Jika ada ibu yang tega merusak alat vital putrinya, meski atas nama syariah, adahal ia tahu akibatnya, sesungguhnya ia sedang merampas kebahagiaan anaknya sebagai mahluk hidup normal.
Khitan pada perempuan ini adalah praktek gila atas nama syariah. Kebiasaan ini ujungnya adalah penindasan pada perempuan. WHO sudah melarang segala bentuk merusakan organ vital perempuan. Resikonya bisa menyebabkan kematian.
Di Indonesia sendiri, UU Kesehatan sudah melarang adanya tradisi seperti ini. Ketika sekarang ada yang menghidupkan lagi, rasanya memang kedegilan atas nama syariah terlalu banyak yang menjadikan perempuan sebagai korban.
Bukan hanya di Indonesia, parlemen Mesir juga sudah melarang khitan pada perempuan. Selain tidak ada manfaatnya, tidak ada dasar agamanya, juga sangat berbahaya.
Resiko paling kecil dari perempuan yang dikhitan adalah dia tidak dapat menikmati hubungan seksual dengan wajar. Bagian vital yang dilukai cenderung merusak syaraf yang mestinya berfungsi normal. Akibatnya akan membuat perempuan mengalami sakit yang luar biasa ketika melakukan hubungan kelamin.
Bahkan di Afrika, tepatnya di Sudan, dalam salah satu tayangan National Geographic tergambar betapa banyak wanita yang tersiksa hidupnya karena organ vitalnya rusak akibat praktek gila ini. Mereka mengalami kesakitan luar biasa saat berhubungan dengan suaminya.
Bukan hanya kenikmatan sebagai mahluk hidup dirampas, tetapi juga rasa trauma setiap kali mau berhubungan. Pada banyak kasus, bahkan menyebabkan kematian.
Kini atas nama agama dan syariah, kedegilan ini mau dimasyarakatkan di Indonesia. Entahlah, tidak cukupkah mereka menindas kaum perempuan sedemikian rupa. Tidak cukupkah mereka melesakkan derita atas nama agama bagi mahluk yang bernama perempuan?
Sekali lagi, tradisi ini dimulai dari pemahaman agama yang menempatkan perempuan dalam posisi mahluk kelas dua. Mereka tidak diperkanankan punya identitas (diwajibkan bercadar), mereka tidak diizinkan menemukan kebahagiaan hubungan (poligami atas nama syariah), dan mereka bahkan tidak diizinkan untuk menikmati hubungan seksual yang sehat (sunat pada perempuan).
Jika ada ibu yang tega merusak alat vital putrinya, meskipun atas nama syariah. Padahal ia tahu akibatnya. Ia sesungguhnya sedang merampas kebahagiaan anaknya sebagai mahluk hidup normal. Ia telah merusak identitas keperempuanan anaknya sendiri.Sama saja dengan orangtua yang melarang anaknya diimunisasi karena keracunan doktrin agama yang melenceng. Ia sedang membunuh masa depan anaknya sendiri.
Sebetulnya di Indonesia tradisi sunat pada perempuan sudah lama hilang. Kini mau dihidupkan lagi. Sebab ajaran Wahabi yang merendahkan kaum perempuan mulai memdapat tempat di tengah kecetekkan cara berfikir umat.
Sunat pada lelaki berguna secara kesehatan. Karena itu dianjurkan. Tapi sunat pada perempuan adalah penindasan yang dilakukan orangtua kepada putrinya. Apalagi dibungkus alasan syariah yang kebelinger.
Berhentilah penindas perempuan. Berhentilah memanipulasi syariah untuk kesenangan para lelaki.
"Mas, mas, sabar. Hakuna matata," saya disadarkan oleh Abu Kumkum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews