Didi Kempot dan Seno Nugroho

Didi Kempot dan Seno Nugroho adalah dua sosok yang menjadi bukti bahwa pada titik tertentu, kita akan kembali pada seni budaya sendiri.

Sabtu, 14 Desember 2019 | 06:29 WIB
0
605
Didi Kempot dan Seno Nugroho
Didi Kempot (Foto: beritagar.id)

Didi Kempot masuk ke ruang perhatian ketika beberapa tahun yang lalu ada yang menyanyikan salah satu lagunya untukku. Akan halnya dalang fenomenal Seno Nugroho menyita perhatian sejak video sinden blasteran Elisha Orcarus Allaso beredar di sosial media.

Didi Kempot dan Seno Nugroho adalah pekerja seni tradisional yang sedang digandrugi kaum millenial. Didi Kempot bisa membuat anak-anak muda menangis bersama, berjoget bersama, melepaskan himpitan rasa bersama-sama.

Tak berlebihan kalau ia menyandang Godfather of Patah Hati bagi Sobat Ambyar. Karena belum berkesempatan menyaksikan live konsernya, maka referensi hanya dari youtube. Ia seperti memahami jerit hati kaum muda yang ingin melakukan katarsis bersama-sama. Hal yang mungkin sulit dilakukan generasi sosial media.

Mereka menangis, melompat, berteriak. Persis seperti generasi sebelumnya yang berkesempatan sruduk-srudukan di lapangan bola, cebur-ceburan di sungai atau kolam renang, atau permainan lain yang akan diingat sepanjang masa.

Lagu-lagu campur sari dengan syair nelangsa itu seperti mempersatukan realitas lara hati, apakah karena ditinggal pacar atau perihal lainnya. Didi Kempot seolah melegitimasi, tidak perlu malu mengalami kegagalan. Menangis bersama lebih baik daripada dipendam sendiri.

Sama halnya dengan Didi Kempot, dalang Seno Nugroho hampir tiap hari menggelar wayang kulit. Penonton streaming mencapai puluhan ribu tiap kali ia manggung. Seno mampu menjawab tantangan zaman.

Di setiap pementasannya, Seno Nugroho menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Limbukan dan goro-goro menjadi segmen yang paling dinanti-nanti. Itulah saat ia mampu menyerap rasa dan pikir penonton dalam candaan-candaan khas wong cilik.

Keunggulan pertunjukan Seno Nugroho bukan hanya pada sosok Elisha yang cantik dan bukan orang Jawa asli. Dalam setiap pementasannya, ia mampu menanpilkan seluruh crew dengan keunggulan masing-masing. Ia bisa membuat harmoni pertunjukan sehingga para penabuh gamelan pun memiliki penggemar sendiri.

Didi Kempot dan Seno Nugroho adalah dua sosok yang menjadi bukti bahwa pada titik tertentu, kita akan kembali pada seni budaya sendiri. Kita tunggu saja seni budaya dari daerah lain. Setiap generasi memang punya cara untuk menikmati hidupnya.

Paling pas kalau nonton langsung. Kalau kelak ada lagi keinginan menyanyikan lagu Didi Kempot untukku, lagunya jangan “Pamer Bojo” meskipun senggakkannya asyik dan dinamis. “Cendol dawet... cendol dawet... seger...”

Kristin Samah

***