Karena setiap tindakan destruktif, entah lewat perang konvensional seperti Rusia dan Ukraina maupun perang biologi virus corona, akan bermuara pada sikap tindakan manusia.
Filsafat hidup manusia tak hanya bertengger dari pikiran (logos) yang diam. Ia senantiasa seperti burung terbang menembus cakrawala di tengah awan, angin dan badai yang juga setiap saat bisa menerjang. Karena itu filsafat manusia yang telah melawan dewa dari kungkungan mitologi, kini terus menerjang sendiri misteri pada jiwa manusia sekaligus alam semesta.
Sejak tragedi Socrates harus menenggak racun hingga tragedi Odiepus Sophocles dengan membunuh tanpa sengaja ayahnya (Laius) dan hendak menikahi ibunya (Jacosta), filsafat logosentrisme telah didaratkan secara telanjang dari kabut dan busana mitologi dan dipagut erat, sejak itu, ke dalam antroposentrisme.
Lebih dari dua milenium, antroposentrisme pun secara gelap mata dan sengaja harus menubuhkan teosentrisme dengan mendistorsi sejarah melalui revolusi kognitif yang membetot cangkang filsafat ke dalam sains empirik, mekanistik dan memuja dualisme itu — alam dan Tuhan; tubuh dan jiwa — melalui Kopernikusian dan Cartesian menjadi apa yang dikritik para filosof sainstis — dari Huxley, Popper, Kuhn, Capra hingga Nasr dan Barbour — sebagai krisis paradigmatik.
Namun untuk membumikan istilah paradigmatik itu, boleh meminjam dari ilmu psikologi dan biologi, bahwa krisis ini belum sepenuhnya bisa dilerai dari daftar metafisika dan fisika tentang ihwal penyakit yang menimpa cara berpikir manusia hanya dengan mengandalkan sepenuhnya pada akal (nous).
Karena akal sebagai pelecut revolusi kognitif masih terus dibelopoti hasil-hasil sains yang parsial dan partikular.
Belum ada rumusan semesta (science of universe) betapapun kosmologi melalui astronomi dan aureunotik baru bisa mendarat di planet bumi pada akhir 1960-an. Lebih separuh abad prestasi sains ini belum menjawab rentang bima sakti dan galaksi-galaksi yang bertabur di alam semesta. Selain itu, sains fisika dan biologi pun masih di ambang immortalitas yang guyub dan masih dianggap mengerikan ketika dihadapkan pada bunuh diri planeter.
Karena setiap tindakan destruktif, entah lewat perang konvensional seperti Rusia dan Ukraina maupun perang biologi virus corona, akan bermuara pada sikap tindakan manusia. Mari sejenak menengok pada sejarah Hitler, Musolini, Stalin, Lenin, Mao Tsetung dan Polpot sebagai suatu reaksi psikopat dan kelak bermuara pada sosiopat.
Penyakit-penyakit insaniyah ini tak luput dari apa yang diulas oleh Frijhof Capra (83) dalam "The Turning Point“ (1982) dan S.H. Nasr (88) dalam "The Encounter of Man and Nature“ (1968) bahwa krisis itu akhirnya berawal dari kezaliman individual manusia (hubris) dan bermuara pada patologi sosial (sociopath) yang dalam filsafat Marxisme diakibatkan runtuhnya tatanan semesta atau "cosmological return“ dari Eliade ke dalam filsafat materialisme berbentuk alienasi (Verfremdung) dan reifikasi (Verdichlung). Dan peralihan ini bisa disederhanakan dari psikopat (psychopath) atau szisoprenik ke sosiopat (sociopath) yang dekat dengan dalil Fromm sebagai "human destructiveness“ dan "insane society“ yang bangkit dari laboratorium Wuhan hingga istana Kremlin.
ReO Filsawan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews