Mendung Menyelamatkan Kokura

Jadi, peristiwa besar dibomnya Nagasaki pada Perang Dunia Kedua terjadi secara insidentil. Gumpalan-gumpalan awan telah menyelamatkan ratusan ribu warga Kokura.

Rabu, 5 Agustus 2020 | 08:00 WIB
0
200
Mendung Menyelamatkan Kokura
Bomber (Foto: Facebook/Yus Husni Thamrin)

Jangan pernah memaki mendung. Tak selamanya mendung itu kelabu, kata Chrisye. Karena mendunglah, ratusan ribu warga Kokura di Jepang selamat dari maut. Ceritanya begini. Untuk menaklukan Jepang di Asia Pasifik dalam Perang Dunia Kedua, awal tahun 1945 Presiden Truman meminta bantuan Sovyet agar menyerang Jepang dari arah barat.

Permintaan itu disanggupi Stalin, Sovyet akan bergabung dengan sekutu di Pasifik mulai tanggal 15 Agustus 1945. Tapi setelah dipikir ulang, itu berarti Amerika Serikat harus membagi dua wilayah Jepang dengan Sovyet. Jepang di bawah Sovyet akan menjadi masalah lebih besar bagi Amerika di masa depan.

Pada tanggal 21 Juli 1945 tes bom atom di New Mexico berjalan dengan sukses, dan memberi Truman alternatif lain untuk mengalahkan Jepang sebelum tanggal 15 Agustus, sebelum Sovyet bergabung. Tanggal 6 Agustus 1945 Amerika mengebom Hiroshima hingga luluh lantak dengan bom atom Little Boy. Tapi Jepang belum menyerah.

Tanggal 9 Agustus 1945, pukul 03.00 tiga pesawat B29 Superfortress lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara Tinian di Kepulauan Mariana Utara, sekitar 2.600 kilometer dari Jepang. Ketiga pesawat itu, Bockscar, Great Artiste, dan Big Stink, akan mengebom Kokura, sebuah kota di dekat Fukuoka.

Pukul 09.00 tiga pesawat itu sudah mendekati sasaran, cuaca di atas Kokura terlihat cerah. Satu jam kemudian, tiga pesawat itu sudah berputar-putar di atas Kokura, namun cuaca mendadak mendung. Kota Kokura tidak terlihat, awak tiga pesawat tidak bisa melihat titik sasaran pengeboman.

Karena cadangan bahan bakar menipis, Mayor Charles Sweeney, pimpinan misi tersebut yang berada di pesawat Bockscar membatalkan pengeboman Kokura, dan memutuskan untuk mengebom target alternatif, Nagasaki. Kota Nagasaki dipilih sebagai target alternatif karena kota itu berada di lintasan terbang menuju Kokura.

Sial bagi 270.000 orang warga Kota Nagasaki, saat itu perwira Angkatan Udara Amerika, Frederic Ashcroft bisa mengidentifikasi titik sasaran. Koordinat sasaran itu disampaikan kepada perwira pengebom, Kapten Kermit Beahan di pasawat Big Stink.

Beahan menjatuhkan bom atom Fat Man dengan daya ledak setara 22 kiloton TNT dari ketinggian 8.800 meter dari permukaan laut. Ledakan bom itu menghasilkan udara panas hingga 4.000 derajat Celcius, dan menghempaskannya ke segala arah dengan kecepatan 1.000 kilometer per jam.

Hasilnya, 40.000 warga Nagasaki mati seketika, 30.000 lainnya terbakar hebat, sisasanya terpapar radiasi nuklir dengan intensitas mematikan. Dalam beberapa minggu kemudian, sebagian besar warga Nagasaki meninggal dunia. Hanya mereka yang berada di dalam bunker yang selamat.

Para perwira Jepang berkumpul, rapat bersama Kaisar Hirohito. Lima hari kemudian, tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah. Keputusan itu dipilih untuk menghindari masuknya Sovyet ke Jepang. Sebab, jika sampai tanggal 15 Agustus 1945 Jepang belum menyerah, dan Sovyet masuk, maka dipastikan Sistem Kekaisaran Jepang akan dihapuskan. Padahal, tanggal 11 Agustus 1945, Sovyet sudah merebut Manchuria (wilayah China bagian timur laut) dari Jepang, tinggal menyeberang ke daratan Jepang.

Jadi, peristiwa besar dibomnya Nagasaki pada Perang Dunia Kedua terjadi secara insidentil. Gumpalan-gumpalan awan telah menyelamatkan ratusan ribu warga Kokura. Ratusan ribu malaikat pencabut nyawa yang sudah siap ‘bekerja’ di Kokura, serentak harus terbang ke Nagasaki, mengikuti tiga pesawat B29 yang membawa bom maut.

***