Jangan lihat apa bacaannya, pikirannya, atau omongannya, lihat perbuatannya. Karena kalau ngomong pendidikan dan agama, kita bisa ketipu.
Bukan sesuatu yang mudah menulis di medsos. Apalagi bagi yang terbiasa dengan komunikasi lisan. Sementara medsos memaksa kita berkomunikasi dengan bahasa tulis. Tidak menguasai bahasa tulis, bisa menyebabkan miskomunikasi. Gara-gara antara yang dimaksudkan dengan bunyi kalimat, bisa berlawanan makna dan maksud. Apalagi jika ditulis tanpa subjek dan objek yang jelas.
Belum lagi kecenderungan menghakimi liyan. Menulis hal yang buruk, dengan bahasa buruk pula, akan menuai kecaman. Tapi, tulisan mengenai hal baik, petatah-petitih kebaikan, juga bisa dibully. Karena konon belum tentu apa yang ditulis adalah cerminan perbuatannya.
Terus, mau nulis apa dong? Kebaikan atau keburukan? Ambil resikomu. Karena tak ada hal di dunia ini yang tidak mendapatkan reaksi. Wong tidak berbuat apa-apa saja, tetap bisa dipersalahkan.
Jika medsos dipakai untuk curhatan, gossip lokal atau internal (padahal bisa diakses seluruh dunia), tidak ada yang salah dengan hal itu. Semua mempunyai tempat dan resiko sendiri-sendiri. Tak harus nulis di fesbuk dengan ndakik-ndakik. Selenge'an juga bebas. Karena kenyataannya, medsoslah yang mengubah dunia ini, bukan lagi media mainstream. Bahkan kelak, parlemen pun bisa tidak diperlukan. Karena dengan smartphone di genggaman masing-masing, bisa jadi kita menurunkan presiden.
Yang paling mesti diingat, bukan hanya karena UU-ITE nan kejam, melainkan soal etika atau adab berkomunikasi. Jangan mengumbar ujaran kebencian, share hoax, apalagi fitnah. Kalau menulis opini atau pendapat kita sendiri, ngawur sekalipun, tak apa. Asal kita berani bertanggungjawab.
Meski kelihatan goblog sekalipun, itu lebih berharga daripada cuma nyebar hoax. Atau karena rasa kebencian pada sesuatu dan sesiapa. Kalau kita ngomong Rocky Gerung goblog, karena dia juga dengan enteng bilang kita dungu. Tapi jangan ngawur, tunjukkan di mana goblognya. Agar nyadar.
Gerakan pemblokir, atau kembali ke HP jadul yang hanya bisa untuk telpon-telponan dan ndengerin radio, sungguh wagu dan tidak pinter. Karena masalahnya adalah; Seberapa pendidikan formal yang kau dapat merembes ke syaraf otak dan jiwamu. Seberapa agama yang kau yakini merasuk ke urat-nadi dan darahmu. Hingga kita bisa merasai patrap manusia yang beradab, penuh rasa kasih dan kemanusiaan
Karena menurut beberapa Kitab Suci, bukan latar belakang dan masa lalu, manusia dinilai oleh perilaku dan perbuatannya hari ini. Mau doktor, haji, atau copet, kalau buruk mah buruk aja! Jangan mudah ditipu alibi Joker yang tampaknya filosofis itu. Maka jangan lihat apa bacaannya, pikirannya, atau omongannya. Lihat perbuatannya. Karena kalau ngomong pendidikan dan agama, kita bisa ketipu. Misal ngaku turunan nabi, tapi kelakuan jauh panggang dari api.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews