Dalam kosmologi Hindu, dunia adalah kesatuan laki-laki dan perempuan atau lingga-yoni. Konsep ini diabadikan dalan relief-relief dan bangunan.
Laporan Hari Ketujuh, 5 Juni 2019
Rahwana menculik Dewi Sinta karena tertarik dengan kecantikannya. Rama, pasangan Sinta mengirim Hanoman yang digambarkan sebagai kera berwarna putih untuk mencari tahu di mana Sinta setelah diculik. Rahwana yang ditampilkan sebagai raksasa buruk rupa dan berkulit gelap mencoba membujuk Sinta agar mau menikah dengannya, namun Sinta menolak.
Akhir kisah, terjadilah perang antara kubu Rama yang berparas elok dan dibantu Hanoman dengan kubu Rahwana yang berkuasa di Alengka.
Menurut David Reich dalam bukunya yang berjudul "Who We Are and How We Get Here", kisah Ramayana ini adalah bagian dari kisah keragaman genetika di India. Rama adalah wakil dari Ancestral of North India (ANI) yang satu akar dengan manusia Eropa hari ini. Sementara Rahwana adalah Ancestral of South India.
India adalah kisah saling kawin-mawin dua kelompok genetik, berkelindan dengan kasta-kasta yang masih bertahan sampai hari ini. Semakin tinggi kasta seseorang, semakin kental genetika ANI-nya. Kekentalan genetika ini terpelihara selama ribuan tahun karena praktik endogami atau menikah hanya dengan kasta yang setara.
Lalu bagaimana dengan Hanoman?
Nah, seorang teman saya yang berasal dari Bengal, India, menyebut, Hanoman adalah wakil dari etnis-etnis minoritas yang tinggal di pegunungan Himalaya. Seperti halnya pernah terjadi di Australia sampai awal abad 20 di mana suku Aborijin tidak dianggap sebagai manusia, etnis-etnis minoritas di pegunungan India ini juga sampai pertengahan abad 20 tidak masuk dalam kategori "manusia" di India karena mereka berada di luar kasta. Jelas, kata teman ini, Hanoman bukan monyet.
Baca Juga: Pemudik Gadungan [1] BBM Menipis, Jantungpun "Empot-empotan"
Dan epik Ramayana mengabadikan kisah keragaman genetika ini menjadi cerita klasik pertarungan dua kubu genetika manusia di India. Ribuan tahun berlalu, seiring modernitas, dua kelompok besar genetika ini terus membaur, kasta-kasta semakin mencair.
Epik Ramayana ini yang kami saksikan dalam bentuk Sendratari Ramayana di Prambanan di malam Lebaran pertama. Istri dan anak saya sepertinya sangat menikmati sendratari ini, sementara saya susah payah menahan kantuk menikmati pertunjukan selama dua jam.
Dan menariknya, usai menonton, istri saya malah sebal dengan tokoh protagonisnya, Sri Rama. "Dia ketika sudah membebaskan Sinta kok malah meragukan kesuciannya dengan memintanya dibakar," kata dia.
Saya pun setuju. "Malah lebih gentle Rahwana ya. Dia minta baik-baik agar Sinta mau menikah dengannya. Sintanya saja tak mau," kata saya terkekeh.
Tak usah kaget dengan versi kita ini. Di Sri Lanka, protagonis dalam kisah ini juga bukan Sri Rama melainkan Rahwana. Jika di sini Rama adalah protagonis, itu tanda yang membawa kisah ini ke tanah air adalah para keturunan Rama itu sendiri.
Dalam kosmologi Hindu, dunia adalah kesatuan laki-laki dan perempuan atau lingga-yoni. Konsep ini diabadikan dalan relief-relief dan bangunan. Sebelum menonton sendratari, kami menyaksikan konsep ini diabadikan di Candi Ijo yang terletak beberapa kilometer di selatan Candi Prambanan.
Di candi utama yang berdiri paling atas, di dalamnya terdapat bangunan batu yang menggambarkan lingga dan yoni. Kesatuan lambang alat kelamin laki-laki dan perempuan ini yang menopang dunia. Konsep ini juga pernah kami saksikan di Candi Sukuh, sehingga ketika dulu berkunjung ke sana, ada teman yang celetuk, apakah saya dan istri ingin punya anak lagi karena mitos yang berkembang adalah candi-candi ini melambangkan kesuburan.
Dan bukankah ini tema yang pas untuk petualangan hari pertama Lebaran ini? Suami, istri, dan anaknya. Keluarga.
(Bersambung)
#Mudik2019 #PemudikGadungan #Yogya #Semarang
***
Tulisan sebelumnya: Pemudik Gadungan [6] Besuk Seorang Kawan Demonstran di LP Wirogunan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews