Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2018 menjadi ramai. Bukan karena permainan politik calon kepala daerah internal partai. Tetapi heboh karena menyinggung baju loreng yang berpolitik.
Munculnya politik loreng mengganggu benak semua orang. Terlebih mereka yang pernah mengalami kepemimpinan Orde Baru selama 32 tahun. Rasa takut akan kembali pada militer berpolitik.
Serentak ketakutan terhimpun dalam satu pertanyaan, apakah militer sudah tidak netral lagi?
Untuk menjawab pertanyaan ini. Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI memaparkan netralitas TNI. Pembaca Peps bisa melihatnya pada tautan ini.
Kodiklat TNI menjelaskan bahwa Netralitas TNI, merupakan amanah dalam pelaksanaan reformasi internal TNI sesuai Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Namun, sebelum berdebat. Kodiklat TNI menuliskan pengertian Netralitas. Katanya:
Netral adalah “Tidak berpihak, tidak ikut, atau tidak membantu salah satu pihak”. Sedangkan Netralitas TNI adalah “TNI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.”
Dalam menjaga netralitasnya. TNI telah memiliki aturan ketat dalam mengantisipasi kemungkinan politisasi prajurit. Surat Telegram Panglima TNI Nomor STR / 546 / 2006 tanggal 22 Agustus 2006 menjelaskan bahwa “Prajurit TNI yang akan mengikuti Pemilu dan Pilkada harus membuat pernyataan mengundurkan diri dari dinas aktif (pensiun) sebelum tahap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.”
Wakil Komandan Polisi Militer (POM) TNI, Laksamana Pertama Totok Budi Santoso, kembali menegaskan Netralitas TNI kepada peserta focus group discussion (FGD) draf Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI (Polri), dan aparatur sipil negara (ASN) di Serpong, 20 Desember 2017.
[irp posts="6405" name="Pembatalan Mutasi TNI: Kalau Bukan Politis, Apa Lagi?"]
Katanya kepada peserta, bahwa Ketetapan (TAP) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No.7/2000 dan Undang-Undang (UU) No.34/2004 sudah jelas menjaga Netralitas TNI.
“Di situ ditegaskan bahwa personil TNI tidak punya hak pilih, tidak boleh terlibat dalam politik praktis,” kata dia.
Dalam hal ini, Laksanama Totok mencontohkan beberapa larangan bagi prajurit TNI, yaitu:
“Tidak ikut berkampanye, tidak membantu salah satu kandidat, tidak menjadi tim sukses atau juru kampanye, tidak memobilisasi organisasi masyarakat (ormas), tidak menyambut atau mengantar kandidat, dan dilarang mempengaruhi dan mengarahkan keluarganya untuk memilih salah satu kandidat,” kata dia seperti yang dicatat oleh rumahpemilu.org.
Bukan hanya itu, Laksamana Pertama Totok Budi Santoso memperlihatkan Buku Saku Netralitas TNI. Sebuah buku sakti bagi para prajurit TNI. Mahu tahu apa saja yang dilarang?
Berikut larangan bagi Prajurit TNI selama proses penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.
Prajurit dilarang untuk
Laksamana Pertama Totok Budi Santoso siap memmerintahkan kepada bawahannya untuk peduli dan aktif. Dalam hal penegakan Netralitas TNI. “Jika melihat prajurit tidak netral, laporkan saja ke POM dan tembuskan kepada POM TNI,” kata dia.
[irp posts="5864" name="Menang Pilkada di Jawa, Bisa Menang Pemilu 2019?"]
Oleh sebab itu, bagi masyarakat yang melhat bahwa ada prajurit yang tidak netral atau melanggar Buku Saku Netralitas TNI. “laporkan saja” kata Totok. Hanya melapor kan tidak susah.
Masalahnya, siapa yang berani melaporkan prajurit TNI? Ini yang tidak bisa dijawab oleh Totok ketika kontributor Peps menanyakan “apakah ada jaminan perlindungan bagi pelapor?”. Totok hanya menegaskan kembali, “silahkan lapor”. Hanya itu, tidak lebih.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto harusnya menyesuaikan pemikiran, perkataan dan perbuatan. Menjaga Netralitas TNI wajib dengan bentuk teknis perlindungan hukum bagi pelapor. Jangan sampai ada laporan. Esoknya si pelapor bonyok atau bengkak-bengkak.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews