Menunggu Itu Zen

Menunggu bisa menjadi hal yang menyenangkan, asalkan kita memiliki pola pikir yang tepat. Menunggu bisa menjadi sebuah meditasi.

Selasa, 2 April 2019 | 07:44 WIB
0
391
Menunggu Itu Zen
Ilustrasi Zen (Foto: Rumah Filsafat)

Hidup ini menunggu. Sewaktu janin, kita menunggu untuk dilahirkan ke dunia. Sewaktu kita kecil, kita menunggu untuk menjadi dewasa. Begitu seterusnya, sampai ajal tiba.

Di kehidupan sehari-hari, menunggu pun merupakan bagian penting dari hidup. Kita menunggu transportasi untuk mengantarkan kita ke tempat kerja. Di tempat kerja, kita pun menunggu untuk bisa menyelesaikan pekerjaan kita, dan, jika mungkin, bisa naik pangkat. Mulai dari antri di berbagai tempat, sampai menunggu jodoh, menunggu menjadi bagian besar dari hidup kita.

Namun, menunggu tentu butuh kesabaran. Ini yang kiranya tidak dimiliki banyak orang. Menunggu adalah hal yang melelahkan dan membosankan. Jika terus dilakukan, menunggu bisa menciptakan kemarahan yang berbuah penderitaan dan konflik.

Tentu saja, menunggu bisa menjadi hal yang menyenangkan, asalkan kita memiliki pola pikir yang tepat. Menunggu bisa menjadi sebuah meditasi, yakni Zen. Zen adalah bagian dari Buddhisme dan Taoisme yang kemudian menyebar ke Cina dan Asia Timur. Intinya adalah meditasi yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari.

Menunggu itu Zen

Tentang ini, ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menunggu bukan hanya soal waktu. Menunggu adalah sebuah sikap batin. Sebagai sebuah sikap batin, menunggu adalah sikap penuh harapan terhadap masa depan. Menunggu dalam harapan akan secara alami membawa kita pada meditasi.

Dua, menunggu hanya mungkin, jika batin kita sederhana. Artinya, kita bisa menjaga jarak dari pikiran dan emosi yang datang dan pergi. Kita bisa menjaga jarak dari bayangan dan ingatan yang menghantui. Batin yang sederhana ini adalah kunci kedamaian dan kejernihan.

Tiga, batin yang sederhana berarti, orang memiliki pandangan yang tepat tentang dirinya sendiri. Orang yang sombong, biasanya adalah orang-orang terdidik dan kaya, akan sulit memiliki batin yang sederhana. Kesombongannya menciptakan banyak bayangan yang membuat ia merasa lebih penting dari mahluk hidup lainnya. Orang semacam ini tak dapat menunggu. Baginya, menunggu, dan berarti juga hidup, adalah penderitaan besar.

Empat, di hadapan semesta, kita adalah mahluk yang teramat kecil. Dengan kesadaran ini, semua tindakan kita pun hampir tak berarti di hadapan semesta yang maha luas. Kesadaran ini pun akan mendorong kita secara alami untuk menunggu. Menunggu dalam harapan, inilah salah satu unsur penting Zen.

Sudah Sampai

Sebagai sikap batin, menunggu tak berarti diam saja, ketika dibodohi. Ada waktunya, orang perlu bertindak. Dasar tindakan ini bukanlah dorongan emosi sesaat, melainkan kejernihan yang lahir dari menunggu. Tindakan pun lalu sesuai dengan kebutuhan, tidak kurang dan tidak lebih.

Menunggu itu Zen. Menunggu adalah sikap batin yang melepaskan semua bayangan dan ingatan yang kerap kali menjadi sumber penderitaan. Menunggu berarti disini dan saat ini. Menunggu berarti orang menyadari tempatnya di semesta yang maha luas ini.

Dengan menunggu, sebenarnya, kita sudah sampai.

***