Zaman Post-Truth, Ketika Kebohongan Menjadi Kebenaran

Kamus Oxford menjadikan post-truth sebagai “Word of the Year” 2016. Berdasarkan keterangan editor, jumlah penggunaan istilah ini di tahun 2016 meningkat 2000% bila dibandingkan 2015.

Rabu, 20 Januari 2021 | 07:47 WIB
0
271
Zaman Post-Truth, Ketika Kebohongan Menjadi Kebenaran
Ilustrasi post truth.(SHUTTERSTOCK/ FRANKHH)

"Berita palsu hanyalah gejala. Penyakit sesungguhnya adalah berkurangnya keinginan mencari bukti, mempertanyakan sesuatu dan berpikir kritis" -Davis Kushner.

Adalah era ketika perdebatan ttg kebenaran lebih mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebenaran itu sendiri. Adalah era tatkala kebenaran dibangun di atas fondasi kebohongan dan hoaks yang terus-menerus dinarasikan yang kemudian dianggap dan diyakini sebagai sebuah kebenaran.

Di era ini, fakta tidak lagi terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Di era post-truh ini, fakta, realitas, kebenaran tidak lagi menjadi otoritas mutlak kalangan intelektual yang lahir dari dan diproduksi oleh tradisi universiter yang sangat ketat dan canggih.

Fakta, realitas, kebenaran kata bang Berger & Luckmann adalah hasil "konstruksi sosial yang dibangun di "ruang-ruang sosial" melalui proses-proses sosial, dimana individu atau sekelompok individu dapat menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.

Kelahiran era post-truth ini memperoleh momentum yang tepat dengan maraknya penggunaan media-media sosial oleh publik dari semua strata sosial.

Medsos telah memungkinkan produksi, reproduksi dan elaborasi opini, narasi (atau apalah namanya) dengan konten bohong atau hoaks terdistribusi secara terstruktur, masif, sistematis, dan ... brutal (TMSB)...bisa menjelma menjadi fakta, kebenaran.

Cilakanya, dan karenanya tidak aneh, jika kemudian, ta'dzim atas klaim post-truth ini tidak hanya muncul di kalangan #awaM (yang memang cenderung bermain di wilayah emosi tanpa kritisi), tetapi juga mewabah hingga kalangan #awaN, kelompok terdidik yang sering mengklaim diri sebagai pemilih sah tradisi intelektual yang agung.

Baca Juga: "Post-Truth" di Masa Pandemi

Hanya satu kelompok yang tak terpengaruh atas klaim post-truth ini, yaitu mereka yang oleh Rendra disebut "yang berumah di angin" atau yg oleh penganut islam nusantara disebut "kelompok langitan", yang tetap kukuh dan konsisten pada #akal_baik serta pada tradisi murni kecendekiaan dan keulamaan.

Kamus Oxford menjadikan post-truth sebagai “Word of the Year” tahun 2016. Berdasarkan keterangan editornya, jumlah penggunaan istilah tersebut di tahun 2016 meningkat 2000% bila dibandingkan 2015.

Sebagian besar penggunaan istilah post-truth merujuk pada dua momen politik paling berpengaruh di tahun 2016: keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.

***

Tautan:

Satu
Dua
Tiga