Sesajen

Menyedihkan membacanya, sekaligus membuat saya teringat Amerika setelah tak lagi ada praktek segregasi berdasarkan warna kulit.

Rabu, 12 Januari 2022 | 16:14 WIB
0
220
Sesajen
Sesajen (Foto: penarakyatnews.id)

Kisah tentang pemuda yang menendang sesajen di Lumajang itu semakin menggenapi keresahan kita tentang kasus-kasus intoleransi dalam tahun-tahun terakhir. Entah kemana perginya kerukunan di negeri ini?

Di awal-awal kemunculan kasus radikalisme dan intoleransi, banyak wacana yang mengatakan era Orde Baru yang membiasakan orang tidak membicarakan persoalan-persoalan SARA sebagai akar eforia relijiusitas yang berujung dengan kasus-kasus intoleransi. Namun kemudian Ben K. Laksana menulis, banyak penelitian merujuk sekolah-sekolah keagamaan yang eksklusif, dalam arti hanya menerima murid satu agama sebagai salah satu sumber konservatisme beragama di kalangan muda. Konservatisme yang sering sekali menjadi intoleransi.

Menariknya, bukan berarti sekolah-sekolah itu mengajarkan intoleransi, atau paham beragama yang eksklusif.

Banyak sekolah-sekolah cukup moderat dalam kurikulum agamanya. Namun, karena muridnya yang terlalu homogen, maka anak-anak yang bersekolah di sekolah tersebut menjadi tak terbiasa bergaul dengan mereka yang berbeda keyakinan. Menjadi kurang memahami keberagaman. Ini makin dipertegas dengan bermunculannya perumahan ataupun kost yang diperuntukkan untuk mereka yang satu agama saja.

Menyedihkan membacanya, sekaligus membuat saya teringat Amerika setelah tak lagi ada praktek segregasi berdasarkan warna kulit.

Dengan cepat mereka berbaur, bergaul akrab dan tak lagi punya prasangka berlebihan pada kulit berwarna dan berbagai etnis dan budaya yang berbeda. Dalam pergaulan yang intens itulah dibangun pengertian-pengertian.

Semoga masalah ini menjadi perhatian kita semua.

#vkd