Kasus penolakan sekaligus pemulangan paksa Abdul Somad oleh otoritas bandara Hong Kong semakin riuh. Heboh tak karuan. Ada yang berpikir itu skenario global dalam mendiskreditkan ulama. Ada pula yang menganggap Pemerintah Indonesia diam seribu bahasa atas kasus yang menimpa salah satu warga negaranya itu. Kalaupun bereaksi, jawaban yang disampaikan sungguh normatif belaka.
Sebagaimana diwartakan Republika, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia serta Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal sudah menjelaskan bahwa otoritas pemerintah Hong Kong berhak menentukan penerimaan atau penolakan terhadap warga negara asing yang masuk ke dalam negara tersebut.
"Sebenarnya keputusan menolak atau mengizinkan orang asing masuk ke suatu negara adalah hak berdaulat negara tersebut. Secara hukum tidak ada kewajiban negara tersebut menjelaskan alasannya," Iqbal saat dikonfirmasi Ahad, 24 Desember 2017.
Menurut Iqbal, semua negara memiliki hak untuk menolak, seperti Hong Kong menolak Abdul Somad. Iqbal memberi contoh bahwa Imigrasi Indonesia pun melakukan hal yang sama kepada warga negara asing yang hendak masuk ke wilayah NKRI.
"Dalam hal imigrasi kita kemudian menolak masuk orang tersebut, kita juga tidak berkewajiban menjelaskan alasannya karena itu adalah hak berdaulat kita. Insya Allah Ustad Somad dan jamaahnya bisa memahami hal itu," kata Iqbal lagi.
[caption id="attachment_6744" align="alignleft" width="530"] Bandara Internasional Hong Kong (Foto: Republika)[/caption]
Akan tetapi, penolakan 'kan perlu penjelasan lebih detil. Ya kalau mencurigakan, bolehlah seorang warga negara asing ditolak masuk. Tapi ini 'kan beda, yaitu Abdul Somad yang kena penolakan. Penceramah yang mau menceramahi orang Indonesia di Hongkong masih ditolak juga, ada apa? Tentu dia tidak bermaksud menceramahi komunitas lain di Hong Kong selain umat Islam.
Ustad Abdul Somad memang sedang ketiban apes. Bukannya ditologin, reaksi pemerintah lewat Iqbal malah itu biasa-biasa saja. Abdul Somad hanyalah dosen dan penceramah dengan gaya guyon yang berniat melakukan syiar Islam di sana untuk warga negara Indonesia yang bekerja sebagai TKI.
Untung ada MUI. Setidaknya masyarakat Indonesia masih ada pembela ulama. Salah satunya adalah Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Amirsyah Tambunan.
Amir menyesalkan ketidakadilan yang menimpa Abdul Somad. Kata dia, pihak bandara Internasional Hongkong, harus memberikan alasan yang jelas atas penolakan itu.
"Masalahnya tidak jelas alasan penolakan tersebut, bahkan mengada-ada," kata Amir sebagaimana diberitakan Tempo, Senin, 25 Desember 2017.
[irp posts="6684" name="Tiga Hal Yang Bisa Bikin Abdul Somad Geser Popularitas Zainuddin MZ"]
Pengakuan Amir, Abdul Somad memenuhi prosedur keimigrasian di Bandara Internasional Hong Kong. Jadi, dia menuntut pemerintah Hong Kong memberikan klarifikasi dengan alasan yang jelas.
Kalau Pemerintah Hong Kong tidak mau, kata Amir, peristiwa penolakan Abdul Somad bisa memperkeruh hubungan antara Indonesia dengan pemerintah Tiongkok.
Sanggupkah pemerintah Indonesia memaksa Hong Kong untuk menjelaskan penolakan dan pemulangan paksa Ustad Abdul Somad? Atau hal itu bukan merupakan urusan penting dan serius pemerintah sebab apa yang menimpa Ustad Abdul Somad sama seperti ribuan warga negara Indonesia yang ditolak masuk ke berbagai negara?
Mungkin itu yang menjadi pertimbangan pemerintah. Bereaksi berlebihan atas kasus yang menimpa ustad kondang asal Riau itu pun hanya akan "mengistimewakan" seorang warga negara, di saat ribuan bahkan warga negara Indonesia lainnya mengalami hal yang sama di luar negeri.
Masuk akal juga.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews