Hari Buku Nasional yang Sering Terlupakan

Ingatan pada hal-hal receh ini sering membuat saya malu saat disebut teman sebagai kutu buku. Tapi saya selalu mencoba untuk berusaha menyederhanakan sesuatu. Sebab kata Einstein, jenius itu menyederhanakan hal rumit, bukan sebaliknya.

Kamis, 12 Mei 2022 | 07:21 WIB
0
125
Hari Buku Nasional yang Sering Terlupakan
Komik (Foto: Facebook.com)

Yah, baru tahu, ternyata kemarin hari buku nasional. Meski setiap tahun dirayakan, setiap tahun juga saya lupa. Baru ingat setelah melihat sejumlah posting tentang mereka yang penuh kecintaan merayakan hari buku.

Dan saya menyebut diri saya pecinta buku? Huh... Banyak belagu saya. Apalagi ketergantungan saya pada buku bukan karena hal-hal yang megah dan membahana. Karena bucin saja, sebagai anak yang gabut dan tinggal di rumah yang sepi.

Buku penjadi pelewat waktu sekaligus teman yang paling setia. Buku menceritakan pada saya apapun, tanpa pernah mencela saya, saat saya meninggalkan ceritanya karena bosan atau tak mengerti. Buku pun tak pernah memarahi saya yang hanya tertarik pada gambar-gambarnya, dan bukan kisahnya. Buku memang penyabar.

Kerecehan saya ini sebenarnya tercermin dari kisah-kisah yang paling saya ingat dari buku yang saya baca. Biasanya hal-hal yang saya anggap lucu.

Beberapa 'plesetan' lucu saya ingat terus. Dalam buku Dear Dairy yang menjadi kesukaan saya saat SMA, saya teringat kesebalan Nancy pada aerobik karena guru olahraganya terlalu menekankan pentingnya aerobik dalam membentuk tubuh, meski ia sendiri tak bertubuh ideal. Diam-diam Nancy menjuluki gurunya sebagai Jane Honda, karena ia sama sekali tak mirip Jane Fonda. Saat itu Jane Fonda memang instruktur senam.

Dalam Laura Ingals Wilder, ada juga cerita tentang plesetan. Saat itu ada acara tebakan pantomim. Pa berjalan ke sana ke mari sambil membawa kapak dengan kentang menancap pada mata kapaknya. Tak ada satu pun yang mampu menjawab teka-teki pantomim itu. Pa kemudian menjawab, "Tafsiran Kisah Para Rasul"

Dalam bahasa Inggeris, Kisah Para Rasul sering disebut The Acts. Sedang Commentators on the acts terdengar seperti berbunyi coming tatoes on the axe. Atau kentang (tatoes dari kata potatoes) datang pada kapak. Plesetan Laura ini lambat saya mengerti, tetapi segera setelah paham, saya tak akan melupakannya.

Enid Blyton pun banyak membuat plesetan, terutama dalam seri Pasukan Mau Tahu saat tokoh Ern Goon, keponakan dari polisi galak Mr. Goon hadir. Ern menyukai 'pantun' yang disebutnya 'bantun' . Dari kata Inggeris 'poet' menjadi 'toet'. Anak-anak Pasukan Mau Tahu juga menyebut Mr Goon dengan Pak Ayo Pergi. Belakangan setelah besar saya kira Enid Blyton telah memelesetkan kata 'go on' menjadi 'go out'.

Tetapi plesetan paling canggih tentu ada dalam Harry Potter. JK Rowling sungguh canggih dalam menyusun plesetannya. Mulai dari mata pelajaran Arithmancy yang merupakan plesetan dari Aritmatika, hingga herbologi. Butterbeer yang berima lebih asyik daripada butterscotch. Sejak itu saya sering menyebut Pasar Legi menjadi Pasar Geli. Susu kedelai menjadi susu keledai. Diam-diam saya ingin melatih kemampuan plesetan saya.

Gus Dur, dalam suatu wawancara yang peenah saya baca juga membuat humor serupa plesetan. Gus Dur menceritakan pelayan hotel di luar negeri yang bertanya pada ibu-ibu asal Indonesia, "Do you like salad, Mam?"

