Kekuasaan Dewan Pengurus Pusat Partai Politik memang tidak terbatas. Apapun perintah DPP, semua pengurus wilayah, daerah dan anggota wajib tunduk dan patuh. Jika tidak berkenan. Silahkan minggat atau menerima "surat cinta" pemecatan.
Masalah pemecatan status keanggotaan yang terbaru menimpa Emil Dardak. Bupati Trenggalek ini harus ikhlas menerima pemecatan. Alasannya sederhana, Emil maju sebagai wakil Khofifah Indar Parawansa dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
"Intinya kami harus saling menghormati apa yang menjadi pilihan masing-masing. Saya pun menghormati pilihan politik dan langkah yang dipilih oleh Sekjen (PDIP)," kata Emil, Jumat 24 November 2017 seperti diberitakan Kompas.com.
[irp posts="4526" name="Khofifah Terancam Batal Bertarung Setelah Gandeng Emil Dardak"]
Berbeda sikap dan pandangan dengan DPP itu haram. Dosa besar bila melawan kebijakan DPP. Meskipun Emil memiliki hak konstitusional, yaitu hak untuk dipilih dan memilih, hak yang diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, namun dalam teknis pelaksanaan seorang anggota hanya bisa mendapatkan hak untuk ‘dipilih’ dengan restu DPP.
Pernyataan PDI-P yang telah memecat Emil diungkapkan Hasto Kristiyanto, Sekjen partai. Pemecatan dilakukan setelah Emil bersedia mendampingi Khofifah dalam Pilkada Jatim 2018.
Semua terjadi karena PDIP sudah memproklamirkan dukungan kepada pasangan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
"Ketika seorang maju dari partai lain dengan ambisi pribadi dan mungkin karena sebuah mimpi-mimpi mendapatkan kekuasaan yang lebih tinggi, partai mengambil sikap tegas, memberikan sanksi pemecatan," ujar Hasto Kristiyanto di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis, 23 November 2017 sebagaimana diberitakan media yang sama.
Ruang pembelaan
Pemecatan terhadap anggota partai bukan berarti kejam, sebab berpolitik juga mengenal kepatuhan organisasi. Siapa yang tidak patuh harus mundur atau malah kena pecat. Namun, seorang anggota sebenarnya memiliki hak untuk menjawab semua pertanyaan DPP, setidaknya memiliki ruang pembelaan dalam persoalan saat bersengeketa dengan DPP.
Kalau tidak ada ruang pembelaan, nasib Emil akan sama dengan Ahmad Doli Kurnia yang dipecat oleh Golkar. DPP Golkar memecat Doli karena melawan Setya Novanto. Sebelumnya, ada kasus pemecatan terhadap banyak anggota di berbagai partai. Semuanya sama, dalil melawan DPP.
[irp posts="4561" name="Kena Rayuan Demokrat Dampingi Khofifah, Emil Dardak Dipecat PDIP"]
Padahal negara Indonesia sesuai konstitusi adalah Negara Hukum. Hukum sebagai dasar kehidupan bernegara dan berbangsa jelas termuat dalam norma pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Jika begitu, seperti apa kepatuhan terhadap proses hukum dalam politik? Dalam kasus sengketa internal partai politik. harus berpijak kepada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Bunyi normanya sebagi berikut :
“Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik”.
Apa saja kewenangan Mahkamah Partai Politik? Dalam penjelasan Pasal 32 ayat (2) UU Parpol dinyatakan dengan jelas, bahwa mahkamah berwenang menyelesaikan masalah:
Sehinga jelas bahwa, PDIP tidak bisa seenaknya saja memecat anggota. Begitu juga dengan kasus Golkar memecat Doli. Atau kasus PKS yang berhadap-hadapan dengan Fahri Hamzah. Dan banyak kasus pemecatan lainnya.
Emil seharusnya melakukan tindakan perlawanan dengan mengirimkan permohonan sidang terhadap Mahkamah Partai PDIP. Alasannya adalah putusan PDIP yang memecat Emil. Dengan demikian, Mahkamah Partai akan bersidang. Saat itu, DPP dan Emil saling memberikan alasan dan pembelaan masing-masing.
Apabila putusan Mahkamah Partai tetap berpihak kepada putusan DPP PDIP. Tidak masalah bagi Emil. Yang pasti, sebagai negara hukum, hak membela diri harus diakomodir oleh partai politik. Setidaknya, kita akan mengetahui bahwa partai pun tertib hukum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews