Sistem Zonasi Muhadjir Effendy Kurangi Pungli Rp 400 Juta

Revolusi pemerataan pendidikan ini sungguh patut didukung. Jokowi pun mendukung implementasi sistem zonasi ini untuk kepentingan bangsa dan negara.

Minggu, 23 Juni 2019 | 06:57 WIB
0
879
Sistem Zonasi Muhadjir Effendy Kurangi Pungli Rp 400 Juta
Jusuf Kalla dan Muhadjir Effendy (Foto: Globalisindo.co)

Pantas marah-marah pada sistem zonasi. Kenapa? Mari baca dengan tenang dan bahagia. (Saya menghitung di sebuah sekolah SMP di pinggiran Jakarta, dari permainan jalur prestasi, jalur zonasi, dan jalur khusus yang diselewengkan, dengan minimal 100 siswa, oknum kepala sekolah dan mafianya, mengumpulkan Rp 400,000,000,. Belum lagi BOS. Belum lagi sumbangan sukarela dengan kedok untuk membangun masjid di sekolah, dengan menghapus lapangan olahraga.)

Sistem zonasi sudah tiga kali berlangsung, sejak mengambil alih dari Anies Baswedan. Kajian tentang zonasi sudah lama ada. Hanya Mendikbud Muhadjir Effendy yang berani mengeksekusi.

Sesungguhnya yang dilakukan oleh Mendikbud adalah revolusi pendidikan secara senyap. Yang dilakukan Muhadjir membuka borok-borok, korupsi, dan kesemrawutan di dunia pendidikan.

Muhadjir membuka fakta bahwa dana Rp 20% APBN tidak digunakan semestinya untuk membangun pendidikan. Tujuan Muhadjir adalah membuat pendidikan merata, bukan semata soal sekolah favorit yang diributkan. Sekolah favorit adalah pintu beternaknya korupsi di sekolah-sekolah favorit (negeri).

Baca Juga: Membaca "Road Map" Zonasi Pendidikan Berkeadilan Ala Muhajir

Pintu jalur prestasi untuk mengakali, berkelit, menerobos sistem zonasi, terbukti menenangkan Kepala Sekolah dan orang tua murid yang mentalnya korup. Zonasi 5% kurang banyak memberi kesempatan korup yang besar. Angka revisi 15% untuk jalur prestasi membuka lebar pintu korupsi.

Anak yang berprestasi kenapa musti sekolah di sekolah ‘favorit’? Bukankah dengan prestasi, di mana pun bersekolah, di zona mana pun, tetap akan berprestasi? Bukankah anak berprestasi justru akan mendorong peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sebuah sekolah (baca: tidak mutunya sekolah)? 

Dan, itu pas sesuai dengan tujuan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia?

Kita paham infrastruktur belum merata di semua wilayah NKRI. Namun, fakta selanjutnya banyak Pemerintah Daerah (Pemda), Bupati dan Walikota tidak mengalokasikan dana pendidikan, sesuai dengan UUD 45. Gubernur pun tidak mendorong bupati dan walikota, meski hanya himbauan, kepada mereka untuk memerhatikan masalah pendidikan.

Tentu. Niat baik Muhadjir ditentang oleh mereka yang tidak senang terjadi perbaikan dan pemerataan mutu pendidikan.
Pemda kota dan kabupaten tidak bertindak, meskipun program sistem zonasi ini sudah sejak 2016. Secara bertahap dilakukan pada 2017, dan 2018. Selama tiga tahun ini Pemda-pemda harusnya membangun infrastruktur pendidikan.

Revolusi pemerataan pendidikan ini sungguh patut didukung. Jokowi pun mendukung implementasi sistem zonasi ini untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan memenuhi nafsu para guru dan kepala sekolah yang menikmati status quo. Angka 15% untuk memainkan sistem zonasi masih terlalu besar untuk bukan hanya sekedar mendapatkan mobil murah bagi kepala sekolah dan mafianya, setiap awal tahun ajaran.

Ninoy N Karundeng.

***