Dengan mantap si ibu menjawab, "Yes, Of Course, Five times a day.."

Bukan hanya plesetan, ada kerecehan lain yang selalu saya ingat dan membuat tertawa. Dalam Supernova Petir karya Dee Lestari, saya selalu tertawa setiap teringat nama Etra. Ayah Etra seorang Tionghoa yang berprofesi sebagai tukang servis elektronik, memang tergila-gila hal-hal yang berbau listrik. Nama Etra sebenarnya adalah Elektra. Ia punya seorang kakak bernama Watti. Dengan dua huruf t. James Watti mungkin lengkapnya.

Karena tinggal di Bandung, panggilan Etra membuatnya terasa terdengar Etra', dengan bunyi konsonan k yang samar. Nyaris mirip kata ekstrak. Ini menggenapi keanehan Etra yang bukan cica, Chinese cantik, Melainkan cia. Chinese aja.

Saya selalu tertawa dan ingat kisah itu. Seperti juga ingatan saya pada Soe Hok Gie yang menyebut 'tootje-tootje' untuk kata begituan. Ingatan rusuh juga saya dapat dari novel paling saya suka, Saman karya Ayu Utami. Dikisahkan saat SMA, empat sahabat Tala, Laila, Cok dan Yasmin melakukan taruhan. Yang kalah harus membeli, maaf, kondom berbentuk pare yang bisa kelap-kelip. Harus saat toko ramai, biar membuat malu. Apalagi saat itu mereka semua masih perawan. Saya baca ini saat akhir kuliah, dan saya langsung terbayang kelunya lidah saat membeli itu.

Komik Tintin termasuk punya banyak kisah receh yang saya ingat terus. Mulai dari kearifan lokal yang dimasukkan penerjemahnya dalam adrgan saat Kapten Haddock bertemu temannya pelaut Chester. Keduanya bermyanyi ramai: bang bang tut, akar golang galing.

Saya juga menyuka sarkas Kapten Haddock pada negara Syldavia yang mengklaim dirinya sebagai pengekspor air murni. Stop, teriak Kapten Haddockmeminta agar minumannya tidak dicampurkan dengan air murni. Mungkin Kapten Haddock merasa, receh sekali menjual air murni. Meski diklaim sarat manfaat.

Dalam Tintin juga ada plesetan. Adegan Tintin berkenalan dengan Piotr Skut, si pilot asal Estonia. Skut menyebut namanya, dan Kapten Haddock berkomentar, "Apa sikut-sikut?"

Dalam Suami untuk Mama karya Christine Nostlinger, saya terpingkal-pingkal saat Su enggan memakan masakan omanya. Sang Oma menyeramahi, betapa makanan itu dibuat dari resep istimewa rahasia dari dapur Kaisar. Lalu kata Oma Alice, "Lapar adalah juru masak terbaik."

Su menjawab dengan kurang ajar, "Nama Oma bukan Lapar."

Kali lain adalah kisah Asrul Sani. Di masa muda ia berteman akrab dengan Chairil Anwar. Mereka berdua sama-sama kutu buku. Punya keinginan untuk membaca banyak buku, meski seringkali tak punya uang untuk membelinya.

Suatu kali di Kwitang, Chairil berencana akan mencuri buku filsafat. Asrul diminta mengalihkan perhatian pemilik toko. Buku-buku filsafat masa itu selalu terletak di rak yang berdekatan dengan buku agama. Saat Asrul melihat Chairil telah berada di luar toko sembari memegang sebuah buku tebal, Asrul pun menyusulnya. Chairil tampak sedikit kecewa. Ternyata karena gugup, ia salah mengambil buku. Ia mengambil Alkitab.

Ingatan pada hal-hal receh ini sering membuat saya malu saat disebut teman sebagai kutu buku. Tapi saya selalu mencoba untuk berusaha menyederhanakan sesuatu. Sebab kata Einstein, jenius itu menyederhanakan hal rumit, bukan sebaliknya...

Hahaha.... Saya pengen juga dianggap jenius.

Meski telat, selamat hari buku....

***