Tetapi, filosofi NU ini jangan sekali-kali Anda terapkan ketika memakai celana kolor. Kalau memakai celana kolor, jelas harus diikat dengan kencang, jangan kendor-kendor. Nanti bisa melorot.
Konon, masing-masing ormas Islam punya ayat favorit yang selalu dijadikan kutipan dalam ceramah-ceramah yang disampaikan oleh ustadz mereka. Muhammadiyah, misalnya, punya beberapa ayat favorit, misalnya ayat-ayat dalam Surah Al-Ma'un. Kalau ada imam salat kok "gemar" banget membaca Surah Al-Ma'un, kemungkinan besar dia adalah anggota Muhammadiyah.
Sementara itu, NU juga mempunyai beberapa ayat favorit. Selain ayat Kursi yang terkenal itu, ayat favorit lain bagi NU adalah QS 3:103 dalam Surah Ali Imran: "Wa'tashimu bihablil-Laahi jami'an wa la-tafarraqu" (Berpeganglah kalian semua pada tali Allah, dan jangan bercerai-berai). Konon, ayat inilah yang mendasari lambang NU berupa jagat yang diikat oleh tali. Logo NU, dengan kata lain, adalah tafsiran visual atas ayat 3:103 itu.
Yang menarik (dan ini kerap disampaikan dalam ceramah-ceramah oleh para kiai di kampung-kampung dulu), tali yang mengikat jagat itu kendor. Kenapa jagat dalam logo NU itu tidak diikat dengan tali yang "kenceng"? Kenapa kok tali jagat NU itu seperti tampak "nglokor"? Apakah yang mengikat jagat ini sudah sepuh, sehingga tali itu kendor? Atau kekendoran itu disengaja?
Tafsiran yang sering kita dengar adalah: kekendoran tali jagat NU ini melambangkan suatu falsafah penting dalam berdakwah. Mendakwahkan Islam ala NU tidak boleh "kenceng-kenceng", melainkan "selow", lemah lembut, bahkan kadang sangat toleran pada praktek-praktek kebudayaan dalam masyarakat "abangan".
Konon, falsafah inilah yang mendasari dakwah Wali Sanga dulu: kelemah-lembutan dalam menyebarkan ajaran Islam, sehingga akhirnya orang-orang Jawa terpikat pada agama yang datang dari Arab ini. Lihatlah, bagaimana Sunan Kudus membangun menara masjid dengan arsitektur pura, tempat ibadah orang Hindu.
Beliau pula lah yang meminta umat Islam di daerah Kudus untuk tidak memakan daging sapi, demi menjaga perasaan orang-orang Hindu yang dominan di daerah Kudus saat itu. Ajaran Kanjeng Sunan Ja'far Shadiq ini bahkan masing dipegang oleh warga Kudus hingga saat ini. Jika Anda pergi untuk wisata kuliner di Kudus, yang Anda jumpai adalah soto kerbau, bukan sapi.
Daging sapi cenderumg dihindari oleh umat Islam di sana. Zaman kecil dulu, keluarga saya di Pati juga lebih suka mengonsumsi daging kerbau tinimbang sapi. Alasannya: menghormati ajaran Kanjeng Sunan Kudus.
Apa yang dilakukan Kanjeng Sunan ini adalah demi menjaga perasaan orang-orang Hindu yang memandang sapi sebagai binatang suci. Bayangkan, apa yang terjadi terhadap Kanjeng Sunan Kudus itu jika beliau melakukan hal-hal tersebut di era digital sekarang? Mungkin beliau akan di-bully oleh netizen sak-Endonesah, dituduh "tasyabbuh", atau menyerupai orang kafir.
Demikianlah cara NU menafsirkan ayat 3:103 itu: berpeganglah pada tali Allah, tapi jangan terlalu "kenceng-kenceng". Beragama haruslah dengan cara yang menimbulkan rasa nyaman bagi lingkungan sekitar, bukan ancaman. Hanya dengan cara itulah, Islam akan menimbulkan rasa simpati di mata orang luar.
Tetapi, filosofi NU ini jangan sekali-kali Anda terapkan ketika memakai celana kolor. Kalau memakai celana kolor, jelas harus diikat dengan kencang, jangan kendor-kendor. Nanti bisa melorot.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews