Sedikit demi sedikit, akhirnya urusan perut teratasi. Dompet selalu ada isinya. Penampilan nggak kalah sama mahasiswa lainnya.
Ceritanya, almarhum ayah hanya bisa kasih sangu 20 ribu per bulan. Anak bapak itu ada 5 orang. Meskipun ayah seorang guru PNS SD, berapa sih gajinya? Tidak lebih dari 300 ribu per bulan.
Akhirnya, Bapak tegas. Pokoknya hanya sanggup kasih duit segitu. Cukup nggak cukup terserah. Mau putus kuliah terserah saja.
Bagi mahasiswa tahun 90an, uang sebanyak itu hanya cukup untuk bertahan hidup seminggu. La terus tiga minggu lainnya gimana?
Akhirnya, si mahasiswa putar otak. Di sebelah kamarnya ada seorang mahasiswa UGM yang jadi pengasong. Ia jualan gantungan kunci berbentuk buah-buahan yang terbuat dari kayu. Akhirnya, si mahasiswa minta diajarin jualan.
Harga ambil dari juragan seribu dapat 5 atau 200 rupiah per biji. Lalu, dijual 1.000 dapat tiga biji. Kalau pasaran sepi, dijual seribu dapat empat. Jadi, untungnya 200-400 rupiah per seribu.
Baca Juga: Guru Besar Itu Bernama Mbah Manto
Awalnya canggung. Sejak SMA nggak pernah berjualan. Demi perut, profesi baru itu dijalani. Lokasi jualannya di Malioboro, Kebun Binatang Gembira Loka, Pantai Parangtritis, Candi Prambanan, hingga Candi Borobudur. Ke lokasinya naik bus umum. Kan gratis buat pengasong...
Sedikit demi sedikit, akhirnya urusan perut teratasi. Dompet selalu ada isinya. Penampilan nggak kalah sama mahasiswa lainnya. Dan kamar juga dilengkapi dengan beragam fasilitas. Kan punya duit banyak dari keringat sendiri.
Ada teve berwarna, ada komputer jangkrik, ada kompor gas kecil, ada kipas angin, ada karpet merah, ada kasur lumayan empuk. Dan lain sebagainya. Pokoknya sukses deh...
Catatan:
Namanya Hasriadi, kamar sebelah. Asal Makassar. Kuliah di Sejarah UGM. Suka banget masuk ke kamar karena semuanya gratis...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews