Kultum Tarawih [25]: Menghindari Sifat "Ghuluw" dalam Beribadah

Agama itu mudah dan memudahkan. Kalau kita masih mempersulit diri kita sendiri, tandanya kita bersikap ghuluw, berlebih-lebihan. Rasulullah saja membenci sifat seperti ini.

Jumat, 22 Mei 2020 | 16:15 WIB
0
255
Kultum Tarawih [25]: Menghindari Sifat "Ghuluw" dalam Beribadah
Ilustrasi beribadah (Foto: kompasiana.com)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam dua puluh lima. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.

Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.

Dalam sebuah hadist diceritakan bahwa ada tiga orang yang ingin mengetahui bagaimana Rasulullah beribadah. Sehingga mereka datang ke rumah Rasulullah, namun tidak menjumpai beliau. Mereka berjumpa dengan Aisyah, dan menanyakan bagaimana aktivitas ibadah Rasulullah.

Setelah Aisyah menjelaskan, mereka merasa ibadah Rasulullah itu hanya sedikit. Padahal beliau itu manusia yang dijamin kemuliaannya. Maka mereka berpikir, harus sekuat apa mereka beribadah agar kedudukan mereka tidak jauh dari Rasulullah?

Salah satu berkata akan shalat malam tanpa tidur. Salah satu berkata akan puasa terus tanpa berbuka. Salah satu berkata mereka tidak akan menikah selamanya. Kontan saja mendengar itu, Rasulullah keluar dan menemui mereka.

“Kalian yang berkata begini dan begitu? Aku ini orang yang paling takut dan takwa kepada Allah, namun aku berpuasa, tapi juga berbuka, aku salat, tapi juga tidur, serta aku menikahi wanita!” begitulah sabda beliau.

Artinya apa? Jangan berlebihan. Dalam hal beribadah, Rasulullah yang merupakan orang paling bertakwa saja tidak ekstrem dalam beribadah. Beliau menyeimbangkan antara kebutuhan ruhani dan duniawi. Beliau salat malam, namun juga beliau tidur karena setiap manusia juga membutuhkan tidur.

Beliau berpuasa, namun tidak mungkin beliau berpuasa terus menerus karena beliau juga membutuhkan nutrisi. Puasa yang paling berat yang beliau contohkan, adalah puasa Daud (sehari berpuasa, sehari tidak berpuasa), tidak ada ceritanya beliau berpuasa setiap hari seumur hidup.

Sikap tidak berlebihan ini yang seharusnya kita teladani, baik dalam hal beribadah kita maupun kehidupan sehari-hari kita. Jangan sampai kita mempersulit diri kita sendiri, apalagi jika tujuannya bukan semata-mata karena Allah. Kalau hanya mengharap surga, atau mengharap reward duniawi, ya itu saja yang didapatkan dari sikap berlebihan kita.

Contoh sederhana: jangan berlebihan mau salat Id di lapangan atau di masjid beramai-ramai, kalau tahu situasi masih begini! Salat Id di rumah sah hukumnya, apalagi dalam situasi begini. Tidak paham tatacaranya, MUI sudah terbitkan. Tidak hafal banyak surah, kan rakaatnya cuma dua, baca qulhu sama inna a’thaina saja juga sah. Kepepetnya tidak ada di rumah yang bisa khutbah, tidak apa-apa tidak pakai khutbah.

Agama itu mudah dan memudahkan. Kalau kita masih mempersulit diri kita sendiri, tandanya kita bersikap ghuluw, berlebih-lebihan. Rasulullah saja membenci sifat seperti ini. Semoga Allah hindarkan kita dari sifat berlebihan seperti ini.

Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

***