Berger mengingatkan pentingnya dimensi-dimensi etis dalam setiap proses pembangunan, apapun sistem atau ideologi yang dianut atau yang jadi acuan.
Peter L. Berger berpulang, tepatnya pada 27 Juni 2017. Dia meninggalkan warisan sangat berharga bagi ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi agama.
Di Indonesia karya-karyanya akan terus dikenang oleh mereka yang pernah aktif terlibat diskusi intens pada era 1980-an hingga era akhir rezim otoritarian Suharto.
Salah satu bukunya yang paling diingat dan paling sering dibahas era itu adalah The Pyramids of Sacrifice (1974), yang diIndonesiakan berjudul Piramida Kurban Manusia (LP3ES, 1982).
Melalui kisah di balik pembangunan piramida raksasa Cholua, Berger menyadarkan kita tentang biaya-biaya sosial dan biaya-biaya manusiawi yang harus ditanggung untuk semua kemegahan pembangunan berlandaskan ideologi apapun.
Apakah "janji surga" kapitalisme, ataukah rayuan utopis sosialisme, keduanya adalah mitos yang bisa menyesatkan, bisa menimbulkan "human cost" dahsyat.
Yang pertama secara canggih mereduksi manusia menjadi sekadar sekrup dalam mesin besar industri kapitalis. Mirip "cheerful robots" (istilah C. Wrigth Mills). Yang kedua dalam kecenderungan totaliternya tidak menghargai martabat dan kebebasan manusia, juga memperlakukan manusia seperti robot.
Karena itu Berger mengingatkan pentingnya dimensi-dimensi etis dalam setiap proses pembangunan, apapun sistem atau ideologi yang dianut atau yang jadi acuan. Dalam proses itu harus selalu diperhatikan perhitungan-perhitungan yang mencakup makna dan penderitaan.
"The calculus of meaning" (perhitungan makna) dan "the calculus of pains" (perhitungan penderitaan).
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews