Musim durian tiba. Yang menyengat tidak hanya aroma. Tapi juga suasana.
Durian kulitnya tajam. Demikian juga lidah manusia. Khususnya di musim hati didudukkan di kursi. Ketika yang dibicarakan hanya kulit-kulitnya. Tapi menusuk sampai dagingnya. Hanya permukaannya. Tapi membekas sampai sanubarinya.
Ketika jarak pandang sangat dekat. Suluk masa depan terselimut kabut.
Inilah musim yang membuat orang seperti Kyai Yusuf tidak mendapat angin. Ketika filsafat tidak dapat tempat. Ketika sufi dianggap sepi.
Siapa yang masih laku untuk bicara esensi. Ketika retorika lebih mengungguli.
Di mana lagi kita bisa bertanya: mengapa posisi Tuhan lebih dekat dari tubuh diri manusia. Bahkan dari urat lehernya.
Di mana sebenarnya Tuhan. Terutama ketika Raja Arab membuka pintu ”bait Allah”. Dan mendapatkan di dalamnya ruang yang kosong.
Di manakah gerangan qalbu. Di saat semua orang hanya bersilat lidah.
Perlukah masa lalu diingat-ingat. Dan masa depan dipercepat. Kalau tidak ada yang fokus untuk jati diri masa kini.
Padahal, padahal, padahal.
Adakah agama yang tidak memperbincangkan ketinggian? Yang tidak mengajarkan cara memanjat ketinggian?
Tapi, tapi, tapi.
Mengapa hati bisa lebih tinggi dari pagoda di atas tebing. Dari menara masjid yang menuding langit. Dari lonceng gereja di puncak menara.
Di manakah lagi panggung diskusi tentang pencucian hati. Ketika semua trotoar dipenuhi slogan kedudukan.
Siapakah lagi yang masih mengajarkan tata-cara membersihkan hati. Ketika semua debu dilumurkan ke qalbu. Dan hati yang berdebu dianggap sama sexy-nya dengan kelepon berbalut kelapa parut.
Di manakah ruang diskusi jalan menemukan Tuhan. Ketika semua jalan kebanjiran uang untuk mencari kursi.
Sungai sudah kehilangan kedungnya yang dalam. Yang tersisa hanyalah dasarnya yang kian dangkal.
Tidak ada lagi semedi.
Tidak ada mawas diri.
Tidak ada tempat untuk para sufi.
Inilah musim hati kemrungsung.
Dada membusung.
Perut melembung.
Tenggorokan melengkung.
Ludah menjadi gelembung-gelembung. Penuh racun.
Ke mana Toto Asmara. Setelah lama meninggal dunia.
Zikir sudah minggir.
Pun, pun, pun.
Bersyahabat sudah dianggap sama dengan mengucapkan syahadat.
Bait Allah disamakan dengan bangunan berkubah.
Tidak ada lagi diskusi puisi.
Ketika puisi juga dicabut dari esensi.
Ketika semua dahan dipaku untuk slogan.
Inilah sungai dangkal.
Dengan dewa sekelas Narada.
Dengan urea sosial media.
Esensi dijauhi.
Rating dikejar.
Hati diperdagangkan.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews