Vaksin Lebaran

Kita tinggal menunggu kapan produksinya. Lebih utama lagi: kapan sampai Indonesia. Mumpung belum lebih banyak yang bertengkar di pinggir jalan.

Minggu, 24 Mei 2020 | 08:28 WIB
0
271
Vaksin Lebaran
Vaksin lebaran (Foto: disway.id)

Ada kabar sangat baik di Hari Raya Idul Fitri hari ini. Yakni kabar tentang vaksin baru Covid-19. Yang ditemukan Mayjen Chen Wei itu.

Tapi kita bahas dulu kabar yang kurang baik. Tentang konflik masker di pinggir jalan tiga hari lalu. Yang melibatkan seorang ulama terkenal Jatim. Yang videonya beredar luas di medsos itu. 

Salahkah ulama itu --karena tidak pakai masker?

Jawabnya: salah. Kalau itu di luar rumah.

Bagaimana kalau di dalam mobil seperti di video itu?

Jawabnya: salah. Kalau itu mobil umum.

Kalau mobil pribadi?

Saya tidak tahu: bunyi peraturan pemerintahnya seperti apa.

Tapi kita semua punya akal sehat. Kalau akal sehat dipakai konflik tidak perlu terjadi.

Menurut akal sehat saya: sepanjang mobil pribadi itu ”steril”, tidak memakai masker di dalamnya tidak salah.

Yang saya maksud ”steril” adalah: yang di dalam mobil itu keluarga sendiri, keluarga satu rumah.

Yang seperti itu, tidak pakai masker mestinya tidak apa-apa --meskipun kalau pakai masker lebih baik.

Akan terasa lucu kalau suami-istri-anak diwajibkan pakai masker saat mereka lagi di dalam satu mobil. Padahal suami-istri itu, di rumah, berpelukan --tanpa masker. Bahkan berhubungan badan --tanpa masker. Paling-paling yang pakai masker suaminya --itu pun bukan di wajah.

Bagaimana kalau sopirnya orang lain?

Sopir itu wajib pakai masker. Juga wajib cuci tangan dengan sabun sebelum masuk mobil. Pun semua pegangan pintu wajib disemprot disinfektan.

Dengan tindakan seperti itu, mestinya, aman dari penularan.

Mengapa soal pakai masker di dalam mobil ini sampai menimbulkan pertengkaran di pinggir jalan? Sampai jadi tontonan yang memalukan se-Indonesia? Seperti yang melibatkan ulama besar di Bangil, Jatim itu?

Saya lihat mobil yang ditumpangi ulama itu mobil pribadi. Sopirnya pakai masker. Sang ulama sendiri membawa masker. Tapi tidak dipakai di dalam mobil itu. Alasannya, masker itu akan dipakai menjelang turun dari mobil.

Sang ulama juga menjelaskan ia tahu bahayanya virus ini. Ia juga merasa wajib menjaga diri dan orang lain. Tapi ia punya cara, yang menurut ia tetap aman: di dalam mobil itu belum perlu memakai masker. Tapi ia pasti akan pakai masker kalau turun dari mobil.

Saya pusing menyaksikan peristiwa seperti ini: yang berlebihan itu petugasnya atau ulamanya.

Saya sendiri sering melakukan seperti yang dilakukan ulama itu. Kalau lagi di dalam mobil --dan yang di dalam mobil itu hanya istri -- saya tidak mengenakan masker.

Tapi saya membawa masker. Bahkan beberapa. Juga membawa cairan disinfektan. Masker itu akan saya pakai menjelang turun dari mobil.

Setingkat orang yang mempunyai mobil bagus, rasanya sudah banyak yang menggunakan akal sehat seperti itu.

Saya khawatir konflik seperti itu hanya merugikan semua pihak. Terutama kalau dikaitkan dengan rasa keadilan. Misalnya: yang seperti itu dipersoalkan sampai bertengkar. Tapi yang mudik berjubel dibiarkan. Dan banyak yang lain lagi.

Tapi kalau saya jadi ulama itu saya akan mengalah saja: toh di Jatim ada pameo ”sing waras ngalah”.

Saya akan langsung minta maaf ke petugas itu, lalu mengenakan masker. Setelah jauh dari petugas, kalau mau, masker dilepaskan lagi. Nanti pakai yang baru lagi kalau dekat pemeriksaan.

Toh budaya timur mengenal ”minta maaf meski tidak bersalah”.

Yang penting semua orang punya prinsip: masing-masing benar mampu menjaga diri dari virus. Juga menjaga orang lain.

Yang juga penting: menjaga perdamaian.

Minal aidin wal faizin.

Mohon maaf lahir batin.

Oh, iya.

Hampir lupa. 

Tentang kabar baik tadi.

Seperti apa?

Kemarin media di Tiongkok menyiarkan video. Dari kota Wuhan. Isinya orang antre di pusat pengendalian virus dan penyakit menular di kota itu.

Video itu diberi latar belakang lagu ”Imagine” dari penyanyi legendaris Inggris John Lennon. Mungkin karena misi lagu itu memang memimpikan dunia tanpa agama.

Yang antre tersebut adalah relawan uji coba vaksin Covid-19. Uji cobanya sudah selesai. Sukses.

Mereka sudah dua kali disuntik vaksin anti-Covid-19. Selama tiga bulan terakhir. Tanggal 15 Mei lalu mereka dinyatakan sudah memiliki antibodi Covid-19.

Hebat sekali.

Bagaimana dengan efek samping?

Tidak ditemukan efek samping apa pun --sampai hari kemarin. Mereka dinyatakan sehat. Boleh pulang.

Mereka lantas mendapatkan sertifikat sebagai relawan. Yang di dalamnya tertera materai dari lembaga pengendalian virus dan penyakit menular di Wuhan itu. Juga mendapat tanda tangan Mayjen Chen Wei, kepala lembaga itu.

Yang menyerahkan sertifikat adalah juga si bintang kejora sendiri: Mayjen Chen Wei. Dia seorang wanita yang dikenal sebagai ilmuwan bidang virus.

Ia sendiri menyatakan tetap harus hati-hati. Sebelum memproduksi itu. Tipikal sikap ilmuwan.

Kita tinggal menunggu kapan produksinya. Lebih utama lagi: kapan sampai Indonesia. Mumpung belum lebih banyak yang bertengkar di pinggir jalan.

Dahlan Iskan

***