB) Rp 3,5 miliar dan RA (Demokrat) Rp 2,5 miliar.

Pengaju proposal pencairan dana hibah tersebut termasuk tiga wakil ketua dewan: Ridwan Hisjam (Partai Golkar), Suhartono Wijaya (Partai Demokrat), dan YA Widodo (PDIP). Hal itu dibeberkan Fathor dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di PN Surabaya.

Fathor menerangkan, RH mengajukan proposal pencairan dana Rp 13 miliar, sedangkan YAW, dan SW masing-masing Rp 10 miliar. Adapun Ketua Fraksi Golkar LLW mengajukan Rp 7 miliar dan AR dari PAN Rp 31,5 miliar.

Menurut Fathor, mereka itulah perekom dan penikmat utama dana tersebut. Tapi, hingga ia meninggal dunia pada Rabu, 15 November 2017, kelanjutan data dan mereka yang diduga terlibat belum tersentuh sama sekali.

Tapi, seiring tertangkapnya Bagoes, kasus P2SEM berpotensi diungkap kembali oleh Kejati Jatim. Hanya saja, buron selama 7 tahun itu masih enggan buka-bukaan kepada awak media dan lebih memilih menebar senyum saat ditanya.

“Saya serahkan ke kejaksaan saja,” ujarnya di Kejati Jatim, Rabu (29/11/2017). Siapa di balik pelarian Bagoes ini juga perlu diungkap. Justru “nyanyian” Bagoes nanti bisa diketahui aktor-aktor di belakang kasus P2SEM tersebut.

Sebelum meninggal dunia, kepada Pepnews.com, Fathor bertekad menjadi whistle blower dan berusaha mengungkap siapa saja koruptor penikmat dana P2SEM di Jatim. Tapi, hingga tutup usia, ia belum berhasil memenjarakan rekan-rekannya yang terlibat dalam korupsi dana hibah P2SEM.

Anggaran dana P2SEM 2008 sebesar Rp 277.600.000.000. Dana yang dipakai Rp 203 miliar. Sisanya, yakni Rp 74 miliar masih ada di kas Pemrov Jatim. Semua anggota DPRD Jatim saat itu mengajukan proposal untuk mencairkan dana yang bersumber dari APBD perubahan 2008 itu. Nilai dana hibah sebesar Rp 202 miliar dari total Rp 1,4 triliun.

Seperti diungkap Fathor dalam laporannya itu, Bagoes disebut-sebut sebagai broker Utama P2SEM yang menjadi Tim Sukses Soekarwo-Saifullah Yusuf saat Pilkada Jatim 2008 yang divonis 27 tahun penjara. “Dia ini saksi kunci sebagai pintu masuk,” ujar Fathor.

Saksi kunci lainnya adalah DR. Soenyono, SH, MSi yang saat itu menjadi Sektap P2SEM sekaligus staf BAPEMAS Jatim, Pejabat Pembuat Komitmen dan Kuasa Pengguna Anggaran. Salah satu data penting yang ditemukan Fathor adalah Surat Kepala BAPEMAS Jatim yang ditandatangani DR. Soenyono, SH, MSi pada 18 Maret 2009, Nomor: 414.3/1636/206/2009.

Selain DR. Soenyono, SH, MSi dkk dan dr. Bagoes Soetjipto, ada dua nama lainnya, yaitu dr. I Komang Ivan Bernawan dan Drs. Holidin, MHum, keduanya disebut oleh Fathor sebagai orang-orang kepercayaan Dokter Bagoes yang kini menjadi terpidana 12 tahun dan berada di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Keempat orang itu bisa menjadi saksi kunci sebagai pintu masuk untuk mengungkap siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab diantara para Terlapor yang disampaikan Fathor sebelumnya.

***

Editor: Pepih Nugraha