Polri menegaskan akan mengejar dalang di balik kasus buku "Jokowi Undercover” yang ditulis oleh oknum tersangka Bambang Tri Mulyono. Penulisnya sendiri, kini sudah ditahan pihak kepolisian atas tuduhan menyebarkan fitnah dan kebencian.
Niat dan tekat Polri sangat mulia sekali, perlu didukung oleh seluruh rakyat. Agar kasus ini dapat membuka “misteri” tentang kebenaran apakah Jokowi benar sebagaimana yang ditulis dalam buku itu.
Ihwal soal aktor utama di balik kasus “Jokowi Undercover”, tentu menjadi teka-teki. Disinyalir bisa berasal dari lingkaran Istana atau pihak yang kecewa lantaran merasa dikhianati oleh Jokowi. Bisa juga dalang di balik penulisan buku itu adalah cukong , elite partai, intelijen, relawan Jokowi, pejabat terkait, kerabat dekat, sahabat dll. Polisi tentu punya kemampuan untuk melacak semua ini.
Tentang mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Hendropriyono, menarik untuk disoroti. Sebab tersangkut dalam pengaduan perkara “Jokowi Undercover”. Selain Michael Bimo, Polisi menyebutkan bahwa Hendropriyono pada tanggal 21 Desember 2016 ikut melaporkan Bambang ke Mabes Polri. Orang dekat Presiden Jokowi itu merasa nama baiknya dicemarkan.
Hendropriyono telah lama hilang dari pemberitaan media massa. Seiring dengan gagalnya proyek mobil nasional dan disinyalir berujung pecah kongsi politik dengan Istana. Selain Hendropriyono, salah satu tokoh berpengaruh di lingkaran Jokowi adalah mantan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan. Dalam kasus “Jokowi Undercocer” yang bersangkutan cenderung bungkam.
Begitu pula mantan Kepala BIN, Jenderal (Purn) Sutiyoso. Serupa dengan sikap Luhut Panjaitan, sama-sama memilih diam dan tampaknya tidak tertarik untuk terlibat membicarakan isu panas “Jokowi Undercover”.
Di luar Istana, sorotan publik tertuju pada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Tapi mustahil kedua tokoh tersebut bertindak konyol untuk menjadi dalang.
Lantas siapa sebenarnya aktor paling berpengaruh yang berada di balik drama politik “Jokowi Undercover” yang kini menjadi fenomenal dan spektakuler?
Tidak perlu untuk saling melempar kecurigaan dan fitnah, sebab secara substansi bukan soal dalang. Namun publik menghendaki Polri bertindak lebih transparan untuk membuktikan bahwa Jokowi bukanlah sebagaimana yang dituduhkan dalam buku Bambang Tri Mulyono tersebut.
Salah satu solusi untuk meyakinkan rakyat adalah merujuk pada pendapat Ketua Komnas HAM Natalius Pigai. Menurutnya negara sejatinya perlu membantu memulihkan citra Jokowi dan keluarganya dengan membentuk tim independen.
Tim tersebut terdiri dari berbagai pihak guna melakukan penyelidikan ilmiah (scientific investigation) melalui tes DNA maupun pendekatan investigasi intelijen. Dan hasilnya diumumkan ke publik secara resmi.
”Di negara-negara maju proses penyelidikan semacam ini terhadap seorang presiden atau pemimpin negara adalah hal yang lazim dan bukan luar biasa,” ujar Natalius.
Terkait usulan Komnas HAM, menurut saya sangat tepat bila tim dimaksud dipimpin oleh Jenderal (Purn) TNI AD Hendropriyono. Sebab Hendropriyono memiliki pengalaman intelijen serta menjadi orang dekat Presiden Jokowi. Sehingga lebih mudah untuk membongkar misteri di balik buku “Jokowi Undercover”.
Kepolisian sendiri menilai, Bambang Tri Mulyono bekerja tidak sendirian alias ada pihak ketiga sebagai penyokong selain karena buku itu ditulis cukup tebal, yakni lebih dari 400 halaman dengan harga Rp40.000.
Selain itu polisi ragu terhadap kemampuan Bambang yang disebutkan lulusan SMA dapat membuat buku yang dinilai hanya mengutip informasi tentang Jokowi dari media sosial.
Faizal Assegaf (Ketua Progres 98)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews