4 Tanda Manusia Pelintas Batas Abad 21

Di tengah berbagai perubahan dan ketidakpastian, spiritualitas adalah kunci utama untuk kesehatan jiwa.

Kamis, 9 Mei 2019 | 06:48 WIB
0
493
4 Tanda Manusia Pelintas Batas Abad 21
Ilustrasi manusia abad 21 (Foto: Rumahfilsafat.com)

Banyak orang bertanya, apa minat penelitian saya? Saya tidak bisa menjawab secara lugas. Di abad ini, semua orang memiliki minat khusus. Saya tidak. Saya belajar semuanya, mulai dari politik, sejarah, budaya, seni, keamanan siber, kajian agama, spiritualitas dan sebagainya, tergantung dorongan hati dan kebutuhan profesional. Bisa dibilang, minat khusus saya adalah “kehidupan secara menyeluruh”.

Saya juga sulit menjawab, ketika orang bertanya, apa agama saya. Saya dilahirkan di dalam keluarga Katolik. Namun, minat saya merentang jauh dari ajaran Katolik, dan menyentuh Zen, Buddhisme, Yoga, Vedanta, Sufi Islam, Kabbalah Yahudi, Kejawen, Sunda Wiwitan dan masih banyak lagi. Agama saya tidak bisa dipenjara dalam satu konsep yang dipaksakan pemerintah kepada rakyatnya.

Tentu saja, banyak orang bingung dengan jawaban saya. Namun, saya sama sekali tak merasa, bahwa ini adalah kelemahan. Sebaliknya, ini justru adalah kekuatan saya, yakni menjadi manusia pelintas batas. Dan di abad 21 ini, keberadaan manusia pelintas batas justru amat dibutuhkan.

Abad 21

Abad 21 ini ditandai oleh setidaknya empat hal. Pertama, abad 21 adalah abad yang kompleks. Agama dan moralitas tradisional mengalami perubahan besar. Pegangan hidup menjadi longgar, karena perubahan yang begitu cepat di berbagai bidang kehidupan. Hancurnya tata nilai lama menggiring manusia pada ketidakpastian hidup yang mencekam.

Dua, abad 21 adalah abad yang majemuk. Hampir tidak ada lagi masyarakat homogen di dunia ini. Beragam orang, dengan beragam nilai, hidup bersama di berbagai belahan dunia. Hukum menjadi pengikat dari hidup bersama, yakni hukum yang dibentuk dengan cara-cara yang demokratis.

Baca Juga: Manusia, Makanan, dan Potret Peradaban yang Timpang

Tiga, radikalisme dan terorisme agama menjadi masalah besar di abad 21. Ketika saya menulis, Sri Lanka sedang mengalami teror bom besar yang membunuh lebih dari 200 orang di beberapa gereja Katolik dan tempat umum lainnya. Diduga, pelaku serangan adalah kelompok Islam garis keras. Dalam konteks yang lebih luas, radikalisme di dalam agama Islam dan juga Kristen berkembang amat pesat di abad 21 ini.

Empat, di abad 21, perkembangan teknologi informasi, transportasi dan komunikasi mendorong proses globalisasi di berbagai belahan dunia. Budaya lokal tercabut dari akarnya, bahkan lenyap. Perkembangan bioteknologi melahirkan kecerdasan buatan yang bisa melakukan banyak pekerjaan manusia dengan jauh lebih cepat. Ancaman pengangguran pun tersebar secara global.

Pelintas Batas

Dengan empat hal di atas, maka masuk akallah untuk menjadi manusia abad 21, yakni manusia pelintas batas. Ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kompleksitas abad 21 menuntut orang untuk siap belajar berbagai hal. Kemampuan tertinggi di abad 21 ini adalah kemampuan untuk terus mengubah diri, dan terus belajar. Jika tidak, orang akan hanyut dalam gelombang perubahan, dan ketinggalan kereta kemajuan, bahkan terjebak dalam kelompok radikal, dan menjadi teroris.

Dua, menjadi manusia pembelajar berarti menjadi manusia pelintas batas. Orang boleh menguasai satu bidang keilmuan. Tapi, ia mesti juga memiliki pengetahuan umum yang luas tentang kehidupan. Orang boleh memeluk satu agama. Tapi, ia juga mesti membuka mata terhadap berbagai kebijaksanaan yang amat indah di agama-agama lainnya. Hanya dengan begitu, orang terhindar dari radikalisme agama maupun fanatisme sempit dalam segala bentuknya.

Baca Juga: Menunggu Itu Zen

Tiga, manusia pelintas batas adalah manusia yang kritis dan rasional. Ia tidak bisa ditipu oleh hoaks dalam berbagai bentuknya. Ia menggunakan akal budinya untuk mempertimbangkan secara adil berbagai perubahan yang muncul. Ia memiliki sikap ilmiah, namun tetap memiliki sikap welas asih dalam kesehariannya.

Empat, manusia abad 21 juga adalah manusia spiritual. Di tengah ketidakpastian yang begitu besar, orang perlu spiritualitas dalam hidupnya. Spiritualitas membuat pikirannya jernih, walaupun banyak tantangan menghadang. Di tengah berbagai perubahan dan ketidakpastian, spiritualitas adalah kunci utama untuk kesehatan jiwa.

Memang, saya punya banyak sekali minat, hampir tak terbatas. Saya mendalami beragam agama, dan akan terus melakukannya. Saya adalah manusia pelintas batas. Saya adalah manusia abad 21.

Bagaimana dengan anda?

***

Catatan: Judul asli artikel ini adalah "Manusia Abad 21"