Saya suka warna. Suka warna-warni. Sejak masa kanak-kanak, saya sering mengagumi pelangi yang dalam istilah bahasa kanak-kanak kami di sebuah desa kecil di Tasikmalaya disebut "katumbiri". Katumbiri nutug leuwi, demikian kami menyebutnya, berarti pelangi yang menukik ke sebuah sungai.
Pelangi yang warni-warni itu dalam bayangan kanak-kanak kami adalah perwujudan tujuh bidadari cantik yang sedang mandi di sungai. Demikian legenda itu merasuk benak sehingga saya anggap sebagai kebenaran.
Di Kota Malang juga ada "pelangi" lain, tepatnya di Kampung Warna Warni Jodipan. Bukan "7 bidadari" yang sedang mandi di sungai, tetapi "15 bidadari" mewakili 15 warna cat di kampung tersebut yang menghiasi perkampungan di bantara kali Brantas itu.
Kini, kampung itu menjadi "icon" baru wisata Kota Malang. Tidak jauh dari pusat kota, dengan melihatnya dari atas jembatan di mana kendaraan lalu-lalang, pandangan mata bisa menikmati sekitar 90 rumah penduduk yang terbelah sungai Brantas dengan 15 warna cat "full colour".
Ke Kampung Juanda, Ke Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang tempat di mana Kampung Warna Warni berada, tidak akan terpuaskan jika hanya memandang dari atas jembatan.
Dengan Rp2.000 (dua ribu rupiah) per orang, saya dan keluarga, juga teman-teman yang ikut serta, bisa langsung masuk ke kampung yang benar-benar penuh warna itu (silakan nikmati hasil foto saya di tulisan ini), mulai dari tangga, tembok, bahkan genting rumah.
"Tiket masuk" Rp2.000 itu menurut penjaganya, dua orang ibu-ibu penduduk di sana, untuk mengecat kembali rumah atau tembok yang sudah "belel" tersengat matahari.
Kampung Warna-Warni di Kelurahan Jodipan ini hadir atas prakarsa seorang mahasiswa bernama Nabila Virdausiyah di mana, menurut penduduk, kreativitas itu dieksekusi tujuh bulan lalu (dari saat saya berkunjung ke Jodipan pertengahan Februari 2017 lalu). Karena mendapat tugas dari dosen Public Relations, Nabila bersama tujuh rekan satu kelompoknya yang diberi nama Guys Pro-lah memulai ide mengecat kampung kumuh di bantaran kali Brantas itu menjadi warna-warni.
Kebetulan pula, kreativitas Nabila cum suis yang merupakan mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini didukung produsen cat di Malang, Indana Paint, yang menyediakan dua ton cat untuk menghiasi kampung kumuh itu menjadi pemukiman yang unik dan enak dipandang mata.
Lewat proyek yang dinamai "Decofresh Warnai Jodipan", maka mulailah 10 orang tukang cat mewarnai 90 rumah di areal yang kemudian dinamakan Kampung Warna Warni itu. Decofresh adalah salah satu produk dari produsen Indana Paint itu.
Bagi saya, ide sederhana mahasiswa UMM ini sangat brilian, sebab melebihi "PR" (Public Relations) itu sendiri. Saking terkesannya, saya langsung pasang Facebook Live Streaming dan menyiarlangsungkan keberadaan saya dan keluarga di Jodipan yang penuh warna ini kepada teman-teman Facebook saya.
Bagi mahasiswi UMM itu, ini bukan semata-mata mengenalkan Jodipan sebagai salah satu kelurahan di sana, melainkan Kota Malang terangkat dengan sendirinya. Sekarang, ke Malang tanpa berkunjung ke Jodipan ibarat menikmati sayur tanpa garam. Ini kampung yang keren, yang dengan kreativitas segelintir mahasiswa kreatif telah mengharumkan Kota Malang sebagai destinasi wisata di Jawa Timur.
Ayo ke Jodipan!
***
Catatan: Tulisan pernah ditayangkan di Selasar.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews