Waktu bukanlah keabadian, sekadar labirin tanda tanya yang di setiap ujung jeda dan pintunya selalu sisakan misteri. Akan tetapi, setiap jejak tidaklah sia-sia.
Saudaraku, warsa berubah tak serta merta membawa kandungan dan kisah anyar.
Betapapun, kemunculan tahun baru memijarkan fajar kesadaran, betapa cepat kilatan saat melesat, tinggalkan kita dalam tumpukan masalah yang tersekap di masa silam.
Denyut jantung kita ibarat detak jam, yang setiap detiknya menitikkan kehilangan dan penantian. Yang lewat adalah kekinian yang lekas lepas. Yang mendatang adalah kekinian yang segera menjelang.
Sebuah sekte rahasia menciptakan tanda peringatan pentingnya waktu di ruang bawah tanah Gereja Santa Maria della Concezione, di puncak Stupa Spanyol di Roma. Pada lantai ruangan biarawan Capuchin, di kaki gundukan tulang-belulang manusia, tertulis sebuah inskripsi, ”Siapa kamu sekarang, mereka pun pernah seperti itu. Siapa mereka sekarang, kamu pun seperti itu kelak."
Dengan angin keburukan yang kita tabur hari ini, masa lalu mewujud hantu, masa depan menuai badai. Dengan biji kebaikan yang kita tanam hari ini, masa lalu menjadi lumbung keagungan, masa depan menyongsong panen kebahagiaan.
Dalam Injil Matius (6:34) dikatakan, "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Daripada menguras daya untuk risaukan masa depan, lebih baik mengisi hari dengan menebar benih kebajikan. Nabi Muhammad bersabda, ”Sekiranya engkau tahu kiamat terjadi esok hari, sedang di genggaman tanganmu ada benih, maka tanamkanlah.”
Seorang muda bertanya kepada syekh tua yang sedang menanam pohon. ”Untuk apa menanam sesuatu yang tuan tak akan menikmati buahnya? Syekh itu pun menukas, ”Apakah yang kamu makan adalah hasil yang kau tanam sendiri?”
Jika pandangan kita ke depan digayuti kabut kerisauan dan putus asa, sebab utamanya karena kita malas menanam pohon harapan.
Banyak orang menyia-nyiakan sang kala, seolah masa itu berlimpah, berputar melingkar. Sesungguhnya, waktu itu ibarat aliran sungai. ”Tak ada seorang pun yang bisa melintasi sungai yang sama dua kali,” ujar Heraclitus. Sungai terus mengalir, manusia terus berubah.
Waktu adalah milik kita yang paling berharga. Dalam kaidah ekonomi, semakin jarang sesuatu dan semakin sering digunakan, maka akan semakin bernilai. Emas, misalnya, cadangannya terbatas, tetapi banyak digunakan, maka nilainya mahal (logam mulia). Kebanyakan hal yang bisa dimiliki bisa diisi ulang. Cadangan berlian dan emas bisa ditemukan, uang bisa dicetak kembali, tetapi tidak dengan waktu. Waktu yang hilang tak tergantikan. Peribahasa ”waktu adalah uang” tidak sepenuhnya tepat. Waktu, sebagai sumber daya yang paling jarang, jauh lebih berharga daripada uang.
Dalam penggunaan waktu juga berlaku prinsip ”opportunity costs”. Bahwa apa pun yang kita pilih untuk diperbuat berisiko hilangnya kesempatan melakukan hal lain. Dengan uang, kita memiliki pilihan konservatif dengan menyimpannya di bank, tetapi tidak dengan waktu. Kita mengeluarkan waktu setiap saat. Kita ”adalah jam yang setiap saat waktu berkata sendiri”, ujar Shakespeare.
Waktu bukanlah keabadian, sekadar labirin tanda tanya yang di setiap ujung jeda dan pintunya selalu sisakan misteri. Akan tetapi, setiap jejak tidaklah sia-sia. Seperti samudra bermula dari tetes air. Setiap sapa membawa gairah pada sesama. Setiap darma menebar asa pada semesta. Lukisan masa depan adalah pilihan kita menggoreskan warna pada kanvas masa sekarang.
Selamat tahun baru, semoga tumbuh tunas-tunas kebajikan baru demi kebahagian hayat bersama.
Yudi Latif, Makrifat Pagi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews