Melihat peta Indonesia, khususnya di Kalimantan, terlihat dengan jelas betapa letak Filipina Selatan sangat dekat sekali. Di wilayah itu terletak daerah-daerah yang disebut wilayah Muslim Moro.
Bagaimana pun, hubungan Indonesia dan Filipina tidak pernah terganggu. Sebagaimana foto di atas, itu adalah foto kunjungan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Indonesia pada 8 September 2016. Ini merupakan kunjungan balasan Presiden Filipina tersebut setelah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Filipina.
Hanya yang sering muncul adalah penyanderaan Warga Negara Indonesia (WNI) oleh gerilyawan Moro. Bahkan bangsa kita pernah mengeluarkan uang tebusan, lumayan besar untuk membebaskan warga kita tersebut.
Baru-baru ini, entah sudah sekian kali, pada Jumat, 19 Januari 2018 sekitar pukul 19.30, dua orang WNI telah bebas dari penyanderaan kelompok Abu Sayyaf di Sulu, Filipina Selatan.
Kedua WNI adalah La Utu bin Raali dan La Hadi bin La Adi. Kedua nelayan WNI asal Wakatobi tersebut diculik oleh kelompok ASG dari dua kapal ikan yang berbeda pada tanggal 5 November 2016 di perairan Kertam, Sabah, Malaysia.
[irp posts="581" name="Setelah Erdogan, Duterte Jadi Idola Baru karena Jagoan"]
Wakil KJRI Davao dan KBRI Manila telah berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk proses pemulangan kedua WNI tersebut.
Saat ini La Utu dan La Hadi berada di pangkalan Joint Task Force di Sulu, Filipina Selatan. Jika cuaca memungkinkan, direncanakan keduanya akan diterbangkan dengan helikopter ke Zamboanga untuk diserahterimakan kepada Konjen RI Davao, mewakili Pemerintah Indonesia.
Keduanya akan segera dipulangkan ke Indonesia setelah melalui pemulihan dan setelah mendapatkan exit clearance dari imigrasi Filipina.
Pada tanggal 8 November 2016, 3 hari setelah kejadian, Menlu Retno Marsudi melakukan kunjungan ke pelabuhan Sandakan, Sabah, Malaysia guna bertemu dengan istri kedua korban serta ratusan nelayan Indonesia lainnya. Dalam kunjungan tersebut Menlu menyampaikan komitmen bahwa Pemerintah akan berupaya membebaskan keduanya. Sejak kejadian, Kemlu terus berkomunikasi dengan keluarga menyampaikan perkembangan upaya pembebasan.
[caption id="attachment_8986" align="alignleft" width="533"] La Utu bin Raali dan La Hadi bin La Adi (Foto: Kumparan.com)[/caption]
Masalah Muslim menjadi persoalan tersendiri untuk Pemerintah Filipina. Juga baru-baru ini pula, tentara Filipina yang enggan meminta bantuan Indonesia, malakukan serangan besar-besaran ke wilayah Muslim di Filipina Selatan. Diduga gerilyawan tersebut telah disusupi gerilyawan ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) yang melarikan diri dari Irak dan Suriah.
Pada tahun 1973, di Cotabato, Filipina terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh gerakan yang menamakan dirinya "The Muslim Revolutionary Forces," dan "Moro National Liberation Front."
Dalam sejarah Filipina, penduduk yang berada di kepulauan Moro mayoritas beragama Islam di tengah-tengah penduduk Filipina di pulau lainnya beragama Kristen. Pernah terjadi, ketika beberapa warga Indonesia mau naik haji, ia berangkat ke Filipina, karena jatah haji yang diberikan Arab Saudi kepada Pemerintah Filipina, jarang digunakan, karena mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut. Akhirnya ketahuan dan WNI tersebut batal naik haji karena dipulangkan ke Indonesia.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews