Kematian Itu Bukan Olok-olok

Bukan mengolok-olok Anies yang bilang tingkat penyebaran wabah di Jakarta sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan, sebagai kebohongan dan drama saja.

Sabtu, 11 April 2020 | 06:18 WIB
0
311
Kematian Itu Bukan Olok-olok
Anies Baswedan (Foto: Grid.id)

Kematian adalah kepergian orang yang dicintai yang tidak pernah diinginkan siapapun. Selalu berujung pada kesedihan. Bagi keluarga yang ditinggalkan terutama. Atau perasaan empati yang dalam bagi kita yang menyaksikan tragedi ini dari kejauhan.

Apalagi kematian itu datang silih berganti. Beruntun dalam hitungan jam dan hari. Seperti yang terjadi disaat wabah ini.

Kita harusnya bersimpati atas kejadian ini. Jika kita berfikir jernih hingga kita bisa membaca data dengan hati bersih tanpa rasa benci..

Bergetar suara Anies..

Pengakuan itu ditertawakan dan diragukan.

Berita itu digoreng dan menyentuh etika jurnalisme yang saya duga memang sudah terserang budaya 86 atau amplop. Dan seorang mantan broker wartawan Bodrex tak malu mengakui kebejatannya mengatur berita.

Satu hal yang saya jauhi ketika mendalami profesi ini selama belasan tahun dan sampai sekarang ketika tidak lagi jadi pewarta alhamdulilah jauh dari sogok menyogok..

Namun bukan soal pemberitaan Anies bergetar yang diduga pesanan ketika mengumumkan angka kematian orang yang penguburannya dilakukan dengan protokol Covid 19.

Namun fakta dibalik berita itu yang bikin kita resah.

Hantu kematian Covid 19 itu nyata Bapak dan ibu sekalian.

Pemerintah kita belum sanggup melakukan test besar-besaran untuk mendeteksi siapa yang terkena virus itu. Hingga sejak dini, kematian itu bisa ditangkal.

Rapid testRapid test yang mana? Adakah Bapak/Ibu sekalian tau jenis-jenis rapid itu?

Pak Ridwan Kamil meragukan test yang dipakai sekarang. Yang memakai sampel darah untuk mendeteksi antibodi. Jika turun positf jika normal negatif. Nyatanya rapid test itu bisa error Bapak /Ibu sekalian.

Itu sebabnya selain rapid test dilakukan test PCR atau SWAB test yakni melakukan uji laboratorium atas lendir dan dahak pasien yang ODP dan PDP. Pemerintah mengumumkan jumlah orang yang positif tiap hari itu adalah yang sudah menjalani test SWAB.

Adakah Bapak/Ibu sekalian tahu berapa hari hasil test SWAB itu keluar? Lima sampai tujuh hari Bapak dan Ibu sekalian.

Pasien diperiksa hari demi hari untuk mengamati peningkatan virus di tubuh pasien. Itulah sebabnya, setiap kali pemerintah mengumumkan perkembangan korban wabah ini selalu disertakan jumlah orang yang dipantau. Mereka belum tuntas testnya

Nah, dalam kurun 5-7 hari menunggu hasil SWAB test itu, ada pasien ODP atau PDP yang meninggal. Mereka yang meninggal sebelum hasil test keluar itu TIDAK MASUK DALAM ANGKA KEMATIAN RESMI YANG DIUMUMKAN PEMERINTAH.

Itulah yang dimaksud oleh Anies Baswedan bahwa ada 401 warga Jakarta yang dimakamkan dengan protokol Covid 19. Mereka ini tadinya PDP dan ODP yang keburu meninggal sebelum test swab mereka keluar. Anda bisa mengolok-olok Anies karena kebencian buta Bapak dan Ibu sekalian.

Tapi bagaimana data yang diungkap Reuters?

Mereka mengerjakan tugas jurnalisme yang dulu saya dan rekan-rekan sejawat kerjakan ketika mengirimkan dan membuat laporan berita. Yang sekarang tidak dilakukan sebagian besar generasi wartawan sekarang ini.

Yang cuma jadi wartawan pers rilis --olok-olok saya dan rekan-rekan kepada wartawan yang nge bodrex dan setengah bodrex. Karena tidak pernah dilatih menulis berita yang baik dan benar atau karena pemilik media memerintahkan Pemred dan para editornya untuk menyampaikan berita setengah-setengah dengan judul bombastis demi memanen click bait.

Agar para wartawan mereka bisa makan siang dengan menu nasi padang yang mahal dan pemiliknya bisa punya Ferrari 10 atau 20.

Data Reuters dengan menganalisa data dari Dinas Pemakaman, menemukan FAKTA:

Jumlah warga DKI yang dimakamkan SEPANJANG MARET 2020 mencapai 4.400, tertinggi dalam 10 tahun belakangan atau 40 persen lebih tinggi dibandingkan bulan manapun sejak Januari 2018.

Sementara itu Kata Data menyodorkan data yang tidak kurang seramnya :

DIBANDINGKAN BULAN FEBRUARI 2020, terjadi lonjakan jumlah pemakaman sampai LEBIH DARI 1000 ORANG. Bulan Februari 2020 yang dimakamkan 2459 jenasah sementara di bulan Maret 4377. Jadi ada LONJAKAN TAJAM sebesar 1918 orang yang meninggal selama bulan Maret 2020.

Anies Baswedan ketika teleconference dengan Wapres Ma'ruf Amin mengatakan dari Maret hingga 2 April ada 401 jenasah yang dimakamkan dengan protokol Covid 19.

Merangkum data Reuters, Kata Data dan sejumlah media lainnya yang entah kenapa mengekor Reuters, kita harusnya berprihatin.

Bukan mengolok-olok Anies yang bilang tingkat penyebaran wabah di Jakarta sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan, sebagai kebohongan dan drama saja.

Karena memang betul mengkhawatirkan kalau kita menganggap remeh wabah ini.

Hingga main lokdan lokdon wilayah dan jalan kampung tapi nggrombol di ujung gang sambil ngopi dan makan gorengan atau begadang main karambol dan gaple. Tapi tidak menggunakan masker, tidak cuci tangan dan cuci muka atau menjaga jarak sambil mengolok-olok janji surga Anies.

Dan terus mengolok-olok Anies sampai salah satu keluarga kita mati. Yang tadinya sehat dan bekerja. Yang tertawa dan berpelukan bahagia dengan kita. Yang hanya selang beberapa hari berasa demam dan tiba-tiba lehernya merasa tercekik susah bernafas. Yang ketika dirawat di Rumah Sakit setelah ditolak disana sini , kondisinya bertambah parah karena paru paru mereka dipenuhi dahak hingga butuh ventilator.

Baca Juga: Saat Bibir Anies Bergetar

Dan si sakit -anggota keluarga tercinta kita- meninggal sebelum hasil test positif atau tidak Covid 19 keluar. Kita tidak bisa mencium jenasahnya. Melihatnya pun harus dari kejauhan. Dengan hati tersayat melihat sang mayat dikubur berbalut plastik. Dan kita tidak boleh mendoakannya secara berkelompok... tahlilan, misa requem dan sejenisnya...

Ini yang sekarang terjadi. Yang harusnya menjadi acuan bagi insan Media untuk ramai ramai menganalisa data orang yang dimakamkan selama bulan Maret di berbagai daerah seluruh Indonesia.

Adakah trendnya sama dengan yang terjadi di Jakarta? Jangan cuma ikut-ikutan atau sekedar menjadi wartawan pers rilis karena ada 86nya. Agar semuanya bisa paham bahwa sedikit banyaknya ada kenaikan kematian terkait dengan pagebluk ini.

Yang nantinya bisa dijadikan acuan kebijakan nasional untuk membuka data sebenarnya seperti yang diminta Sri Sultan Jogya. Yang menepis atau malahan mengkonfirmasi dugaan Ridwan Kamil bahwa angka kejangkitan sebenarnya jauh lebih besar. Yang mendorong pemerintah melakukan test lebih banyak lagi. Yang menjadikan kita lebih memaknai data pemakaman dengan protokol Covid 19 sebagai keprihatinan yang mendalam.

Bukan sebagai olok-olok. Apalagi mengolok-olok kematian yang terkonfirmasi.

***