Komisi Pemilihan Umum melantik dan membekali Tim Seleksi. Mereka bertugas menyeleksi Calon Anggota KPU Provinsi di 16 Provinsi. Pembekalan Timsel berlangsung dari tanggal 22-24 Januari 2018 di Grand Mercure Hotel, Jakarta.
Pembentukan Timsel KPU Provinsi ini menjadi kerikil bagi laju KPU. Awal pembentukannya sudah mengundah riuh perdebatan.
Tanpa sadar, KPU, dalam hal ini pegawai kesekretariatan tidak menjalankan asas kehati-hatian dan profesional. Hal ini terlihat dari Pengumuman KPU Nomor 34/PP.06-SD/05-KPU/I/2018 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi periode 2018-2023.
Dalam pengumuman tersebut, Arif Budiman selaku Ketua KPU menandatangi surat pada 10 Januari 2018. Dengan batas waktu 11 Januari 2018 untuk penerimaan berkas calon Timsel. Sedangkan disebarluaskan pada 12 Januari 2018.
Bagaimana mungkin ada calon Timsel yang mendaftar dengan pelbagai syarat. Saat pengumuman sudah lewat, baru di upload di website. Akibatnya muncul asumsi bahwa Timsel sudah terbentuk sejak lama. Sehingga pengumuman sebagai formalitas pemenuhan hak atas informasi saja.
Desakan publik pun menggema di ruang-ruang KPU. Mungkin saja, Arif Budiman gusar. Sehingga Sekjend KPU pun galau. Bayangan kita, sang Sekjend memanggil pembuat surat dengan kehendak mengevaluasi. Bisa saja iya. Bisa juga tidak.
[irp posts="4433" name="Mengapa Bawaslu dan KPU di Jaman Now" Sering Bertengkar?"]
Kemudian, KPU menerbitkan Pengumuman KPU Nomor 47/PP.06-SD/05/KPU/I/2018 tentang Perubahan Pengumuman Nomor 34/PP.06-SD/05/KPU/I/2018 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi periode 2018-2023.
Dalam pembaharuan pengumuman, waktu penerimaan berkas calon timsel diperpanjang sampai 17 Januari 2018. Kemudian, berdasarkan Berita Acara Pleno KPU Nomor 6/PP.06-BA/05/I/2018 tertanggal 18 Januari 2018. Maka, KPU menerbitkan Pengumuman Nomor 61/PP.06-SD/05/SJ/I/2018 tentang Penetapan Keanggotaan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi periode 2018-2023.
Atas kekeliruan surat pengumuman tersebut, bisa dikatakan bahwa KPU rapuh dalam penguatan kelembagaan, khususnya bidang profesionalisme kerja pegawai kesekretaratan.
Dengan kata lain, Arif Budiman sebagai Ketua KPU juga tidak melakukan cek berkas (membaca) sebelum membubuhi tanda tangannya. Jadi, muncul praduga bahwa Ketua KPU asal menandatangi berkas. Dan ini merupakan suatu bahaya yang sangat nyata bagi KPU ke depan.
Bisa saja, dengan alasan manusia bersifat lupa dan khilaf. Ketua KPU beserta semua perjuangan memimpin lembaga. Mengalami keletihan dan kurang konsentrasi saat menandatangi Pengumuman Nomor 34/PP.06-SD/05/I/2018.
Di lain sisi, Sekretaris Pribadi Arif Budiman juga khilaf. Teledor tanpa membaca secara jelas. Atau sudah membaca. Tapi tidak fokus sehingga luput dalam melihat angka-angka yang menjadi masalah terkait tanggal.
Padahal, tugas Sespri KPU adalah menyiapkan pemberkasan dan melakukan pengecekan. Sehingga, Ketua KPU dapat nyaman dalam membubuhi tandatangannya di atas semua berkas.
Selain itu, petugas pengetikan surat atau bagian administrasi juga lengah. Apakah alasan bekerja sepenuh waktu dengan tagline #KPUMelayani membuat masalah penurunan kefokusan? Semua tentu harus di evaluasi.
[irp posts="3904" name="Apa Perlunya 4 Komisioner KPU Aktif di Media Sosial?"]
Kalau pembaca bisa melihat nama-nama timsel dengan seksama. Akan terungkap kesalahan pengetikan pada salah satu nama timsel untuk Provinsi Sumatera Barat. Angka tiga memuat nama Hary Efendi, S.S, M.A. Namanya kurang kata "Iskandar" sebelum gelar.
Artinya, petugas administrasi kecolongan lagi. Sedangkan Arif Budiman hanya menandatangani. Dan Sesprinya dengan lugu menyodorkan berkas tanpa memeriksa.
Demi menjaga asas profesionalisme KPU. Maka, KPU wajib melakukan evaluasi secara meneluruh kepada semua pejabat dan petugas bagian administrasi tersebut. Kesalahan dalam pengetikan sekelas lembaga KPU wajib dikurangi. Evaluasi ini bertujuan menjaga integritas lembaga yang sudah dipercaya oleh publik.
Langkah awal adalah mengganti Sespri Ketua KPU. Karena sudah khilaf dan berpotensi menjebloskan Arif Budiman ke lubang kesalahan berkelanjutan. Akan tetapi, jika dengan berbagai pertimbangan, Arif mempertahankan sesprinya.
Maka salah satu solusi adalah mengangkat satu staf ahli khusus membantu Ketua KPU. Staf Ahli ini tidak menjadi "pembantu" bagi komisioner lain. Juga tidak melayani pejabat-pejabat PNS, termasuk Sekjend KPU. Dia hanya memastikan semua perintah Ketua KPU berjalan sesuai rencana. Sang staf juga membantu sespri dalam membaca semua berkas, undangan, materi atau apapun yang berbentuk tulisan. Kemudian memberikan catatan atau mampu menjelaskan sebelum menyodorkannya kepada Ketua KPU.
Kedua, KPU harus menindak tegas semua petugas administrasi. Jangan sampai kesalahan ini berlanjut. Bisa saja potensi kesalahan berujung pada tindak pidana yang sebenarnya tidak dilakukan. Apabila sudah masuk ranah hukum pidana. Kata maaf tidak akan menyelamatkan Ketua KPU. Paling-paling meringankan masa kurungan.
Oleh sebab itu, semua pegawai kesekretariatan wajib mengikuti pembekalan ulang terkait motivasi dan produktifitas kerja. Kalau perlu, bagian Sumber Daya Manusia menyusun program pelatihan tingkat kefokusan dalam perencanaan, penyusunan, pengetikan dan evaluasi administrasi.
Akan tetapi, jika pegawai kesekretariatan atau pejabat PNS di KPU tetap menjaga semangat kesatuan layaknya persaudaraan dalam militer. Maka, perlu ada pengawasan internal untuk menjaga fokus kinerja pada profesionalisme.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews