Singkong seharga Rp25.000 itu telah mengantarkan La Gode, tertuduh mencuri lima kilogram singkong parut, ke alam kubur. Tapi perjuangan untuk menuntut kebenaran atas kematian yang dianggap tidak wajar terus berlanjut. Menurut berita di media, La Gode ditemukan tewas di pos Satgas TNI di Pulau Taliabu, Maluku Utara, Selasa 24 November 2017. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pun bereaksi.
La Gode yang meninggal dunia secara tidak wajar lalu orang dekat dan keluarha yang peduli menuntut keadilan. Atas dasar perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maromoi, Maluku Utara, terus memperjuangkan keselamatan keluarga La Gode.
Koordinator Kontras Yati Andriani kepada Kompas.com, Selasa, 28 November 2017 menduga, La Gode korban penyiksaan yang dilakukan oleh oknum aparat hingga tewas.
Sementara peneliti dari LSM yang sama, Falis Aga Triatama mengatakan TNI masih terkesan melindungi anggotanya yang diduga melakukan tindakan kekerasan yang berujung pada kematian La Gode. “Kami menuntut siapa pun pelakunya dibawa ke proses hukum,” kata Falis sebagaimana diberitakan Tempo.co, Jumat 1 Desember 2017.
[caption id="attachment_5085" align="alignleft" width="566"] Jenazah La Gode saat di vidum (Foto: Tirto.id)[/caption]
La Gode adalah satu di antara warga negara Indonesia yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah. Nasib naas ini perlu dikaji lebih mendalam. Kenapa ada tuduhan mencuri? Kenapa La Gode ditangkap? Bagaimana cara menangkap La Gode? Bagaimana para penangkap menanyai La Gode selama empat hari? Kenapa La Gode mati dikeroyok? Kenapa tubuhnya penuh luka?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu menjadi beban bagi nstitusi TNI, khususnya Panglima TNI. Tidak bisa Panglima Gatot Nurmantyo menepis tanggung jawab atas tindakan pasukan sehingga kematian La Gode menjadi pijakan untuk memperbaharui sisi kemanusiaan dalam darah penegak hukum.
Apakah La Gode seorang teroris? Tidak, La Gode hanya tertuduh mencuri singkong seharga Rp25.000. Jika benar dia mencuri, toh hasil curian hanya seharga 25.000. Apakah La Gode sanggup melawan orang yang menangkapnya? Tidak! Dia hanya warga negara biasa. Apakah La Gode sanggup melawan orang yang mengeroyok? Tidak! Dia hanya sendirian.
Cobaan bagi Panglima
Sebelum pensiun, ternyata Panglima TNI mendapatkan ujian. Demi menegakkan kebenaran dan keadilan, Panglima TNI Gatot Nurmantyo wajib menyelesaikan kasus meninggalnya La Gode.
TNI adalah alat negara untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, Panglima TNI tentu paham, bahwa penggunaan kekuatan terhadap warga negara sangat dilarang. Terlebih bila benar La Gode meninggal akibat ‘keroyokan oknum TNI’.
Demi menjaga marwah TNI, Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengirimkan anggota Detasemen Polisi Militer (Denpom). Mereka dibantu kepolisian. Tugasnya adalah menyelidiki laporan adanya dugaan pemukulan terhadap warga hingga tewas oleh anggota TNI. Pemukulan ini terjadi kepada La Gode, warga Desa Lade di Pulau Taliabu, Maluku Utara.
"Saya belum bisa kasih keterangan karena saya sedang mengirimkan POM sama kepolisian di sana," kata Gatot di Istana Bogor, Kamis pekn lalu.
Akan tetapi, upaya pencari fakta dan kebenaran terhambat. Panglima Gatot mengatakan, Pulau Taliabu cukup jauh dari dermaga dan Kota Maluku Utara. Karena jarak tersebut, maka jarang kapal yang bersandar. Kapal yang biasa mengantarkan masyarakat setempat ke pulau tersebut baru ada pada Senin.
"Untuk sampai ke pulau tersebut dan kapal baru ada hari senin. Ya memang jadwal kapalnya seperti itu," ujar Gatot sebagaimana dikutip Kompas.com.
TNI memiliki perangkat tempur yang memadai. Panglima TNI bisa saja memberangkatkan tim dengan helikopter atau pesawat kecil. Lalu, dengan bantuan penerjun payung terbaik, anggota tim bisa sampai sejak Panglima TNI memerintahkan berangkat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews