Ujian Netralitas TNI dalam Demokrasi adalah Pilkada, Pemilu dan Pilpres

Minggu, 24 Desember 2017 | 09:22 WIB
0
556
Ujian Netralitas TNI dalam Demokrasi adalah Pilkada, Pemilu dan Pilpres

Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2018 menjadi ramai. Bukan karena permainan politik calon kepala daerah internal partai. Tetapi heboh karena menyinggung baju loreng yang berpolitik.

Munculnya politik loreng mengganggu benak semua orang. Terlebih mereka yang pernah mengalami kepemimpinan Orde Baru selama 32 tahun. Rasa takut akan kembali pada militer berpolitik.

Serentak ketakutan terhimpun dalam satu pertanyaan, apakah militer sudah tidak netral lagi?

Untuk menjawab pertanyaan ini. Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI memaparkan netralitas TNI. Pembaca Peps bisa melihatnya pada tautan ini.

Kodiklat TNI menjelaskan bahwa Netralitas TNI, merupakan amanah dalam pelaksanaan reformasi internal TNI sesuai Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Namun, sebelum berdebat. Kodiklat TNI menuliskan pengertian Netralitas. Katanya:

Netral adalah “Tidak berpihak, tidak ikut, atau tidak membantu salah satu pihak”. Sedangkan Netralitas TNI adalah  “TNI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.”

Dalam menjaga netralitasnya. TNI telah memiliki aturan ketat dalam mengantisipasi kemungkinan politisasi prajurit. Surat Telegram Panglima TNI Nomor STR / 546 / 2006 tanggal 22 Agustus 2006 menjelaskan bahwa “Prajurit TNI yang akan mengikuti Pemilu dan Pilkada harus membuat pernyataan mengundurkan diri dari dinas aktif (pensiun) sebelum tahap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.”

Wakil Komandan Polisi Militer (POM) TNI, Laksamana Pertama Totok Budi Santoso, kembali menegaskan Netralitas TNI kepada peserta focus group discussion (FGD) draf Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI (Polri), dan aparatur sipil negara (ASN) di Serpong, 20 Desember 2017.

[irp posts="6405" name="Pembatalan Mutasi TNI: Kalau Bukan Politis, Apa Lagi?"]

Katanya kepada peserta, bahwa Ketetapan (TAP) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No.7/2000 dan Undang-Undang (UU) No.34/2004 sudah jelas menjaga Netralitas TNI.

“Di situ ditegaskan bahwa personil TNI tidak punya hak pilih, tidak boleh terlibat dalam politik praktis,” kata dia.

Dalam hal ini, Laksanama Totok mencontohkan beberapa larangan bagi prajurit TNI, yaitu:

“Tidak ikut berkampanye, tidak membantu salah satu kandidat, tidak menjadi tim sukses atau juru kampanye, tidak memobilisasi organisasi masyarakat (ormas), tidak menyambut atau mengantar kandidat, dan dilarang mempengaruhi dan mengarahkan keluarganya untuk memilih salah satu kandidat,” kata dia seperti yang dicatat oleh rumahpemilu.org.

Bukan hanya itu, Laksamana Pertama Totok Budi Santoso memperlihatkan Buku Saku Netralitas TNI. Sebuah buku sakti bagi para prajurit TNI. Mahu tahu apa saja yang dilarang?

Berikut larangan bagi Prajurit TNI selama proses penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.

Prajurit dilarang untuk

 

 

  • Memberi komentar, penilaian, mendiskusikan, pengarahan apapun berkaitan dengan kontestan Pemilu dan Pilkada kepada keluarga atau masyarakat.

 

 

  • Secara perorangan/fasilitas berada di arena tempat penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.

 

 

  • Menyimpan dan menempel dokumen, atribut, benda lain yang menggambarkan identitas peserta Pemilu dan Pilkada di instansi dan peralatan milik TNI.

 

 

  • Berada di arena Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pelaksanaan pemungutan suara.

 

 

  • Secara perorangan/satuan/fasilitas/instansi terlibat pada kegiatan Pemilu dan Pilkada dalam bentuk berkampanye untuk mensukseskan kandidat tertentu/kontestan termasuk memberi bantuan dalam bentuk apapun di luar tugas dan fungsi TNI.

 

 

  • Melakukan tindakan dan atau pernyataan apapun yang dilakukan secara resmi yang bertujuan atau bersifat mempengaruhi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

 

 

  • Secara perorangan/satuan/fasilitas/instansi menyambut dan mengantar peserta kontestan.

 

 

  • Menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), Panitia Pemilih, Panitia Pendaftar Pemilih, peserta dan atau juru kampanye.

 

 

  • Terlibat dan ikut campur dalam menentukan menetapkan peserta Pemilu baik perorangan atau kelompok partai.

 

 

  • Memobilisasi organisasi sosial, agama dan ekonomi untuk kepentingan Parpol atau calon tertentu.

 

 

  • Tidak melakukan tindakan dan atau membuat pernyataan apapun yang bersifat mempengaruhi keputusan KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih).

 

 

Laksamana Pertama Totok Budi Santoso siap memmerintahkan kepada bawahannya untuk peduli dan aktif. Dalam hal penegakan Netralitas TNI. “Jika melihat prajurit tidak netral, laporkan saja ke POM dan tembuskan kepada POM TNI,” kata dia.

[irp posts="5864" name="Menang Pilkada di Jawa, Bisa Menang Pemilu 2019?"]

Oleh sebab itu, bagi masyarakat yang melhat bahwa ada prajurit yang tidak netral atau melanggar Buku Saku Netralitas TNI. “laporkan saja” kata Totok. Hanya melapor kan tidak susah.

Masalahnya, siapa yang berani melaporkan prajurit TNI? Ini yang tidak bisa dijawab oleh Totok ketika kontributor Peps menanyakan “apakah ada jaminan perlindungan bagi pelapor?”. Totok hanya menegaskan kembali, “silahkan lapor”. Hanya itu, tidak lebih.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto harusnya menyesuaikan pemikiran, perkataan dan perbuatan. Menjaga Netralitas TNI wajib dengan bentuk teknis perlindungan hukum bagi pelapor. Jangan sampai ada laporan. Esoknya si pelapor bonyok atau bengkak-bengkak.

***