Suka Duka Seorang Penulis Biografi

Sepertinya nasib Sa'doon J.al-Zubaydi lebih beruntung dari presidennya yang dihukum gantung.

Jumat, 26 Februari 2021 | 09:04 WIB
0
361
Suka Duka Seorang Penulis Biografi
Presiden Irak Saddam Hussein

Menulis biografi seseorang pasti ada suka dukanya. Sukanya jika sebagai penulis kita dipercaya menulis sejarah hidupnya. Dukanya, ketika tokoh yang kita tulis mengalami masa-masa menyedihkan, seperti Presiden Irak Saddam Hussein.

Itulah yang terjadi pada diri saya sebagai Penulis Biografi. Saya mendengar Duta Besar Irak untuk Indonesia di Jakarta, Dr. Sa'doon al-Zubaydi diasingkan ke Suriah setelah Presiden Irak Saddam Hussein digantung. Hingga hari ini tidak tahu kabar beritanya, apakah ia yang sempat menyelesaikan tugasnya di Jakarta itu, kemudian pulang ke Irak dan kemudian diasingkan ke Suriah, juga sudah tiada?

Postur tubuhnya sedikit agak tinggi, tetapi kurus, itulah Dr. Sa'doon al-Zubaydi. Tetapi jika mencari namanya dengan ejaan lengkap di atas, di wikipedia, maka tidak mungkin menemukannya, karena namanya tertulis: Sadoun al-Zubaydi tanpa menyebutkan gelar akademiknya sebagai seorang doktor. Namun demikian disebutkan ia adalah seorang mantan profesor sastra Inggris berpendidikan Inggris di Universitas Baghdad, Irak.

Banyak yang tidak mengetahui nasib orang kepercayaan Presiden Irak Saddam Hussein itu setelah Amerika Serikat (AS) menyerang dan menduduki Irak  pada tahun 2003, tepatnya pada tanggal 20 Maret 2003.

Di dalam buku George Walker Bush yang berjudul: Decision Point, menyebutkan bahwa sebelum serangan ke Irak itu, Presiden Irak Saddam Hussein telah diperingatkan agar mau mengundurkan diri dari jabatannya.

Koalisi internasional pun mendesak Saddam agar menghentikan program senjata pemusnah massal. Sebaliknya Saddam Hussein tidak menghiraukannya, sehingga terjadilah serangan AS dan sekutunya ke Irak. 

Saddam Hussein akhirnya ditangkap dan diadili, kemudian dijatuhi hukuman gantung pada hari Sabtu, 30 Desember 2006, menjelang pukul 6.00 waktu setempat.

Dr. Sa'doon J. al-Zubaydi yang pernah menjadi Duta Besar Irak untuk Indonesia dari tahun 1995-2001 sudah kembali ke Baghdad sebelum Presiden Irak Saddam Hussein digantung. Sebelum Saddam Hussein digantung, Sa'doon J. al-Zubaydi muncul di Irak dari ketidakjelasan yang dipaksakan sendiri pada tahun 2005 untuk memberi nasehat kepada kelompok Muslim Sunni atas draf Konstitusi Irak. Dia juga disebut-sebut menjadi sasaran target khusus oleh sejumlah milisi yang berafiliasi ke kelompok al-Qaeda.  Di bulan Maret 2008, ia hidup diasingkan di Suriah. 

Sepertinya nasib Sa'doon J.al-Zubaydi lebih beruntung dari presidennya yang dihukum gantung. Bagaimana pun kedua-duanya terasing dari sejarah Irak. Itu pun tergantung dari sejauh mana kecintaan rakyat Irak kepada mereka. Jika ini yang terjadi, meski mereka telah tiada, namanya akan muncul di hati masyarakat Irak.

Baca Juga: Akhir Hidup yang Tragis Moammar Khadafi dan Saddam Hussein

Saya ketika Duta Besar Irak  untuk Indonesia Dr. Sa'doon J. al-Zubaydi menjabat dari tahun 1995-2001 sering berkomunikasi dengan beliau dalam rangka menulis buku: "Saddam Hussein Menghalau Tantangan."

Pada tanggal 24 Juni 1998, saya menerima surat pemberitahuan dari Kedutaan Besar Irak di Jakarta, yaitu dari Duta Besar Dr. Sa'doon J. l-Zubaydi, bahwa ada Surat Penghargaan dari Kantor Sekretaris Pers Presiden Republik Irak yang menyatakan penghargaan mengenai buku yang saya tulis: Saddam Hussein: Menghalau Tantangan, (Jakarta: PT.Penerbit Swadaya, 1998).

Buku ini saya kerjakan setelah saya di Jakarta, setelah dari Irak di bulan Desember 1992 bekerja sama dengan Kedutaan Besar Irak di Indonesia (Jakarta).

Saya kemudian membaca hati-hati kalimat dalam bahasa Inggris:  I am writing to inform you that His Excellency, Mr.Saddam Hussein, the President of the Republic of Iraq, has received with gratitude and pleasure your book, entitled Saddam Hussein: Menghalau Tantangan.

Ketika saya ke Irak untuk pertama kali, Desember 1992 (kedua kalinya di bulan September 2014), meskipun tidak bertemu dengan Presiden Irak Saddam Hussein, karena dalam situasi masih perang, buku yang saya tulis telah dibaca Presiden Irak Saddam Hussein.

Penghargaan berupa hadiah, saya terima di Kedutaan Besar Irak di Jakarta. Harian Kompas Sabtu, 15 Agustus 1998 ikut memberitakan peristiwa tersebut. Inilah kepuasan seorang penulis Biografi.

***