Pikiran, Omongan, Perbuatan

Jangan lihat apa bacaannya, pikirannya, atau omongannya, lihat perbuatannya. Karena kalau ngomong pendidikan dan agama, kita bisa ketipu.

Sabtu, 19 Oktober 2019 | 07:07 WIB
0
296
Pikiran, Omongan, Perbuatan
Ilustrasi bermedia sosial (Foto: ratakan.com)

Bukan sesuatu yang mudah menulis di medsos. Apalagi bagi yang terbiasa dengan komunikasi lisan. Sementara medsos memaksa kita berkomunikasi dengan bahasa tulis. Tidak menguasai bahasa tulis, bisa menyebabkan miskomunikasi. Gara-gara antara yang dimaksudkan dengan bunyi kalimat, bisa berlawanan makna dan maksud. Apalagi jika ditulis tanpa subjek dan objek yang jelas.

Belum lagi kecenderungan menghakimi liyan. Menulis hal yang buruk, dengan bahasa buruk pula, akan menuai kecaman. Tapi, tulisan mengenai hal baik, petatah-petitih kebaikan, juga bisa dibully. Karena konon belum tentu apa yang ditulis adalah cerminan perbuatannya.

Terus, mau nulis apa dong? Kebaikan atau keburukan? Ambil resikomu. Karena tak ada hal di dunia ini yang tidak mendapatkan reaksi. Wong tidak berbuat apa-apa saja, tetap bisa dipersalahkan.

Jika medsos dipakai untuk curhatan, gossip lokal atau internal (padahal bisa diakses seluruh dunia), tidak ada yang salah dengan hal itu. Semua mempunyai tempat dan resiko sendiri-sendiri. Tak harus nulis di fesbuk dengan ndakik-ndakik. Selenge'an juga bebas. Karena kenyataannya, medsoslah yang mengubah dunia ini, bukan lagi media mainstream. Bahkan kelak, parlemen pun bisa tidak diperlukan. Karena dengan smartphone di genggaman masing-masing, bisa jadi kita menurunkan presiden.

Yang paling mesti diingat, bukan hanya karena UU-ITE nan kejam, melainkan soal etika atau adab berkomunikasi. Jangan mengumbar ujaran kebencian, share hoax, apalagi fitnah. Kalau menulis opini atau pendapat kita sendiri, ngawur sekalipun, tak apa. Asal kita berani bertanggungjawab.

Meski kelihatan goblog sekalipun, itu lebih berharga daripada cuma nyebar hoax. Atau karena rasa kebencian pada sesuatu dan sesiapa. Kalau kita ngomong Rocky Gerung goblog, karena dia juga dengan enteng bilang kita dungu. Tapi jangan ngawur, tunjukkan di mana goblognya. Agar nyadar.

Gerakan pemblokir, atau kembali ke HP jadul yang hanya bisa untuk telpon-telponan dan ndengerin radio, sungguh wagu dan tidak pinter. Karena masalahnya adalah; Seberapa pendidikan formal yang kau dapat merembes ke syaraf otak dan jiwamu. Seberapa agama yang kau yakini merasuk ke urat-nadi dan darahmu. Hingga kita bisa merasai patrap manusia yang beradab, penuh rasa kasih dan kemanusiaan

Karena menurut beberapa Kitab Suci, bukan latar belakang dan masa lalu, manusia dinilai oleh perilaku dan perbuatannya hari ini. Mau doktor, haji, atau copet, kalau buruk mah buruk aja! Jangan mudah ditipu alibi Joker yang tampaknya filosofis itu. Maka jangan lihat apa bacaannya, pikirannya, atau omongannya. Lihat perbuatannya. Karena kalau ngomong pendidikan dan agama, kita bisa ketipu. Misal ngaku turunan nabi, tapi kelakuan jauh panggang dari api.

***