Mahasiswa Pengasong

Sedikit demi sedikit, akhirnya urusan perut teratasi. Dompet selalu ada isinya. Penampilan nggak kalah sama mahasiswa lainnya.

Sabtu, 11 April 2020 | 07:37 WIB
0
342
Mahasiswa Pengasong
Saya dan teman (Foto: Dok. pribadi)

Ceritanya, almarhum ayah hanya bisa kasih sangu 20 ribu per bulan. Anak bapak itu ada 5 orang. Meskipun ayah seorang guru PNS SD, berapa sih gajinya? Tidak lebih dari 300 ribu per bulan.

Akhirnya, Bapak tegas. Pokoknya hanya sanggup kasih duit segitu. Cukup nggak cukup terserah. Mau putus kuliah terserah saja.

Bagi mahasiswa tahun 90an, uang sebanyak itu hanya cukup untuk bertahan hidup seminggu. La terus tiga minggu lainnya gimana?

Akhirnya, si mahasiswa putar otak. Di sebelah kamarnya ada seorang mahasiswa UGM yang jadi pengasong. Ia jualan gantungan kunci berbentuk buah-buahan yang terbuat dari kayu. Akhirnya, si mahasiswa minta diajarin jualan.

Harga ambil dari juragan seribu dapat 5 atau 200 rupiah per biji. Lalu, dijual 1.000 dapat tiga biji. Kalau pasaran sepi, dijual seribu dapat empat. Jadi, untungnya 200-400 rupiah per seribu.

Baca Juga: Guru Besar Itu Bernama Mbah Manto

Awalnya canggung. Sejak SMA nggak pernah berjualan. Demi perut, profesi baru itu dijalani. Lokasi jualannya di Malioboro, Kebun Binatang Gembira Loka, Pantai Parangtritis, Candi Prambanan, hingga Candi Borobudur. Ke lokasinya naik bus umum. Kan gratis buat pengasong...

Sedikit demi sedikit, akhirnya urusan perut teratasi. Dompet selalu ada isinya. Penampilan nggak kalah sama mahasiswa lainnya. Dan kamar juga dilengkapi dengan beragam fasilitas. Kan punya duit banyak dari keringat sendiri.

Ada teve berwarna, ada komputer jangkrik, ada kompor gas kecil, ada kipas angin, ada karpet merah, ada kasur lumayan empuk. Dan lain sebagainya. Pokoknya sukses deh...

Catatan:

Namanya Hasriadi, kamar sebelah. Asal Makassar. Kuliah di Sejarah UGM. Suka banget masuk ke kamar karena semuanya gratis...

***