Perselingkuhan dan RUU Ketahanan Keluarga

Perselingkuhan lebih fatal dari yang kita sangka. Ia menciptakan sebuah trauma psikis yang hanya bisa sepenuhnya dipahami oleh yang bersangkutan sendiri.

Senin, 9 Maret 2020 | 10:44 WIB
0
351
Perselingkuhan dan RUU Ketahanan Keluarga
Ilustrasi selingkuh (Foto: watyuthink.com)

Sebuah pesan masuk ke inbox FB, seorang perempuan meminta nomorku. Dia ingin bercerita, meminta nasihat tentang kondisi psikologisnya. Jadi, kuberikan.

Deretan pesan kemudian masuk ke WA: "Perkenalkan Fi, saya X, perempuan berusia 34 tahun, saya memiliki 4 anak. Belakangan ini, saya merasa sangat sensitif dan sedih, apakah saya masih waras Fi?"

Sejujurnya, aku tidak bisa dan tidak berhak memberikan diagnosa psikologis apa-apa. Jadi, aku hanya bertanya, apa sih masalahnya?

"Suami saya berselingkuh"

Deg.

Sebenarnya aku sudah puluhan kali menerima curhatan seperti ini. Tapi, tiap kali membaca pesan yang sama, baik dari wanita atau pria, itu tidak mengurangi shocknya.

Cerita pu mengalir panjang lebar dari perempuan yang selama 13 tahun telah menemani suaminya dalam suka duka itu. Perselingkuhannya terjadi tanpa isyarat apa-apa, seolah petir yang menyambar di siang hari. Membuatnya mengalami mood depresi.

Ada banyak alasan mengapa orang, terutama pihak perempuan, memilih bertahan dalam pernikahan yang toxic dan tidak memberi keuntungan apa-apa selain sakit hati tiap hari.

- Demi anak yang masih butuh figur ayah.
- Baik dia atau anaknya bergantung secara finansial atau emosional pada si suami.
- Sudah menikah lama dan sudah nyaman dalam pernikahan.
- Memaafkan lalu berharap pasangan bisa berubah dengan berbagai trik.
- Menghindari stigma janda.
- Tidak memperoleh dukungan yang cukup dari siapapun di luar sosok suaminya.
- Tidak memperoleh akses untuk konsultasi ke konselor/psikolog perkawinan sehingga memilih bertahan.
- Dimanipulasi oleh pihak-pihak yang ingin membuat si istri bertahan, apapun yang terjadi. Bisa dengan memanfaatkan anak, agama, dst.
- Bercerai akan menimbulkan lebih banyak kerugian daripada bertahan.
- Masih mencintai suaminya walaupun misalnya sudah diselingkuhi berkali-kali.

Apapun alasannya, aku mencoba mengerti. Aku sangat berempati. Aku tidak berdiri di sepatumu, jadi aku hanya bisa mempersepsi apa yang kamu alami sebisaku.

Mengapa perselingkuhan begitu menyakitkan? Karena ini tidak hanya soal cinta. Ini soal kepercayaan yang hancur tak bersisa. Harga diri yang berantakan. Masa depan yang terasa suram. Sandaran hidup bertahun-tahun yang langsung runtuh dalam semalam.

Perselingkuhan menghancurkan segalanya. Merusak persepsi seseorang akan cinta dan seluruh pria/wanita di dunia.

Perselingkuhan lebih fatal dari yang kita sangka. Ia menciptakan sebuah trauma psikis yang hanya bisa sepenuhnya dipahami oleh yang bersangkutan sendiri.

Apalagi, jika seseorang tidak berdaya untuk keluar dari hubungannya. SEBAGIAN BESAR karena tergantung secara finansial.

RUU Ketahanan Keluarga yang bodoh, patriarkis, dan misoginis melanggar hak wanita untuk mengaktualisasi diri. Entah kenapa DPR merancang RUU yang memaksa wanita untuk mengurus urusan domestik dan keluarga saja, membuat ia kehilangan sebagian besar kesempatan untuk mengembangkan skill dan pengalaman agar ia bisa survive tanpa tergantung ke siapa-siapa.

Bagaimana mungkin seorang istri yang seumur hidup tak pernah mengasah skill dan pengalaman kerja, berani menceraikan suami yang selama ini menghidupinya, WALAUPUN jika ia tukang selingkuh atau penyiksa?

Tanpa RUU absurd itu pun, sudah begitu banyak perempuan yang terjebak dalam lingkaran setan. Karena di kakinya tergantung sebuah bola besi bernama "penghasilan suami".

DPR mabuk apa, sih?

Aku tidak bisa memberikan saran apa-apa pada Ibu X yang curhat padaku itu.

Tapi sepertinya ia mandiri. Ia perempuan yang bisa menghidupi diri sendiri.

Aku harus berjanji, jika menikah kelak, aku akan jadi perempuan yang seperti itu.

Jadi, jika suamiku berkhianat dan aku bertahan, maka itu adalah PILIHAN. Bukan KETERPAKSAAN.

Keterpaksaan karena tanpanya aku tak bisa makan dan kehilangan hidup nyaman.

Siapa yang tahu kemungkinan di masa depan? 13 tahun lalu, Si Ibu X juga tidak menyangka laki-laki yang dia akan dia nikahi bejat seperti ini.

Meskipun sepertinya, aku pribadi akan PERGI, begitu terjadi perselingkuhan.

HIDUP INI SUDAH SULIT, KENAPA BERTAHAN DENGAN ORANG YANG MEMBUAT HIDUP TAMBAH SULIT?

Aku tidak akan mempan dimanipulasi dengan agama atau apapun alasan pembenaran bagi perilaku tidak adil lainnya.

Karena aku mencintai dan menghargai diri sendiri.

Sebab, kalau misalnya aku saja tidak bisa menghargai diriku sendiri, bagaimana mungkin aku menuntut orang lain untuk melakukannya?

Mengapa kita harus mencintai diri sendiri? Karena yang menemani kita dari lahir sampai mati bukan orang tua, anak, pasangan, atau siapapun. Tapi diri sendiri.

Jika tak bisa mencintai diri sendiri, hidup akan penuh penderitaan tanpa akhir.

Jika tak bisa menerima diri apa adanya, hidup akan terasa berat karena akan ada banyak keinginan yang tak bisa kita penuhi.

Mulailah mencintai diri sendiri. Sebab tak ada hal lain YANG LEBIH MANUSIAWI daripada ini.

Let. It. Go.

The older I get, the more that I see, my parents aren't heroes, they're just like me. Loving is hard, it doesn't always work. You just try your best not to get hurt.

I used to be mad, but now I know... Sometimes it's better to let someone go.

Asa Firda Inayah

***