Agama yang dianut tidak membekas pada adab dan Perilaku, hatinya keras, jiwanya keras, dan tindakannya pun keras
Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia, antartetangga, dan antar kaum.
Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dari segi kesopanan secara umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam.
Soekarno sebagai penggagas Pancasila sangat meninggikan Adab, sehingga dalam Sila kedua Pancasila beliau memposisikan Adab, bersamaan dengan Kemanusiaan dan Keadilan, dibawah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara agama pun meninggikan Adab diatas Ilmu.
Manusia yang meninggikan Adab, pastinya akan meninggikan Ilmu dan agama, sementara manusia yang tidak beradab tidak mungkin dia bisa meninggikan Ilmu dan agama, karena yang namanya manusia "Biadab" adalah manusia yang meninggalkan segala akhlak yang baik, meninggalkan akhlak yang baik sudah jelas tidak akan melakukan hal yang baik.
Fitrah manusia dilahirkan adalah untuk berbuat kebaikan, bukanlah berbuat kerusakan. Manusia yang cenderung berbuat kerusakan dan keburukan adalah manusia yang Biadab, alias manusia yang tidak beradab, yang tidak meninggikan Adab, yang mencari Ilmu dengan meninggalkan Adab. Padahal sebelum menggali Ilmu, hendaklah manusia mempelajari Adab terlebih dahulu.
Dengan adablah manusia menciptakan peradaban dan Ilmu, agar adab dan Ilmu yang diwariskan bermanfaat bagi kebaikan dan kemaslahatan manusia. Inilah yang sekarang hilang dari peradaban manusia, berilmu tapi tidak beradab, sehingga Ilmu yang diwariskan dijadikan alat untuk berbuat kerusakan.
Berapa banyak negara yang porak poranda hanya dikarena manusia-manusia yang tidak beradab, yang meninggikan nafsu ketimbang Adab. Manusia tidak akan bersikap Adil kalau tidak memiliki Adab, manusia tidak akan berperikkemanusiaan kalau tidak memiliki Adab.
Makanya Sila kedua Pancasila berbunyi: "Kemanusiaan yang Adil dan beradab." Agar manusia Indonesia berperikkemanusiaan dengan Beradab, juga berkeadilan dengan Beradab, beragama pun dengan Beradab, bukanlah sekedar beragama tapi tidak memiliki Adab alias Biadab.
Kenapa ada manusia yang beragama tapi Biadab, karena tidak pernah memprioritaskan Adab dalam bermasyarakat. Mempelajari Ilmu agama tidak dengan mendahukan mempelajari adab, padahal agama menganjurkan sebelum mempelajari ilmu hendaklah juga mempelajari adab terlebih dahulu.
Baca Juga: Indonesia sebagai "Agama"
Dengan Adab manusia dituntun untuk mempelajari agama, dan agama mengajarkan manusia agar lebih berakhlak yang baik. Moral manusia menjadi baik karena mengetahui Adab yang baik, berperilaku baik sesuai dengan tuntunan agama. Menjadi aneh ketika seseorang dengan berbagai atribut agama, namun memiliki Adab yang tidak baik, dan mengajarkan agama untuk berbuat hal yang tidak baik.
Inilah yang banyak terjadi sekarang, orang-orang mengaku beragama, namun tidak beradab. Agama yang dianut tidak membekas pada adab dan Perilaku, hatinya keras, jiwanya keras, dan tindakannya pun keras, sangat jauh dengan akhlak agama, atribut agama dikenakan hanya untuk menutupi perilakunya yang buruk.
Tidak Ada sedikitpun perilakunya yang meninggikan adab dan agama, lisannya pun tidak terjaga. Bahkan ada yang memosisikan diri sebagai Ulama, dengan mudah mengeluarkan sumpah serapah, menghujat orang lain yang tidak sepemikiran dengan penuh kebencian, seakan-akan dialah ahli Surga.
Inilah pengikut Ibmu Muljam di masa kini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews