Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, seorang pemimpin yang reaktif.
Setelah kasus Bansos untuk Ormas, sekarang soal dana untuk Parpol. Ia tampak sedang borong besar-besaran. Katanya, karena anggaran DKI Jakarta besar. Iyalah. Semua cagub Jakarta tahu soal itu. Jangan kura-kura dalam tahu kotak, yang digoreng mendadak.
Kita tahu, tahun ini Pemda DKI berada di urutan 22 dalam Indeks Demokrasi Indonesia, setelah tahun-tahun sebelumnya selalu di atas. Dan Anies, juga Sandi, tampaknya sedang direpotkan persoalan memulihkan citra. Namun senyampang itu, pernyataan-pernyataan Anies sangat reaktif. Memang tak enak, ketika espekstasi publik tinggi, sementara popularitas dan kepercayaannya tak bisa melampaui Ahok (sekalipun sudah dipenjarakan).
[irp posts="5104" name="Elektabilitas Meroket, Anies Baswedan Punya Posisi Tawar Tinggi"]
Berkait dengan kedatangannya dalam reuni Alumni 212 di Monas 2 desember 2017 lalu, Anies juga memberi pernyataan bernada reaktif; Baginya masalah kebhinekaan adalah hal biasa. Meski di sisi lain ia mengajak masyarakat melihat kebhinekaan sebagai dasar berbangsa, namun pernyataannya soal kebhinekaan, menunjukkan ia sedang menafikan, atau setidaknya me-negasi, fakta sosial yang ada. Mirip omongan Fahri di ILC lalu soal reuni Alumni 212.
Bisa jadi ia sedang me-negasi apa yang dinyatakan Presiden pada peringatan Maulid Nabi di Istana Bogor (bahwa kita mesti mensyukuri kebhinekaan bangsa sebagai sesuatu yang penting). Sementara menurut Anies, itu biasa saja. Artinya, pernyataan Presiden tidak penting, karena lebih penting pernyataannya.
Negasi itu persis gaya retorika Fahri, bagaimana mereduksi kompetitor, untuk mengatakan sudut pandangnya lebih baik. Padahal, perspektif pribadi pejabat publik, bukan ukuran dalam menilai realitas sosial.
Mengapa komentar-komentarnya sering berisi negasi? Karena ia sedang bereaksi. Ada problem psikologi politik pada dirinya. Celakanya, cara berpikir dan bicara reaktif itu termanifestasikan dalam keputusan-keputusannya.
Itu semua menunjukkan tujuan bawah sadar yang sama, dan yang sebenarnya. Me-negasi atau mereduksi kompetiror adalah pilihannya. Mereka yang belajar retorika, ingin asal ngomong tapi terlihat santun, bisa belajar pada Anies. Dalam hal ini, Fahri masih kalah ahli, lebih-lebih Fadli, yang kurang begitu ahli. Karena kadang masih culun.
Jika kelak ia hendak belanja di tahun 2019, logikanya mulai sekarang memang harus membeli banyak. Kalau perlu borong habis. Toh duit DKI banyak.
Pandirnya Ahok saja, tak mau berkompromi dengan DPRD.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews