Mental Perempuan Petualang Seks

Penderita penyakit Lolita dengan berbagai cara suka menggoda dan memikat kaum laki-laki untuk berpetualang seks dengannya.

Selasa, 6 Agustus 2019 | 19:41 WIB
0
1091
Mental Perempuan Petualang Seks
ilustr: Los Angeles Times

Istilah kejiwaan mental Lolita, perempuan petualang seks, mungkin tidak sepopuler mental Don Yuan, karena tidak sering dibahas. Mental  Don Yuan lebih sering dibahas karena pelakunya atau penderitanya kaum lelaki, sehingga sering menyolok dan menarik perhatian.  Namun memahami tentang mental Lolita sama pentingnya dengan pemahaman kita tentang mental Don Yuan.

Kali ini kita akan mencoba menelaah lebih dalam tentang mental Lolita yang penderitanya adalah kaum perempuan.

Sejak masa mekarnya perempuan memang sudah menarik perhatian. Dari antara mereka ada yang menyalahgunakan daya tarik itu. Perempuan yang seperti ini barangkali telah terkena oleh  mental Lolita.

Lolita adalah nama tokoh dalam buku Vladimir Nabokove yang berjudul sama. Dalam buku itu Nabokove menampilkan perempuan Lolita yang agresif. Sedemikian agresif sehingga dia berhasil memaksa perjaka Humbert untuk menikmati dirinya. 

Demikianlah penderita penyakit Lolita dengan berbagai cara suka menggoda dan memikat kaum laki-laki untuk berpetualang seks dengannya.

Perempuan penderita yang bermental Lolita dapat datang dari setiap keluarga. Tetapi biasanya berasal dari keluarga yang berantakan. Perempuan dari keluarga semacam ini merasa tidak mendapat kasih sayang dalam keluarga. Selanjutnya dia mencari cinta di luar rumah.

Baca Juga: Don Juan Complex

Hatinya yang haus kasih sayang terlalu rawan untuk setiap kata dan tindakan yang dirasanya menggemakan cinta. Dia mudah menjadi korban rayuan. Dan awal dari pengalaman itu menjadi titik permulaan dari petualangan-petualangan seks selanjutnya.

Kecuali karena keadaan keluarga, ada juga perempuan yang kena mental Lolita sebagai akibat ulah ibunya. Kemungkinan terjadi bahwa seorang ibu merasa terkekang pada masa mudanya. Atau masa mudanya dirasa mengalami hidup yang ideal, tetapi dalam kehidupan keluarga sekarang dia dihinggapi rasa kecewa dalam kehidupan seksnya.

Kekecewaan ini tanpa sadar bisa saja mempengaruhi sikapnya terhadap anak perempuannya dalam perkara seks. Dia memberi kelonggaran yang terlalu longgar. Maksudnya, yang tidak selalu disadari, untuk menutup rasa terkekang atau kecewa yang dialaminya lewat puterinya. Tentu saja hal ini berakibat fatal. Karena sikapnya sendiri anak perempuannya menjadi korban.

Dijumpai juga perempuan yang menjadi penderita mental Lolita, tetapi dalam hati sebenarnya tidak dia kehendaki. Tetapi dia terjerumus ke arah itu, karena dia mau memberontak kepada orang tua atau masyarakatnya. Dia tahu bahwa seks merupakan hal yang “tabu’.

Dia tahu bahwa siapa yang melanggar hal itu, akan mendapat amarah dan dampratan dari orang tua atau masyarakat. Namun justru karena mengetahui semua itu dia secara demonstratif terjun dalam permainan seks yang terlarang. Tujuannya amarah orang tua terpancing serta dampratan masyarakat dibangkitkan.

Ada juga perempuan yang dihinggapi oleh mental Lolita karena pengaruh lingkungan. Sekarang ini sikap orang terhadap masalah seks mengalami perubahan yang besar.  Lewat majalah, buku, surat kabar, radio, TV, internet, seks sering disajikan terlepas dari konteks manusiawinya. Seks dipisahkan dari cinta dan disajikan layaknya barang konsumsi, entah sebagai barang pemikat pembeli berbagai barang produk, atau sungguh-sungguh ditawarkan sebagai suatu nilai yang kelewat tinggi.

Situasi ini menciptakan sikap dan paham tersendiri mengenai seks. Oleh keadaan ini banyak perempuan yang termakan. Mereka ini menjadi mangsa mental Lolita, karena tidak mendapatkan bimbingan yang memadai.

Untuk membebaskan diri dari mental petualang seks, mereka yang dikuasai olehnya sebaiknya mulai berusaha membangkitkan harga diri mereka. Mereka adalah manusia ciptaan Tuhan. Mereka direncanakan untuk menjadi manusia otentik, yang mampu berjasa dan menyumbang demi kehidupan yang lebih baik.

Perilaku mereka yang tidak wajar dalam bidang seks itu membuat mereka menjadi tidak berharga di mata orang lain. Mereka bukan saja tidak dapat berjasa, melainkan malah menjadi sumber keresahan masyarakat.

Usaha untuk membangkitkan harga diri itu disertai dengan perjuangan untuk mengerti sebab-sebab yang mengakibatkan mereka hidup dalam keadaan itu; kapan mereka mulai dihinggapi mental itu? Apa penyebabnya: diri sendiri, keluarga, lingkungan?

Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat menjadi batu loncatan untuk mengerti permasalahan mereka secara obyektif dan mulai mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikannya.

Kemudian dengan semakin berkembang harga dirinya, menguasai penyebabnya, serta berusaha untuk mengatasinya, demi sedikit mereka yang dikuasai oleh mental Lolita akan berubah menjadi manusia yang wajar dan menjalani kehidupan seks yang wajar pula.

Tulisan ini sekadar untuk membuka pemahaman kita tentang penderita mental Lolita dan berharap kita bisa memahaminya serta apabila dimungkinkan bisa membantu mereka yang mengalaminya untuk terbebas dari penderitaannya. Semoga.

***
Solo, Selasa, 6 Agustus 2019. 7:31 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko