Sketsa Harian [34] Rumus Setelah 5W1H Itu Apa?

Rahasianya sederhana; saya membagi pakem penulisan 5W1H (What, Who, Where, When, Why, dan How) ke dalam tiga bagian; yaitu basic, intermediate, dan advance.

Selasa, 26 November 2019 | 18:34 WIB
0
507
Sketsa Harian [34] Rumus Setelah 5W1H Itu Apa?
5W1H (Foto: pasberita.com)

Selalu ada pemicu. "Trigger" kalo bahasa sononya. Pemicunya seorang dosen, Muhammad Syaid Agustiar, yang berkirim pesan lewat WA saat saya sedang memberi pelatihan menulis Opini kepada pegawai Bank Indonesia (BI) di Ubud, Bali, bersama Mbak Leila S. Chudori.

Berdua kami saling memberi pemahanan berdasarkan pengalaman selama hampir tiga dasawarsa dalam kegiatan literasi, khususnya jurnalistik. Saya selalu membuat materi berdasarkan riset. Riset sederhana adalah "mengintip" materi apa yang kira-kira bakal mantan jurnalis Majalah Tempo kenamaan itu sampaikan.

Bukan apa-apa, biar ga tumpang tindih saja, 'kan kasihan pesertanya mendapat materi yang sama. Saya akan menghindari jalan yang sama dan lebih baik menggunakan jalan setapak. Biar sunyi dan jarang dilalui, tetapi tetap sampai di tujuan.

Setelah mengetahui apa yang akan Mbak Leila sampaikan, saya membuat materi sekitar 40 halaman yang semuanya mengikuti jalan pikiran apa yang akan saya sampaikan. Lalu saya sudah punya gambaran dan menuangkannya. Malam sebelum menyampaikan presentasi, saya menuntaskan bacaan terkait.

Tetapi jujur, sebagian besar dari itu adalah hasil pengalaman. Dan.... ini jauh lebih berharga. Mengapa? Sebab sharing pengalaman dalam teknik dan kebiasaan menulis inilah yang tidak ada di buku-buku ajar yang dipegang para dosen. Karena alasan itulah saya menjadi sering mendapat undangan mengajar.

Nah, kembali kepada Pak Dosen, Muhammad Syaid Agustiar. Pesan yang saya baca, ia bertanya apakah saya masih memiliki satu eksemplar buku yang saya tulis sekitar tujuh tahun lalu, yaitu "Citizen Journalism".

Saya berempati dan merasakan betapa membutuhkannya ia akan buku itu. Saya balas, nanti saya cari sekembalinya saya ke Jakarta. Kebetulan, di perpustakaan pribadi, saya mendapatan buku yang ia butuhkan. Kepada mantan pacar di rumah, saya meminta mengirimkannya.

Saya sempat juga berpikir, kok ya masih ada orang yang membutuhkan buku itu di saat sudah tidak ada cetakan lainnya, bahkan di penerbitnya sendiri, Penerbit Buku Kompas.

Dari peristiwa yang serba kebetulan ini (jadi keingetan buku "Blink"-nya Malcolm Gladwell), yaitu saat saya memberi pelatihan menulis opini kepada pegawai BI dan permintaan Pak Dosen terhadap buku "Citizen Journalism", saya terpicu kembali untuk melanjutkan naskah buku yang terus tertunda-tunda, yaitu buku kelanjutan dari "Citizen Journalism" dengan embel-embel "Best Practise".

Di buku ini, katakanlah "Citizen Journalism 2" saya memang banyak memberi contoh bagaimana warga biasa bisa menyampaikan gagasan dan pengalamannya dalam bentuk tulisan.

Rahasianya sederhana; saya membagi pakem penulisan 5W1H (What, Who, Where, When, Why, dan How) ke dalam tiga bagian; yaitu basic, intermediate, dan advance.

Kalau di buku "Citizen Journalism" pertama saya hanya memberikan "basic" saja dari pakem Rudyard Kippling 5W1H itu, di buku yang sedang saya tulis, "Citizen Journalism 2", saya beranjak ke "Intermediate" dan "Advance".

Sessssttt.... jangan bilang siapa-siapa, ya, saya laris manis jadi pembicara atau pemateri literasi gara-gara pengundang selalu penasaran apa kelanjutan dari rumus klasik 5W1H itu untuk kepentingan menulis berbagai jenis tulisan, termasuk BI ini.

Eh sebentar ada pesan masuk, "Assalamualaikum Kang Pepih, saya Melati dari Kementrian Pertamanan Hati, apakah Akang punya waktu untuk memberi pelatihan menulis Artikel/Opini?"

Ah, kalau buat kamyu, apa sih yang ga saya kasih?

#PepihNugraha

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [33] "The Death of Dad Joke"