Menakar pro dan kontra dibukanya kembali sekolah pada masa pandemi covid-19

Selasa, 2 Juni 2020 | 19:42 WIB
0
339
Menakar pro dan kontra dibukanya kembali sekolah pada masa pandemi covid-19
Patung Sang Proklamator di Museum Bung Karno di Blitar, Jawa Timur

Kita ketahui bersama seiring dengan semakin merebaknya pandemic Covid-19 di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, telah memaksa pemerintah menghentikan proses belajar mengajar di sekolah. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif dan antisipatif mengurangi penularan Covid-19. Sampai dengan saat ini sudah lebih dari 2 bulan, siswa sekolah terpaksa belajar secara mandiri di rumah dengan beragam jenis fasilitas penunjangnya (sesuai kemampuan ekonomi). Dari mulai proses pembelajaran berbasis virtual seperti memakai aplikasi zoom atau skype, kemudian pemberian materi dan soal pembelajaran yang dikirimkan melalui email ataupun google classroom, atau mengikuti pelajaran secara massif melalui siaran televisi dalam hal ini melalui channel TVRI pada jam-jam yang telah ditentukan.

Memang diakui, metode pembelajaran mandiri jarak jauh dengan menggunakan beragam sarana prasarana teknologi tidak dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, sehingga untuk kasus murid-murid yang berasal dari golongan ekonomi lemah sangat terkendala dalam mengikuti pembelajaran dengan metode diatas. Namun demikian, cara inilah yang saat ini dinilai paling dimungkinkan untuk dilakukan pada saat Pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Seiring dengan rencana pemerintah menerapkan kebijakan New Normal sebagai kelanjutan atas wacana pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ditanggapi dengan beragam di tengah masyarakat. Salah satu paket wacana kebijakan yang sangat tajam pro dan kontranya adalah wacana kebijakan pemerintah untuk menyelenggaran kembali proses belajar mengajar di sekolah. Reaksi masyarakat atas wacana ini bagaikan cendawan di musim hujan, begitu banyak dan beraneka ragam. Ada sebagian masyarakat yang setuju, namun tidak sedikit yang menentangnya dengan beragam pertimbangan.

Mari kita petakan beberapa argumen utama dari kalangan yang pro kebijakan membuka kembali sekolah dalam waktu dekat dan kelompok yang kontra atas kebijakan pembukaan kembali sekolah pada masa pandemic Covid-19. Pendapat masyarakat yang pro kebijakan lebih menitik beratkan kepada semakin menurunnya kualitas pendidikan anak-anak selama masa pembelajaran mandiri di rumah akibat pandemic Covid-19. Anak-anak tidak dapat terkontrol pembelajarannya, sehingga lebih banyak waktunya digunakan untuk menonton acara televisi ataupun browsing internet yang tidak berhubungan dengan pendididkan. Selain itu setelah lebih dari dua bulan di rumah, kondisi fisik dan psikis anak sedikit banyak juga terpengaruh terutama munculnya kejenuhan yang tinggi karena tidak dapat berinteraksi secara luas dengan teman sebayanya ataupun lingkungan sekitar dikarenakan adanya PSBB.

Sebagian besar masyarakat yang menolak pembukaan kembali sekolah dalam waktu dekat adalah behaviour anak-anak yang rentan terhadap penyebaran Covid-19, seperti kurang pedulinya atas protocol kesehatan untuk mencuci tangan selepas memegang uang jajan, atau aturan penerapan social distancing antar siswa di kelas/sekolah. Berkumpulnya orang dalam jumlah besar dengan jumlah pengawasan yang relative tidak seimbang juga akan menjadi andil penyebaran Covid-19. Satu hal lagi Covid-19 menyerang semua lapisan umur, jadi tidak ada ceritanya anak-anak atau remaja tidak terinfeksi Covid-19. Selain itu beragam siswa yang juga beragam tempat tinggalnya, bisa jadi diantaranya ada siswa yang keluarga serumahnya positif Covid-19, atau lingkungan rumahnya adalah daerah berstatus merah atau berbahaya karena ada beberapa orang di lingkungannya telah terjangkit Covid-19. Konflik sosialpun pasti tak dapat terelakkan, semisal anak yang masuk sekolah kembali didapati terpapar Covid-19 di sekolah. Belum lagi jika ada penerapan sanksi kepada siswa yang tidak mau/ belum berani ke sekolah karena orang tuanya tidak mengijinkan dengan memperhatikan resiko penyebaran Covid-19. Kondisi inilah yang akan meningkatkan potensi konflik social antara sekolah dengan orang tua murid.

Bagaimana solusinya agar pendidikan di negara ini dapat diminimalisir dampak buruknya terutama pada saat pandemic Covid-19. Sebagian orang tua murid mengusulkan agar pelaksanaan pembelajaran siswa dapat dimulai lagi tahun depan, dengan syarat pandemic Covid-19 sudah mulai mereda. Namun demikian cukup sulit memperkirakan kapan pandemic Covid-19 ini segera mereda bahkan berakhir. Secara moderat penulis sangat setuju dengan pendapat pemerintah yang pada akhirnya akan membuka Kembali sekolah awal tahun 2021 , dengan asumsi sudah ada tanda-tanda positif penanganan Covid-19 pasca penerapan PSBB di sejumlah daerah, khususnya daerah episentrum Covid-19.

Selain itu perlunya diterapkan adjustment-adjustment baru dalam standar operasional prosedur pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah diantaranya adalah :

1.    Pemberlakuan jam belajar yang flexible, termasuk mengurangi jam sekolah

Pada point ini, waktu belajar di sekolah dibatasi waktunya, dan untuk menutup waktu belajar sisanya dapat dilaksanakan melalui pemberian materi dan tugas via internet.

2.    Mitigasi resiko, memetakan anak didik atau murid berdasarkan sebaran Covid-19

Pihak sekolah sudah memetakan lokasi tempat tinggal siswa. Siswa di regrouping sesuai zona Covid-19 di wilayah tempat tinggalnya. Misalnya siswa-siswa yang tempat tinggalnya di zona merah masuk siang, dan siswa-siswa yang tempat tinggalnya di zona hijau masuk pagi.

3.    Memperbanyak tempat cuci tangan, diusahakan setiap kelas ada tempat cuci tangan.

Di tiap kelas dibuat satu tempat cuci tangan, dan diwajibkan semua siswa sebelum masuk cuci tangan terlebih dahulu, dan secara berkala diwajibkan kepada siswa untuk mencuci tangan.

4.    Murid wajib memakai masker dan membawa handsanitizer

Setiap siswa diwajibkan memakai masker dan membawa handsanitizer. Kepada siswa yang tidak membawa kedua perlengkapan wajib secara tegas tidak diperbolehkan mengikuti pembelajaran di kelas atau dipulangkan.

5.    Dilarang saling meminjamkan peralatan sekolah dan mensosialisasikan untuk tidak saling berjabat tangan serta mengerti dan memahami social distancing

6.    Secara periodic ruang kelas dilakukan penyemprotan disinfektan

7.    Sementara kantin tutup, untuk mengurangi penggunaan uang kertas.

Untuk sementara kantin ditutup,guna memitigasi resiko penumpukan masa serta meminimalisir penggunaan uang kertas. Uang kertas adalah salah satu sarana penyebaran virus,untuk itu mulai diperkenalkan dan disosialisasikan penggunaan uang elekronik seperti gopay, ovo, link, dana dan sebagainya.

8.    Mengurangi pengelompokan masa khususnya Ketika jam istirahat dan jam pulang sekolah.

Sekolah membentuk satgas Covid-19 yang tugas utamanya mensosialisasikan protocol kesehatan kepada siswa selama pandemic Covid-19 serta menjadi petugas yang berwenang untuk membubarkan kelompok-kelompok masa di dalam sekolah guna mengefektifkan social distancing dan mengurangi resiko penyebaran Covid-19.

Pada akhirnya semua sebagian besar kalangan setuju akan pentingnya masa depan pendidikan putra-putrinya, namun demikian faktor keselamatan dan Kesehatan menjadi prioritas utama sebagai syarat mutlak dalam pemberlakuan Kembali proses belajar mengajar di sekolah.