Jurnalisme Korona

Karena sisi humanisme yang diangkat dalam tulisan akan melahirkan empati, cinta, kepekaan, solidaritas, dan optimsime di kalangan masyarakat pembaca dalam melihat sebuah peristiwa.

Rabu, 18 Maret 2020 | 09:44 WIB
0
325
Jurnalisme Korona
Virus Korona (Foto: tirto.id)

Wabah virus korona menyedot perhatian luar biasa di kalangan media dan jurnalisnya. Hampir setiap hari, ruang publik dipenuhi informasi dari berita media tentang virus korona di Tanah Air maupun dunia.

Sah-sah saja isu tentang virus Korona ini diungkap ke publik, karena memang menjadi perhatian dunia dan informasinya dicari oleh masyarakat. Apalagi prinsip jurnalistik adalah menyajikan informasi terkini tentang isu paling mutakhir yang dibutuhkan masyarakat pembaca.

Artinya, seorang jurnalis dan media sebagai industrinya berusaha menyajikan informasi dan berita yang sedang hangat isunya. Semakin beritanya banyak dibaca orang, berarti jurnalis dan medianya berhasil menyajikan informasi sesuai perhatian pembaca.

Tetapi, ada satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh jurnalis dan medianya, yakni sisi DAMPAKNYA. Selain menaik minat pembaca, jurnalis dan media mestinya juga mempertimbangkan sisi dampak dari informasi dan berita yang mereka buat lalu memenuhi ruang publik.

Dampak yang mesti dihitung adalah sisi sosial, ekonomi, keamanan, dan politik bagi bangsa dan negara secara luas.

Sama-sama mengangkat isu virus korona, tetapi dampaknya akan berbeda terhadap stabilitas negara dan bangsa jika disajikan dengan cara berbeda.

Lihatlah bagaimana informasi yang dikemas menjadi berita dengan angle atau sudut pandang tentang bahaya virus korona yang mematikan, korban jiwa berjatuhan, kematian, potensi penularan, dan area penularan, kelangkaan masker, secara berulang-ulang dan porsi “berlebihan”. Berita dengan sudut pandang demikian otomatis melahirkan sikap pesimismis banyak orang.

Orang seperti kena teror psikologis korona. Mereka menjadi cemas, takut, saling menyalahkan, bahkan yang lebih konyol lagi malah digunakan oleh politikus untuk menaikkan citra politiknya dengan berbagai pencitraannya.

Problem psikologis berikutnya adalah banyak orang memborong makanan karena takut kiamat, memborong masker meskipun harganya selangit, malas bekerja ke kantor, takut berdagang, sampai menghentikan aktivitas ekonomi yang sebenarnya jauh dari potensi tertular.

Ujung-ujungnya masyarakat dan negara yang kena dampak buruknya. Ekonomi lesu.

Hasil berbeda bila jurnalis dan media menyajikan isu korona dengan angle yang membangkitkan optimisme manusia. Misalnya tentang potensi kesembuhan pasien, obat yang bisa menyembuhkan pasien, langkah-langkah mencegah penularan dan penyebarannya, semangat gotong royong masyarakat membantu korban korona, dan perjuangan tenaga kesehatan dan dokter.

Bila sudut pandang pesimisme yang lebih ditonjolkan oleh jurnalis dan medianya dalam mengemas informasi dan beritanya, pasti hasilnya juga adalah sikap optimistis masyarakat dalam menghadapi wabah ini. Bahkan, wabah korona ini akan lebih cepat teratasi, karena masyarakat ikut terlibat aktif memeranginya tanpa harus menimbulkan kegaduhan yang bisa melemahkan stabilitas ekonomi suatu negara.

Itulah mengapa, salah seorang pendiri Kompas, Jacob Oetomo, selalu mengingatkan kepada wartawan agar banyak menonjolkan sisi humanisme dalam setiap tulisan. Bahkan, setiap ada peristiwa panas yang menjadi isu di media, dia selalu mengingatkan wartawan dan jajaran redaksi Kompas agar tidak lupa mengangkat tulisan khas, feature tentang sisi humanisme di balakang peristiwa panas itu.

Karena sisi humanisme yang diangkat dalam tulisan akan melahirkan empati, cinta, kepekaan, solidaritas, dan optimsime di kalangan masyarakat pembaca dalam melihat sebuah peristiwa yang sedang berlangsung.

Dengan menyajikan informasi atau tulisan feature dengan sudut pandang humanisme, jurnalis dan media tidak akan kehilangan pembacanya. Selain tetap menarik pembaca, informasi dan berita yang membangkitan optimisme juga akan memberi dampak positif terhadap kebaikan negeri ini, Indonesia!

 Ayo menulis tentang kemenangan, bukan kekalahan atas virus korona!

***