Sudah Waktunya Indonesia Pimpin Rombak Anggota Tetap DK PBB

Sabtu, 23 Desember 2017 | 17:58 WIB
0
1122
Sudah Waktunya Indonesia Pimpin Rombak Anggota Tetap DK PBB

Seorang teman saya setelah melihat tivi tentang hasil voting di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menolak Jerusalem dijadikan ibukota Israel sebagaimana dinyatakan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS), ia bersorak gembira dan mengungkapkan rasa senangnya, karena menurutnya setelah Israel merdeka tahun 1948, penduduk Palestina pun akan merdeka setelah voting itu.

Saya tidak hendak menghentikan luapan gembiranya dan membiarkan saja ia sesaat meluapkan rasa gembiranya, persis sama halnya dengan penduduk dunia lainnya. Tetapi suatu malam ketika sedang melihat tivi, ia bertanya kepada saya, kok masih ada unjuk rasa?

Di sinilah saya menjelaskan, keputusan di Sidang Umum PBB itu tidak mengikat. Kecuali jika yang memutuskan Dewan Keamanan PBB, maka secara hukum, ini sudah mengikat dari segi hukum internasional, dan setiap negara harus menghentikan klaimnya bahwa Jerusalem adalah ibukota Israel, makanya di tivi pergolakan di Jerusalem antara penduduk Palestina dan pasukan Israel tarus terjadi.

[irp posts="4850" name="Di Antara Soekarno dan Jokowi"]

Sebelumnya masyarakat dunia berharap bahwa sebelum dilakukan di Sidang Umum PBB, kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah bertemu. Tetapi AS memvetonya. Inilah sekaligus kelemahan dari badan dunia tersebut. Jika ada di antara lima anggota tetap, kepentinggannya di dunia ini diganggu, maka di antara kelima negara itu pasti akan memveto resolusi yang akan dikeluarkan, sehingga tidak jadi dikeluarkan.

Kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu, adalah AS, Rusia (sebelumnya bernama Uni Soviet), Republik Rakyat China (RRC) yang sejak tahun 1971 menggantikan Republik Tiongkok, Inggeris dan Perancis.

Sepertinya masuknya RRC menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB sudah dilontarkan Presiden RI Soekarno ketika berpidato di PBB pada 30 September 1960. Waktu itu pidato Presiden Soekarno mengguncang dunia, karena ia menentang Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet (sekarang Rusia).

Pidato yang dibacakan setebal 70 halaman itu yang diberi judul : "Membangun Dunia Baru," mengusulkan agar RRC bisa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Bahkan minta Pancasila dapat dimasukkan dalam Piagam PBB. Lebih dari itu, markas PBB hendaknya jangan di negara anggota tetap untuk menjaga kenetralan badan dunia itu. Memang mana mungkin, waktu itu terjadi Perang Dingin. tetapi markas PBB ada di AS (New York). Presiden Soekarno minta agar dipindahkan saja ke Asia, Afrika atau Jenewa.

[irp posts="2363" name="Kita dan Ramalan Soekarno"]

Pidato Presiden Soekarno itu memperoleh sambutan hangat dari masyarakat internasional dan media internasional waktu itu, seperti "New York Times, "Associated Press,Reuters," dan media lain mengutip pidato Presiden RI tersebut.

Di masa Presiden Soekarno masih hidup PBB seakan-akan tidak mendengar apa yang disarankan atau diusulkan Presiden Soekarno tersebut. Setelah beliau wafat, pidato Presiden Soekarno tentang usul RRC menjadi anggota tetap Dewan Keamanan diterima PBB.

Sekarang hak veto yang didominir lima anggota tetap sebagai negara pemenang Perang Dunia II mulai dipertimbangkan anggota PBB dengan melihat divetonya resolusi kecaman terhadap Donald Trump yang menjadikan Jerusalem sebagai ibukota Israel.

Juga di Indonesia, di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), istilah Gotong Royong semakin keras didengungkan. Juga sikap Presiden Soekarno memperjuangkan masalah kemerdekaan Palestina tetap dipertahankan dan akan terus dipertahankan hingga rakyat Palestina merdeka secara "de facto," dan "de jure," terwujud, tidak hanya "de facto" saja seperti sekarang.

***