Tidak adanya rasa khawatir terhadap kemungkinan salah atas pandangan atau pemahaman yang melekat pada diri kita, bisa jadi inilah sumber kebodohan sebenarnya.
Saya berusaha merenungi kata-kata yang viral belakangan ini. "We are fighting two pandemics. Covid-19 and Stupidity". Kata-kata itu terdengar singkat dan tajam. Dua jenis musuh ini rupanya menyatu, yang satu dari luar tubuh kita, dan satu lainnya ada dalam diri kita sendiri. Hasilnya, COVID-19 bercumbu dengan KEBODOHAN.
Kalau Covid-19, anggaplah virus ini datang karena sepenuhnya kehendak Tuhan. Namun, apakah "stupidity" itu sesuatu yang "given", atau seakan turun dari langit begitu saja? Rasanya tidak.
Saya meyakini, kedunguan yang melekat pada diri kita itu menjadi ada dan bahkan terbangun karena sadar atau tidak, kita sendiri yang memelihara atau bahkan memupuknya.
Kita hanya terpaku pada satu atau beberapa sumber saja. Tak mau menengok sumber lain dari mana pun datangnya.
Yang paling sulit dihilangkan adalah ketika stupidity itu dibungkus rapat oleh keyakinan diri bahwa pemahaman yang kita miliki adalah yang paling benar, dan yang lain salah.
Tidak adanya rasa khawatir terhadap kemungkinan salah atas pandangan atau pemahaman yang melekat pada diri kita, bisa jadi inilah sumber kebodohan sebenarnya. Perselisihan antara orang yang merasa paling benar melawan orang yang juga merasakan hal yang sama, menjadi persateruan yang paling sulit dilerai dan paling banyak memakan energi.
Jangan-jangan, pada saat ini kita tengah memperagakan pertandingan "kebodohan melawan kebodohan yang lain." Sialnya kita sangat serius dalam memperagakan pertandingan itu dan kita tak tahu sampai kapan kita akan mengakhirinya.
Duh..ampun deh!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews