Muhajir tengah mereformasi sistem pendidikan menjauh dari penyembahan nilai NEM yang menciptakan kasta sekolah SMP/SLTA dengan kemunculan istilah sekolah Favorit.
NEM kini menjadi tidak ada artinya setelah kebijakan zonasi SD hingga SLTA. Artinya apa? Bisa jadi ini merupakan tujuan Menteri Muhajir Effendy menghilangkan Ujian Nasional. Diketahui pada tahun 2016, Menteri Muhajir mengeluarkan wacana moratorium Ujian Nasional untuk pendidikan dasar dan menengah.
Namun usulan itu tidak hanya mendapat tentangan dari Wapres Jusuf Kalla, tetapi juga kabarnya para eselon di Kementerian Pendidikan.
Akhirnya Muhajir menyerah. Apalagi Undang-Undang Pendidikan Nasional mengamanatkan pendidikan di Indonesia harus ada evaluasinya.
Meski menyerah, Pak Menteri nampaknya terus mencari jalan untuk tidak menjadikan Ujian Nasional yang hasilnya NEM menjadi acuan keberhasilan sistem pendidikan nasional. Faktanya, cuma empat hingga lima pelajaran yang diujikan. Padahal untuk SMP misalnya, siswa dijejali 15 mata pelajaran. Jadi buat apa 11 mata pelajaran itu diajarkan jika tidak diujikan secara nasional?
Karena itu , sistem zonasi akan menciptakan standar pendidikan nasional yang setara di antara sekolah negeri. Siswa SD bisa masuk ke SMP dan siswa SLTP masuk ke SLTA tanpa harus bergantung pada NEM. Bukankah ini sebenarnya jalan menuju penghapusan Ujian Nasional sebagai penentu jenjang pendidikan selanjutnya?
Dan kita yakin, penghancuran eksistensi sekolah favorit dipastikan akan menjadi pertimbangan untuk menciptakan standard skor pencapaian akademis secara nasional yang baru. Negara akan berfokus pada peningkatan mutu guru dan prasarana sekolah untuk memperbaiki kualitas akademis anak didik. Ketimbang berkutat soal NEM dan nilai kelulusan.
Jika memang itu jalan yang ditempuh Pak Muhajir, maka ke depan cita-citanya juga bakal kesampaian. Yakni ujian sesungguhnya untuk berkompetisi sangat bisa jadi adalah Ujian Nasional SLTA. Ujian ini dalam tahap selanjutnya bisa langsung menjadi tiket masuk perguruan tinggi, akademi dan politeknik dengan azas keadilan.
Dan jalan menuju pendidikan yang berkeadilan itu sudah dirintis sekarang.
Sekarang, ujian masuk Perguruan Tinggi, Politeknik berlangsung serentak dengan berbasis komputer hingga kecurangan bisa ditekan. Dengan nilai ujian, siswa SLTA bisa melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri dengan memasukkan nilai ujian dengan pilihan dua fakultas di universitas yang sama, atau satu fakultas di dua universitas. Demikian juga dengan Politeknik.
Sistem ini kita pandang sebagai bentuk pemerataan kesempatan bagi siswa yang ingin kuliah. Peluang mereka tidak diserobot oleh mereka yang pintar tapi serakah, Ujian disana sini. Lulus semua. Tapi cuma bisa pilih satu.
Ujian Perguruan Tinggi Kedinasan juga sangat bernuansakan keadilan.
Baca Juga: Demokrasi dan Pendidikan Kita
Sekarang tidak bisa lagi, lulusan SLTA ikut semua ujian yang diselenggarakan Sekolah Statistik, STAN, Sekolah Sandi Negara, Imigrasi, Sekolah Tinggi Pelayaran dan sejenisnya.
Mereka sekarang hanya bisa pilih satu sekolah kedinasan saja hingga peluang bagi lulusan SLTA merata. Artinya, jumlah lulusan SLTA yang diterima di pendidikan kedinasan akan semakin besar.
Apa arti semua ini? Bahwa sebenarnya pak Muhajir tengah mereformasi sistem pendidikan kita menjauh dari penyembahan nilai NEM yang menciptakan kasta-kasta sekolah SMP dan SLTA dengan kemunculan istilah sekolah Favorit dan sekolah Elit ( Ekonomi Sulit).
Pendidikan bermutu bukan cuma milik orang kaya dan pintar tapi juga hak orang miskin dan kemampuan akademisnya rendah. Ini ideologi yang dibangun Menteri Muhajir.
Dan perubahan sistem pendidikan menjadi lebih berkeadilan dilakukan Pak Muhajir lakukan secara diam-diam.
Tapi terstruktur, sistematis dan massif.
Saat lo lo pade berantem seputar Pemilu,
Pilih dua atau satu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews