Karena sisi humanisme yang diangkat dalam tulisan akan melahirkan empati, cinta, kepekaan, solidaritas, dan optimsime di kalangan masyarakat pembaca dalam melihat sebuah peristiwa.
Wabah virus korona menyedot perhatian luar biasa di kalangan media dan jurnalisnya. Hampir setiap hari, ruang publik dipenuhi informasi dari berita media tentang virus korona di Tanah Air maupun dunia.
Sah-sah saja isu tentang virus Korona ini diungkap ke publik, karena memang menjadi perhatian dunia dan informasinya dicari oleh masyarakat. Apalagi prinsip jurnalistik adalah menyajikan informasi terkini tentang isu paling mutakhir yang dibutuhkan masyarakat pembaca.
Artinya, seorang jurnalis dan media sebagai industrinya berusaha menyajikan informasi dan berita yang sedang hangat isunya. Semakin beritanya banyak dibaca orang, berarti jurnalis dan medianya berhasil menyajikan informasi sesuai perhatian pembaca.
Tetapi, ada satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh jurnalis dan medianya, yakni sisi DAMPAKNYA. Selain menaik minat pembaca, jurnalis dan media mestinya juga mempertimbangkan sisi dampak dari informasi dan berita yang mereka buat lalu memenuhi ruang publik.
Dampak yang mesti dihitung adalah sisi sosial, ekonomi, keamanan, dan politik bagi bangsa dan negara secara luas.
Sama-sama mengangkat isu virus korona, tetapi dampaknya akan berbeda terhadap stabilitas negara dan bangsa jika disajikan dengan cara berbeda.
Lihatlah bagaimana informasi yang dikemas menjadi berita dengan angle atau sudut pandang tentang bahaya virus korona yang mematikan, korban jiwa berjatuhan, kematian, potensi penularan, dan area penularan, kelangkaan masker, secara berulang-ulang dan porsi “berlebihan”. Berita dengan sudut pandang demikian otomatis melahirkan sikap pesimismis banyak orang.
Orang seperti kena teror psikologis korona. Mereka menjadi cemas, takut, saling menyalahkan, bahkan yang lebih konyol lagi malah digunakan oleh politikus untuk menaikkan citra politiknya dengan berbagai pencitraannya.
Problem psikologis berikutnya adalah banyak orang memborong makanan karena takut kiamat, memborong masker meskipun harganya selangit, malas bekerja ke kantor, takut berdagang, sampai menghentikan aktivitas ekonomi yang sebenarnya jauh dari potensi tertular.
Ujung-ujungnya masyarakat dan negara yang kena dampak buruknya. Ekonomi lesu.
Hasil berbeda bila jurnalis dan media menyajikan isu korona dengan angle yang membangkitkan optimisme manusia. Misalnya tentang potensi kesembuhan pasien, obat yang bisa menyembuhkan pasien, langkah-langkah mencegah penularan dan penyebarannya, semangat gotong royong masyarakat membantu korban korona, dan perjuangan tenaga kesehatan dan dokter.
Bila sudut pandang pesimisme yang lebih ditonjolkan oleh jurnalis dan medianya dalam mengemas informasi dan beritanya, pasti hasilnya juga adalah sikap optimistis masyarakat dalam menghadapi wabah ini. Bahkan, wabah korona ini akan lebih cepat teratasi, karena masyarakat ikut terlibat aktif memeranginya tanpa harus menimbulkan kegaduhan yang bisa melemahkan stabilitas ekonomi suatu negara.
Itulah mengapa, salah seorang pendiri Kompas, Jacob Oetomo, selalu mengingatkan kepada wartawan agar banyak menonjolkan sisi humanisme dalam setiap tulisan. Bahkan, setiap ada peristiwa panas yang menjadi isu di media, dia selalu mengingatkan wartawan dan jajaran redaksi Kompas agar tidak lupa mengangkat tulisan khas, feature tentang sisi humanisme di balakang peristiwa panas itu.
Karena sisi humanisme yang diangkat dalam tulisan akan melahirkan empati, cinta, kepekaan, solidaritas, dan optimsime di kalangan masyarakat pembaca dalam melihat sebuah peristiwa yang sedang berlangsung.
Dengan menyajikan informasi atau tulisan feature dengan sudut pandang humanisme, jurnalis dan media tidak akan kehilangan pembacanya. Selain tetap menarik pembaca, informasi dan berita yang membangkitan optimisme juga akan memberi dampak positif terhadap kebaikan negeri ini, Indonesia!
Ayo menulis tentang kemenangan, bukan kekalahan atas virus korona!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews