Empat Jenderal dalam Candradimuka Pilkada Jawa Barat

Sabtu, 30 Desember 2017 | 08:47 WIB
0
491
Empat Jenderal dalam Candradimuka Pilkada Jawa Barat

Akhirnya, Partai Gerindra mengusung Mayjen TNI Purn. Sudrajat sebagai bacagub Jawa Barat didampingi Achmad Syaikhu, kader PKS yang kini menjabat Wakil Walikota Bekasi sebagai bacawagub dalam Pilkada Jabar 2018 mendatang.

PKS “melepas” Deddy Mizwar yang sebelumnya diusung sebagai bacagub Jabar setelah Wakil Gubernur Jabar ini diusung Partai Demokrat dan menyatakan diri sebagai anggota Demokrat. Dua “kubu” Jenderal pun kini siap berhadapan.

Jenderal Sudrajat satu kubu dengan Jenderal Prabowo Subianto yang sama-sama sudah purnawirawan. Jenderal “Demiz” Nagabonar berada satu kubu bersama Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono yang juga sudah pernawirawan TNI.

“Perang Bintang” dalam Pilkada Jabar 2018 sudah mulai “terbuka”. Sudrajat yang diusung Gerindra, PAN, dan PKS di belakangnya juga ada Jenderal TNI Purn. Djoko Santoso yang mantan Panglima TNI yang sebelumnya menjabat KSAD.

Seperti halnya di Gerindra, Demokrat pun juga disokong oleh Marsekal TNI Purn. Djoko Suyanto yang sebelumnya pernah pula menjabat sebagai KSAU. Ia merupakan Panglima TNI pertama yang berasal dari TNI-AU sepanjang sejarah kita.

Jabatan politik terakhir, Marsekal Djoko Suyanto adalah Menteri Polhukam semasa Presiden SBY. Setelah menjabat Panglima TNI, posisinya digantikan Djoko Santoso. Pilihan politik dua mantan Panglima TNI ini pun akhirnya berbeda kubu.

Itulah pilihan politik para mantan jenderal. Itulah yang akhirnya membuat Jenderal Demiz Nagabonar tidak punya pilihan lain ketika ia harus bergabung dengan Demokrat, setelah si “jenderal” ini, kabarnya, tak mau pakai seragam Gerindra.

Soal Meikarta

Sementara, ketika sudah berpindah ke Demokrat, Demiz begitu mudahnya menggunakan seragam Demokrat. Inilah yang kemungkinan besar membuat Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto “tersinggung”, selain masalah Meikarta.

Jejak digital sempat menulis perlawanan hebat Wagub Demiz perihal proyek prestisius punya Bos Lippo Group James Ryadi itu. Bahkan, Demiz menyebut, Meikarta berpotensi kriminal. Prof. Nazaruddin Sjamsudin mengapresiasi sikap tegas Demiz.

Melalui akun Twitter @nazarsjamsuddin, guru besar Universitas Indonesia itu meyakininya,  rakyat Jabar mendukung sikap Demiz soal proyek Meikarta itu. “Bakalan kena jewer nih ya? Tapi, saya yakin bahwa rakyat Jawa Barat akan mendukung Wagubnya, apalagi karena ada pemaksaan terhadap rakyat sekitar proyek,” tegas Nazaruddin.

[caption id="attachment_6919" align="alignright" width="569"] Meikarta (Foto: Meikarta.com)[/caption]

Sebelumnya, Demiz menegaskan, status pembangunan dan pemasaran kawasan permukiman Meikarta Lippo Cikarang dihentikan hingga ada rekomendasi dan izin legal. Menurut Demiz, pembangunan hunian vertikal itu melanggar Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat.

“Saya cek di Pemprov belum ada permohonan izin tapi sudah dipasarkan. Kami putuskan ini dihentikan sampai mereka mohon izin untuk rekomendasi,” tegas Demiz, dikutip Republika, 2 Agustus 2017.

Ia khawatir, pembangunan dan pemasaran tanpa izin berpotensi sebagai tindakan kriminal. “Yang jelas menjual barang ilegal itu adalah kriminal. Kan logikanya memasarkan barang ilegal, enggak ada izin, kriminal. Saya khawatir akan dikriminalisasi nantinya,” tegas Demiz.

Jika punya niat baik, Demiz menyarankan pengembang melakukan pembangunan sesuai prosedur, sesuai kewenangan dan sesuai substansinya. “Kalau tidak, ini indikasi korupsi. Dipenjara kita nanti,”  tegas Demiz lagi.

Meikarta dibangun di kawasan seluas 500 ha di wilayah Kabupaten Bekasi, yang terhubung dengan berbagai moda transportasi yang kini sedang dibangun pemerintah, antara lain kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Belum lagi sederet fasilitas seperti pembangunan Patimban Deep Seaport, pembangunan bandara internasional Kertajati, dan pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek Elevated Higway.

Siapa yang tak tergiur? Media memberitakan ketika dilakukan penjualan perdana pada 13 Mei di Orange County Lippo Cikarang, para calon pembeli datang berduyun-duyun. Demiz  mengaku terkejut ketika mengetahui Lippo Group sudah memasarkan “kota baru” itu.

