Drama Pilkada Jatim 2018: Ganti Pemain di Saat Akhir Pendaftaran

Jumat, 5 Januari 2018 | 18:57 WIB
0
450
Drama Pilkada Jatim 2018: Ganti Pemain di Saat Akhir Pendaftaran

Mendekati hari pendaftaran cagub dan cawagub pada Pilkada Jatim 2018 semua parpol yang bertarung mulai mengeluarkan taringnya. Ancaman evaluasi paslon hingga terjadinya ganti pemain, ikut mewarnai Pilkada Jatim jilid ketiga ini.

Sebuah kabar merebak di kalangan wartawan, Kamis 4 Januari 2018 malam. Isinya: Abdullah Azwar Anas mundur dari pencalonan, tepatnya cawagub yang berpasangan dengan cagub Saifullah Yusuf (Gus Ipul) pada Pilkada Jatim mendatang.

Kabar ini mengejutkan, meski sebenarnya beberapa hari sebelum kabar tersebut beredar dan dinyatakan kebenarannya oleh Gus Ipul, kabar burung ihwal mundurnya Azwar Anas santer terdengar.

“Saya ingin menyampaikan bahwa kabar pengunduran diri itu juga saya sangat terkejut,” kata Gus Ipul di Surabaya, Kamis, 4 Januari 2018, sebagaimana dilansir Viva.co.id.

Wakil Gubernur Jatim itu sendiri sayangnya tidak menjelaskan rinci soal alasan pengunduran diri calon wakilnya tersebut. “Nanti yang akan menjelaskan kemungkinan Mas Anas secara langsung,” lanjutnya.

Kabar burung yang beredar di kalangan wartawan, mundurnya Azwar Anas ini disebabkan isu selingkuh. Bahkan, foto-foto perselingkuhan itu sudah beredar di kalangan Istana. Isu ini sendiri tidak dijamin kebenarannya, sebab menurut jejak digital, Azwar Anas pun pernah digoyang dengan isu seperti ini menjelang Pilakada Serentak pada 2015 lalu.

Bahkan, mungkin jauh lebih dahsyat isu pada 2015 itu dibandingkan sekarang. Jika isu yang berkembang sekarang ini bahwa Azwar Anas berselingkuh lagi, maka pada 2015 lalu Bupati Banyuwangi itu diisukan berselingkuh dengan artis nasional: Ayu Azhari.

Pertanyaannya sekarang adalah jika pada 2015 lalu isu ini sudah mengemuka dan akhirnya Azwar Anas masih terpilih menjadi Bupati Banyuwangi untuk kedua kalinya, mengapa pada gelaran Pilkada Jatim ini justru dia digoyang?

Dan mengapa kabar ini mengemuka menjelang pendaftaran paslon yang diusung PDIP dan PKB dipanggil ke DPP PKB pada Jumat 5 Januari 2018? Seperti diakui Azwar Anas, belakangan mengaku kerap menerima teror.

[irp posts="3111" name="Azwar Anas Bisa Jadi Alternatif dari Rivalitas Khofifah versus Gus Ipul"]

Dia juga merasa ada upaya pembunuhan karakter terhadap dirinya beberapa hari menjelang masa pendaftaran Pilkada Jatim. Mengutip rilis yang diterima Kompas.com dari pihak Azwar Anas, Jumat 5 Januari 2018, tidak dijelaskan detail pembunuhan katakter yang dimaksud.

“Ada teror kepada saya dan keluarga saya serta ada upaya pembunuhan karakter kepada saya sebagai calon wakil gubernur Jatim,” kata Bupati Banyuwangi ini. Baginya, perlakuan seperti itu sudah kerap diterimanya sejak periode kedua dirinya menjabat Bupati Banyuwangi.

Padahal, hingga kabar mundurnya Azwar Anas ini beredar, Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim itu terekam jejak digital sebagai orang yang rajin kampanye bagi paslon yang oleh sebagian masyarakat Jatim disingkat sebagai GusipAnas ini.

Bahkan, konon justru elektabilitas Azwar Anas jauh lebih unggul dibandingkan Gus Ipul sendiri, meski belum bisa mendongkrak elektabilitas paslon GusipAnas secara signifikan berdasarkan hasil berbagai survei.

Menariknya, tokoh yang digadang-gadang untuk menggantikan posisi Azwar Anas adalah Tri Rismaharini, Walikota Surabaya. Tentu saja dengan kapasitas Risma, panggilan akrabnya, PDIP terutama memandang suara pemilih pada Pilkada Jatim akan terdongkrak bagi koalisi PDIP-PKB.

GusipAnas yang menjelma menjadi paslon Ipul – Risma (Iris) ini, dirasa akan mampu mengejar margin elektabilitas yang diharapkan pada sisa waktu menjelang pendaftaran hingga pemungutan suara mendatang.

Masuknya Risma pula diyakini akan menjadi magnet untuk "Trio Kwek-Kwek", yaitu Gerindra-PAN-PKS mengurungkan niatnya mengajukan paslon sendiri. PKS yang dari semula berencana merapat pada koalisi PDIP-PKB, mungkin akan semakin mantap bergabung.

PAN sendiri yang sedianya juga akan merapat pada paslon Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak (KoraMil) jika koalisi "Trio Kwek-kwek" urung terjadi di Jatim, bakal ikut mengubah haluan mendukung paslon IRis.

Sementara, Partai Gerindra akan semakin galau seiring tidak diizinkannya Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny Wahid bertarung pada Pilkada Jatim 2018 oleh para sesepuh ulama.

