Menuju Paradigma Baru Pengabdian Masyarakat

Model penelitian seperti penelitian tindakan atau penelitian dan pengembangan sangat tepat untuk mewadahi paradigma baru abdimas.

Senin, 29 Maret 2021 | 20:53 WIB
0
297
Menuju Paradigma Baru  Pengabdian Masyarakat
Penelitian (Foto: gametechno.com)

Di dalam UU no. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) dinyatakan bahwa pengabdian kepada masyarakat (abdimas) dilaksanakan “berbasis penalaran dan karya penelitian” (pasal 5d).

Memahami kaitan timbal-balik antara abdimas dan penelitian menjadi sangat penting, karena komitmen PT (dan pemerintah) yang semakin besar untuk turut serta secara aktif dalam menerapkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni terutama dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat dan memajukan kesejahteraan bangsa.

Bahkan, mulai tahun 2013 Kemenristekdikti (sekarang Kemendikbud) melalui Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) telah melakukan transformasi seluruh proses pelaksanaan dan data penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ke dalam satu sistem pengelolaan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang disebut dengan Sistem Informasi Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Simlitabmas). Dengan sistem yang teritegrasi ini, diharapkan akan mampu menjamin pengelolaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.

Selain itu, pada tahun 2020 alokasi dana yang disediakan oleh Kemenristek/BRIN untuk projek penelitian dan abdimas cukup besar, yaitu Rp 1,373 triliun untuk penelitian dan Rp 89,7 miliar untuk abdimas. Dana-dana tersebut diperuntukkan bagi PTN dan PTS. Pada tahun 2021, dana penelitian lebih difokuskan pada “penelitian abdimas.” Alokasinya sebesar Rp54,8 miliar yang terdiri dari Rp 35 miliar untuk total 246 judul skema multi tahun (lanjutan) dan Rp 19,8 miliar untuk 472 judul skema mono tahun.

Integrasi sistem dan pemfokusan alokasi dana riset abdimas ini, semakin menegaskan betapa abdimas sudah menjadi bagian integral dalam kehidupan sivitas akademika PT. Dan dalam kaitan ini, ada dua konsep yang saling kait (interchainable) antara abdimas dan penelitian, yaitu "abdimas berbasis penelitian" (community service based on research) dan "penelitian berbasis abdimas" (research based on community service).

Secara konseptual, kedua konsep tersebut berkaitan dengan paradigma abdimas yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi (PT), terutama bagaimana PT menempatkan atau memposisikan masyarakat dalam projek-projek abdimasnya.

Abdimas Berbasis Penelitian

Abdimas berbasis penelitian (community service based on research) adalah abdimas yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh PT.

Abdimas model ini didasarkan pada paradigma lama pemberdayaan masyarakat. Dimana masyarakat dijadikan sebagai objek dan pasar dari produk-produk (iptek, seni) PT. Program abdimas lebih berorientasi pada upaya memberdayakan masyarakat berdasarkan jargon "Perguruan Tinggi sebagai agent of change" yang menempatkan masyarakat sebagai "objek binaan/pembaruan" atau "passive recipient."

Abdimas bagi PT merupakan wahana untuk kegiatan difusi inovasi yang dihasilkan kepada masyarakat. Projek abdimas bagi PT tidak lain merupakan projek disseminasi atau pemasaran hasil-hasil atau produk-produk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni PT yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dengan paradigma ini, abdimas menjadi "penggugur kewajiban", "penebus dosa" terhadap kritik dan kecaman keras terhadap PT yang disimbolisasi sebagai menara gading (ivory tower). Abdimas model ini merupakan evolusi pertama projek abdimas yang sudah dirintis sejak tahun 1971/1972, lazim dilakukan dalam bentuk kegiatan seperti penyuluhan, menyediakan percontohan, memperagakan, dan menerbitkan media publikasi, dll. baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa (PMkN dan KKN).

Penelitian Berbasis Abdimas

Penelitian berbasis abdimas (research based on community service) adalah abdimas yang dilakukan bersamaan dengan penelitian atau penelitian yang dilakukan secara bersamaan pada saat abdimas.

Paradigma ini merupakan paradigma baru abdimas yang sejalan dengan perubahan paradigma pemberdayaan masyarakat. Menurut paradigma ini, "masyarakat sebagai agent of change" dalam keseluruhan projek abdimas PT. Pembangunan masyarakat melalui abdimas, karenanya, bersifat people-centered, participatory.

Dalam paradigma baru ini, masyarakat tidak lagi diposisikan sebagai "objek” atau "passive recipient", melainkan sebagai "subjek partisipan pembangunan" atau "active participant". Masyarakat terlibat penuh dalam keseluruhan projek abdimas, sejak awal hingga akhir sebagai mitra, patner dan partisipan aktif projek abdimas, baik yang dilakukan oleh dosen dan/atau mahasiswa.

Menempatkan masyarakat sebagai “subjek,” maka projek abdimas sejatinya merupakan sebuah “social empowerment,” yaitu sebuah proses pengembangan kesadaran atau rasa kemandirian (sense of autonomy) dan kepercayaan diri (self-confidence) masyarakat, agar secara individual maupun kolektif mereka dapat melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik (ekonomi, sosial, psikologis, kepemilikan, dll.).

Dalam pengertian ini, abdimas dimaknai sebagai projek bersama dan sinergis antara PT dan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi masalah serta mencari alternatif pemecahannya secara ilmiah berdasarkan konteks masyarakat itu sendiri.

Abdimas merupakan projek peningkatan kinerja serta capacity building masyarakat menuju kemandirian, peradaban, dan kesejahteraan masyarakat.

Setiap PT sejatinya diberikan kebebasan dan otonomi untuk memilih dan menerapkan paradigma abdimas mana yang akan digunakan. Yang pasti, kedua paradigma abdimas tersebut diterapkan oleh perguruan tinggi, secara parsial atau integral (berbarengan).

Sejalan dengan perubahan paradigma pemberdayaan masyarakat, seharusnyalah PT juga secara bertahap mengubah paradigma abdimasnya, dari "abdimas berbasis penelitian" (community service based on research) ke arah "penelitian berbasis abdimas" (research based on community service). Atau, setidaknya, kedua paradigma tersebut dilaksanakan secara berbarengan/serentak.

Perubahan paradigma abdimas yang lebih bersifat people-centered, participatory ini menjadi sangat penting agar esensi abdimas yang digagas di dalam UU no.12/2012 bisa terwujud. Bahwa abdimas merupakan salah satu ikhtiar PT untuk “membangun tradisi keilmuan yang setia pada kenyataan hidup masyarakat.”

Model penelitian seperti penelitian tindakan (action research) atau penelitian dan pengembangan (research and development) sangat tepat untuk mewadahi paradigma baru abdimas. Sehingga, hasil-hasil penelitian abdimas dengan alokasi dana yang sangat besar itu, tidak hanya berhenti pada terciptanya karya-karya ilmiah (laporan dan artikel) yang dipublikasikan di jurnal-jurnal nasional dan/atau internasional. Tetapi, juga memiliki dampak signifikan bagi terciptanya perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dan maju atas dasar capacity building yang dimiliki oleh masyarakat yang menjadi subjek dan partisipan projek abdimas.

Pada akhirnya, bangsa ini sangat berharap melalui projek-projek abdimas PT berparadigma baru, jumlah desa-desa tertinggal di Indonesia dapat dikurangi. Menurut data BPS tahun 2018, dari total 73.670 desa di Indonesia terdapat 13.232 (17.96%) desa tertinggal. Jumlah desa tertinggal tersebut ternyata lebih tinggi dari jumlah desa tertinggal tahun 2003 yang berjumlah 11.258 desa (Agusta, 2007).

Semoga.

***