Sebab, berdasarkan data dari Pemprov Jabar, Meikarta belum mempunyai izin. Dalam tata ruang provinsi, “kota” tersebut juga tak ada dalam perencanaan. Pemprov Jabar mempunyai rencana tata ruang berupa pembangunan Kota Metropolitan Bogor-Depok-Bekasi-Karawang dan Purwakarta (Bodebekarpur) untuk mengimbangi pertumbuhan Jakarta.

Sehingga, bagaimana mungkin tiba-tiba muncul Meikarta? Sungguh sebuah “wilayah” baru di pinggiran Kabupaten Bekasi sisi timur. Sebuah proyek raksasa senilai Rp 278 triliun dan merupakan proyek terbesar sepanjang 67 tahun sejarah berdirinya Lippo.

Untuk menghadapi sikap Demiz itu, Mendagri Tjahjo Kumolo sempat berkomentar. “Jangan seperti Meikarta, izin dari Bupati sudah ada, terhambat karena dilarang oleh Wakil Gubernur Jawa Barat,” sindir Tjahjo Kumolo.

Padahal belum ada peraturan gubernur yang mengatur masalah ini. “Saya kira ini harus dicermati bersama,” ujar Tjahjo saat membuka pameran Indonesia Future City & REI Mega Expo 2017 di ICE BSD, Serpong, Kamis, 14 September 2017.

Boleh jadi, itulah salah satu penyebab Demiz bisa terpental dari koalisi Gerindra, PAN, dan PKS, tiga partai yang sedianya akan mengusung pasangan Demiz – Syaikhu. Nah, saat ada moment Demiz “dibajak” Demokrat, PKS kemudian “melepaskan” Demiz.

Pernyataan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan bisa sedikit menyibak apa sebenarnya yang terjadi di balik itu. Zulkifli menyebut, adanya masalah antara Demiz dengan Gerindra menjadi penyebab putusnya pasangan calon Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu itu.

“Saya kan tidak basa-basi, saya suka terus terang karena kejujuran itu penting. Ada masalah antara Deddy Mizwar dan Gerindra. Deddy kan kader Demokrat, Saikhu kader PKS. Nah, Gerindra tidak dapat apa-apa,” ucap Zulkifli Hasan, dalam acara Refleksi Akhir Tahu 2017 Bersama Wartawan, di Pulau Dua Resto, Senayan, hari ini, Jumat (29/12/2017).

Zulkifli menjelaskan, karena Gerindra dan PKS sudah berkoalisi cukup lama dan merupakan sekutu, maka PKS setuju dengan opsi Gerindra untuk mengganti Deddy Mizwar dengan Mayjen TNI Purn. Sudrajat sebagai pasangan Ahmad Syaikhu nantinya.

“Gerindra dan PKS memiliki koalisi yang panjang. Mereka kan sekutu. Akhirnya biar dapat jatah Gerindranya, jadilah dengan Drajat. PKS, karena koalisi lama (dengan Gerindra) jadilah setuju. Jadi Drajat-Saikhu diusung Gerindra-PKS,” jelasnya.

[caption id="attachment_6921" align="alignleft" width="492"]

Zulkifli Hasan (Foto: Kompasiana.com)[/caption]

Ketua MPR ini juga menjelaskan, meskipun belum menentukan sikap, PAN masih menaruh hati kepada Demiz sebagai calon gubernur di Jabar. Karenanya, tidak menutup kemungkinan kali ini ia dan partainya akan meninggalkan teman koalisinya, yaitu Gerindra dan PKS dalam Pilkada Jabar 2018 nanti.

Jika melihat sikap Zulkifli Hasan, jelas bahwa meski sudah menyatakan diri berkoalisi untuk mengusung Sudrajat – Syaikhu, Gerindra dan PKS masih harus berusaha keras meyakinkan PAN dan Zulkifli agar bergabung dengan kedua parpol ini.

Apalagi, Zulkifli jelas-jelas menyatakan, “hatinya masih di Demiz”. Jika demikian realitas politiknya, sebenarnya pasangan Sudrajat – Syaikhu pun belum aman betul, seperti halnya Jenderal “Demiz” Nagabonar dan Ridwan Kamil yang masih jomblo.

Belum lagi, PDIP yang sampai tulisan ini dibuat, belum juga menentukan pasangan calon yang bakal diusung dalam Pilkada Jabar 2018 nanti. Apakah akan mengusung Irjen Polisi Anton Charliyan, mantan Kapolda Jabar? Atau ikut dukung Ridwan Kamil?

Tampaknya, PDIP akan menentukan sikapnya dalam detik-detik terakhir sebelum parpol ini mendaftarkan calonnya ke KPUD Jabar nanti, seperti ketika akhirnya mendukung Basuki Tjahaja Purnana alias Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Jika akhirnya PDIP mengusung Anton Charliyan, berarti jenderal yang bertarung dalam Pilkada Jabar 2018 nanti ada lima. Jenderal Sudrajat (bersama Jenderal Prabowo), Jenderal Demiz Nagabonar (bersama Jenderal SBY), dan Jenderal Anton.

***