Guru-guru di pedalaman atau daearah tertinggal harus mendapat perhatian lebih dibanding guru diperkotaan. Baik dari gaji atau pun tunjangan.
Guru PNS, 40 tahun atau 50 tahun yang lalu berbeda dengan guru PNS 10 tahun atau 20 tahun yang lalu.
Dulu, halaman sekolah SMP dan SMU atau SMK Negeri nampak begitu luas dan hijau karena masih banyak pepohonan. Guru-guru juga masih sederhana,ada yang naik angkot, bus dan kendaraan roda dua. Itu pun jarang guru naik sepeda motor. Kalau pun punya sepeda motor juga sudah "butut atau kuno", bukan kendaraan yang baru.
Yang naik mobil juga jarang, biasanya hanya kepala sekolah yang naik mobil. Itu pun juga bukan mobil baru. Kalau ada guru naik mobil, biasanya guru tersebut punya kerjaan sampingan selain menjadi seorang guru.
Dulu gaji guru PNS masih kecil dan kadang tidak bisa nutup untuk kebutuhan sehari-hari dan harus mencari penghasilan tambahan.
Bagaimana dengan guru sekarang yang statusnya sudah PNS plus sertifikasi guru?
Guru PNS sekarang sudah makmur atau lebih dari cukup. Bahkan kalau lebaran bisa membawa pulang gaji plus tunjangan sertifikasi dan THR kurang lebih Rp25 juta. Bahkan ada yang lebih.
Semenjak adanya sertifikasi guru-seorang guru PNS gajinya lebih gede dan sangat menjanjikan. Karena tunjangan sertifikasi guru cukup lumayan. Kalau tidak salah satu kali gaji. Bahkan terkadang guru sibuk mengurus tunjangan sertifikasi guru dibanding mengajar.
Hal ini pernah dikeluhkan oleh mantan Gubernur DKI yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Malah kadang nyuruh guru honorer untuk mengajar.
Serifikasi guru hanyalah selembar kertas yang tidak dibarengi atau diikuti oleh peningkatan kinerjanya atau cara mengajarnya. Sertifikasi guru diburu hanyalah untuk mendapatkan uang tunjangan. Sebenarnya guru yang sudah bersertifikat dengan guru yang tidak bersertifikat tidak ada bedanya dalam hal mengajar. Bedanya cuma di penghasilan gaji karena adanya tunjangan sertifikasi guru.
Halaman sekolah negeri yang dulu nampak begitu luas, sekarang menyempit terisi oleh mobil-mobil guru yang terparkir seperti show room mobil bekas. Merk mobilnya pun beraneka ragam dari harga 100 juta sampai dengan 700 juta.
Apalagi menjadi guru di sekolah favorit. Bahkan terkadang pada hari Senin yang biasanya upacara-mobil-mobil itu terparkir dulu di pinggir jalan karena halaman sekolah tidak cukup untuk menampung mobil-mobil tersebut. Belum lagi murid-murid juga banyak yang membawa mobil. Biasanya mobil murid tidak boleh parkir di halaman sekolah.Biasanya terparkir di pinggir jalan dekat sekolah.
Guru-guru PNS sekarang sudah naik mobil pribadi tidak perlu naik angkutan umum.
Ini berbeda sekali dengan guru honorer. Seperti bumi dan langit penghasilannya dan statusnya. Padahal dari segi kwalitas dan kinerja cara mengajar guru honorer tidak kalah dengan guru yang berstatus PNS. Guru honorer penghasilanya masih jauh dari UMR buruh pabrik. Padahal mereka sudah mengabdi puluhan tahun, bahkan ada yang 30 tahun atau 40 tahun jadi guru honorer dan dimakan usia.
Guru sekarang juga lebih sering ngasih PR untuk anak didiknya. Bahkan anak-anak SD sekarang seperti latihan fisik mau jadi tentara karena tas ranselnya terasa berat penuh dengan buku-buku.
Semoga dengan menteri pendidikan yang baru ada perubahan pada dunia pendidikan.
Guru-guru di pedalaman atau daearah tertinggal harus mendapat perhatian lebih dibanding guru diperkotaan. Baik dari gaji atau pun tunjangan. Supaya ada pemerataan pendidikan.
Kata presiden Jokowi, sertifakasi terkadang tidak diikuti dengan kopentensi atau keahlian.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews