Ambyarnya Sobat Ambyar

Apa ambyar itu? Ambyar adalah adagium menarik dalam menggambarkan fenomena generasi milenial yang menemu superhero second tapi otentik.

Minggu, 13 Oktober 2019 | 10:58 WIB
0
351
Ambyarnya Sobat Ambyar
Didi Kempot (Foto: beritagar.id)

Apakah para sobat ambyar karena mulu patah hati? Broken heart? Kuciwa karena cinta ditolak, dukun bertindak, tapi tetap tidak kecandhak? Tidak selalu.

Keambyaran bisa karena banyak hal. Termasuk ambyar karena politik, pendidikan, atau karena agama. Disamping bahaya laten kondisi ekonomi, juga bisa membuat ambyar permanen. Bagaimana ketiga (atau empat) hal tersebut bisa menyebabkan ambyar? Mungkin soal ketahanan mental, atau psikologisme orang-per-orang dalam menghadapi, sebagaimana Joker nyalahin liyan, terus minta tolong Hanum Rais ngetuit play-victim?

Tapi, apa ambyar itu? Ambyar adalah adagium menarik dalam menggambarkan fenomena generasi milenial yang menemu superhero second tapi otentik. Dengan memunculkan tokoh lokal bernama Didi Kempot. Meski terasa inferioritas mereka dengan memberi julukan Lord Didi, atau The Godfather of brokenheart, dst.

Ambyar, mungkin saja untuk menggambarkan kerusakan mental-spiritual. Ambyar yang bermakna berantakan. Hancur-lebur. Luluh-lantak. Ajur sewalang-walang. Bayangkan jika hati yang hancur-lebur itu volumenya lebih kecil dari walang. Bagaimana kemudian hati bisa hancur berantakan sebesar walang goreng yang banyak di jual di pinggir jalan Gunung Kidul?

Hati kita, atau setidaknya saya, saat ini memang lagi ambyar. Walaupun tak harus masuk member sobat ambyar. Ambyar akan situasi sekarang ini, yang aneh markoneh-koneh.

Misal, orang pinter kok mulutnya enteng nyebut liyan ‘dungu-dungu-dungu’? Mirip orang bergama tapi kok congornya enteng bilang ‘kafir-kafir-kafir’ pada yang beda paham? Persis dengan orang yang berpolitik praktis, yang bisa bilang mereka berbakti pada negara, tapi nyatanya hanya karena dapat dukungan suara. Setelah dapat? Ya, biasa, berkhianat!

Gitu-gitu itu bikin hati ambyar. Hancur-lebur. Lantas apa yang kita percaya? Ndilalahnya, salah satu mantu Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wassallam pernah ngendika, “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia!” Bayangkanlah, salah satu anaknya dibunuh secara sadis, oleh sesama muslim pula. Betapa ambyarnya hati Sayidina Ali.

Di Indonesia bukan hanya tiga kelompok (politikus, akademikus, agamawan), melainkan bisa jadi ditambah sosok idola lain. Penulis, pelukis, gitaris, teaterawan, dangdhutis, cerpenis, penyair, fesbuker, yang bisa bikin ambyar karena antara karya kreatif dan perilakunya; ngalor-ngidul.

Kita menolak-nolak gerakan radikalisme, dan segala sesuatu yang radikal. Saking takutnya, atau saking nggak ngertinya, kita juga nggak mau bertindak radikal dalam melawan koruptor. Karena ngertinya radikalisme itu negative. Nggak mau radikal dalam mengubah sistem politik kita yang elitis. Bahkan nggak mau radikal dalam merombak cara berkeagamaan kita yang formalistic.

Lebih ngandelin hubungan vertikal dengan Tuhan, tapi ambyar dalam membangun komunikasi sosial, relasi horisontal, dan hubungan kemanusiaan.

***