Upaya Agar Pendidikan Politik Tak Lagi Dianggap Buang Angin

Jumat, 8 Desember 2017 | 11:00 WIB
0
371
Upaya Agar Pendidikan Politik Tak Lagi Dianggap Buang Angin

Partai politik seharusnya mendidikan para kader. Karena dengan perkaderanlah, partai politik mendapatkan tulang punggung. Kader muncul karena tempaan dan bimbingan. Bukan karena comotan atau rekomendasi elit.

Namun, pendidikan politik tetap saja bagaikan buang angin, tercium baunya tapi wujudnya tak nampak. Padahal, politisi tua bertambah tua, sedangkan pemuda masih sulit memainkan peran. Sehingga, pendidikan politik pun seakan tidak wajib. Hanya menjalankan program rutin saja. Targetnya pun tidak jelas. Antara ada dan tiada.

Yayasan Satu Nama, non Goverment Organitation (NGO) yang berkedudukan di Yogyakarta pun melihat peluang ini. Dengan tujuan mulia membentuk politisi muda yang peduli akan kehidupan bangsa. Yayasan Satu Nama menyelenggarakan ‘Sekolah Politisi Muda’.

Program ini sudah berjalan sejak tahun 2015 sampai 2017. Sudah tiga angkatan yang mengikuti Sekolah Politisi Muda. Total keseluruhan peserta didik berjumlah 74 orang yang terdiri dari 8 partai politik.

“Partai pendukung Sekolah Pendidikan Politik antara lain Nasdem, Gerindra, Demokrat, PPP, PKB, PDI Perjuangan, Golkar dan PAN,” kata Insan Kamil saat wisuda angkatan ketiga, di Millenium Hotel, Tanah Abang, Jakarta, Kamis, 7 Desember 2017.

[irp posts="5316" name="Hegemoni Administrasi Pendidikan Penghalang Proses Keilmuan"]

Namun, dari 74 peserta, hanya 47 orang yang lulus. “Sisanya gugur,” kata Kepala Sekolah ini. Insan Kamil mengatakan alasan gugur karena tidak mengikuti seluruh rangkaian sekolah. “Ada juga karena tidak mengerjakan tugas atau memutuskan untuk mundur” kata dia.

Dari seluruh tingkatan, Insan mengatakan bahwa Sekolah Politisi Muda serius. Siapa yang mengikuti dengan keteguhan, dialah yang lulus dan diwisuda. Menurut data Yayasan Satu Nama, angkatan pertama pada tahun 2015 diikuti oleh 23 peserta. “Tapi hanya 17 yang lulus,” kata Insan.

Tidak berhenti di situ. Demi menjaga proses berkelanjutan, angkatan kedua Sekolah Politisi Muda tahun 2016 pun menerima peserta didik. Mereka yang mengikuti berjumlah 22 orang. “Namun hanya 10 yang wisuda,” kata Kepala Sekolah berkaca mata ini.

Tahun ini (2017), Sekolah Politisi Muda menerima 29 peserta didik. Seperti angkatan satu dan dua, peserta yang sampai ketahapan wisuda hanya 20 orang.

Insan mengatakan bahwa peserta didik tahun ini berasal dari DPW Partai Nasdem Jawa Timur, DPD Partai Gerindra Jawa Barat, DPW PKB Jawa Tengah, DPW Partai NasDem Jawa Tengah, DPW PKB Jawa Barat, DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, DPW PKB Jawa Tengah, DPD Partai Nasdem Kota Makassar, DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan, DPD Partai Gerindra Lampung, dan DPD PDI Perjuangan Lampung.

Melihat catatan Sekolah Politisi Muda, jelas bahwa partai politik belum percaya dengan pendidikan politik. Bahkan untuk peningkatan sumber daya manusia kadernya sendiri. Hal ini yang menjadi keresahan bersama semua pihak. Bagaimana bisa kita percaya kepada calon pemimpin dan wakil rakyat, sedangkan dia belum pernah mengikuti pendidikan dan pengabdian politik?

[irp posts="5125" name="Persiapan MPR Memasuki Tahun Politik, Apa Yang Dilakukan?"]

Oleh karena itu, Sekolah Politisi Muda mendapat tempat dalam teori bisnis. Selama ada partai politik. Maka selama itu, ada calon peserta pendidikan politik. Tinggal meminta penegasan dari Ketua Umum Partai Politik. Maka, muncul bisnis pendidikan politik.

Bisnis pendidikan politik ini menggunakan pihak ketiga. Bisa saja Yayasan Satu Nama. Bisa juga lembaga lain dengan tingkat kepercayaan mampu menjalankan program. Jadi, Ketum Partai Politik mengirimkan peserta beserta surat tugas ‘wajib”. Surat ini menjadi pegangan agar peserta fokus. Sedangkan pendanaannya berasal dari dana bantuan keuangan partai politik.

Target bisnis pendidikan politik adalah peserta menjadi kader partai dengan memahami perjuangan partai politik. Lalu, partai politik mendapatkan kader yang bisa menjalankan teknis organisasi. Terakhir, ada dana yang bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

Yayasan Satu Nama memang berjuang dengan cita-cita mulia. Tapi, bila partai politik bisa membaca pentingnya mengamankan keuangan. Tapi untung dalam hal kewajiban menjalankan fungsi partai politik dalam melaksanakan pendidikan politik. Maka bisnis pendidikan politik adalah salah satu solusi terbaik.

***