Alhasil, pertarungan Pilkada Jatim 2018 akan semakin menarik. Khofifah - Emil akan benar-benar mendapatkan saingan berat seiring dengan munculnya pasangan Gus Ipul - Risma ini.

Bahkan, jika tidak hati-hati, bisa saja Khofifah menangis lebih dalam, karena harus menelan pil pahit untuk ketiga kalinya: kalah hattrick dari Gus Ipul! Jika demikian halnya, bagaimana langkah yang harus diambil Khofifah?!

Ikut Ganti Pemain

Tidak bisa tidak, Khofifah juga harus melakukan manuver cantik. Kolesterol elektoral yang terdapat pada diri Emil Dardak harus dieliminasi. Kolesterol elektoral dimaksud adalah pada kenyataannya bahwa kehadiran Emil Dardak menjadi pasangan Khofifah tidak memberi dampak signifikan bagi peningkatan elektabilitas.

Sebaliknya, justru terjadi penurunan elektabilitas bagi Khofifah di lapangan. Mengapa bisa seperti itu? Emil Dardak yang tadinya digadang-gadang mampu meraup suara kalangan millenial atau suara di luar NU, ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Bermodalkan isteri selebritris nasional saja ternyata tidak cukup menjadi pendongkrak suara. Hanya sebatas menjadi sarana atau model untuk selfi-selfian semata bersama masyarakat saat turun ke berbagai daerah.

[caption id="attachment_4807" align="alignleft" width="542"] Khofifah dan Emil Dardak (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Belum lagi suara penolakan dan penentangan dari kawasan Mataraman yang merasa memiliki solidaritas terhadap rakyat Kabupaten Trenggalek yang dipimpin Emil Dardak. Rakyat sudah merasa dipecundangi amanahnya oleh Emil Dardak, karena ingin lompat jabatan dari Bupati Trenggalek menjadi Wagub Jatim jika terpilih.

Dan masalah lain, yang konon, bakal menyeret nama ayah Emil Dardak: Hermanto Dardak, ketika menjabat sebagai salah seorang petinggi Kementerian PUPR RI. Tentu saja ini adalah pilihan sulit bagi Emil Dardak sendiri!

Tidak cukup itu, amarah PDIP yang belum reda karena aksi pembelotan Emil Dardak sebagai kader PDIP, diyakini juga akan semakin tajam mengemuka ketika memang sudah dipastikan paslon ini ditetapkan KPUD Jatim nantinya.

Tentu saja PDIP telah memegang sejumlah kartu Emil Dardak dan keluarganya yang siap dihembuskan sewaktu-waktu. Baik secara sporadis maupun secara halus. Seperti dialami cagub Kalimantan Timur yang diusung Partai Demokrat, Syaharie Jaang.

Masalah lain yang menghantui KoraMil ini adalah belum terbitnya Keppres penghentian dan sekaligus pengganti Khofifah sebagai Menteri Sosial RI. Padahal, Keppres itu nantinya akan menjadi salah satu syarat utama penetapan paslon.

Keppres ini dimungkinkan tidak diterbitkan, mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengalami dilema yang hebat akibat perseteruan PDIP dengan Emil Dardak. Jika diberikan, itu sama saja Jokowi melawan kebijakan partainya, PDIP.

Ingat, sebagaimana sering ditegaskan oleh Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, meski Jokowi adalah Presiden RI, di dalam partai, Jokowi hanyalah sebatas “petugas” partai! Jika melihat timbunan masalah demikian, Khofifah seharusnya jeli dan bersikap bijak.

Melepas Emil Dardak sebagai cawagubnya merupakan satu-satunya pilihan. Sebab, jika nanti diadu head to head, Emil bakal benar-benar terlihat inferior di hadapan Risma dari berbagai segi. Ingat, prestasi Risma memimpin Kota Surabaya telah diakui dalam skala nasional.

Dan, jika memang Emil harus dilepas, siapa yang harus digandeng Khofifah? Hanya ada satu nama yang bisa. Karena, jika melihat sejarah, satu nama ini yang bisa mengalahkan Risma, meski hanya dalam tataran satu bidang: pendidikan.

Dia adalah Saiful Rachman, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, yang belakangan ini namanya menjadi naik akibat kasus SMAN “30” Lamongan yang menyeret-nyeret nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Kelebihan lain SR, inisial panggilan akrab Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim tersebut, adalah jejaringnya yang lintas kota dan kabupaten di Jatim. Tidak hanya tenaga pendidik di institusi pendidikan negeri, tetapi juga swasta di semua jenjang. Sebagai korps pula, tanpa dikomando, mereka pasti akan merapat.

Sekarang, semua berpulang kepada Khofifah. Mau ikut ganti “pemain” untuk menyamakan keadaan, dan bahkan leading kembali? Atau puas dengan yang ada sekarang ini dan bersiap untuk menangis kembali?

Ingat, PDIP sudah mencanangkan Pilkada Serentak 2018 sebagai politik pendidikan; dan rasanya Khofifah harus bisa memainkan strategi kontra-nya. Jika benar, masuknya Risma justru menunjukkan PDIP kurang pede dengan pasangan GusipAnas selama ini.

Drama Pilkada Jatim tampaknya akan semakin menarik hingga detik-detik akhir pendaftaran dan penetapan paslon. Permainan strategi pada injury time menjadi benar-benar berarti. Salah satunya melakukan pergantian pemain. Koalisi PDIP-PKB sudah; Khofifah?

***