Belajarlah dari (dan ke) Jerman

Saya bersyukur, salah satu keputusan terbaik dalam hidup saya adalah mengirimkan anak-anak saya tidak sekedar belajar di negara ini, tapi mencecap hangatnya pergaulan antar bangsa.

Senin, 18 Mei 2020 | 21:45 WIB
0
278
Belajarlah dari (dan ke) Jerman
Bundesliga bergulir kembali (Foto: detik.com)

Kalau saya dianggap Germany-Mania, dengan rela saya bisa terima. Nyaris semua mimpi baik saya memang ada di sana. Salah-satu alasan terbaik dari negara ini adalah mau belajar dari masa lalu, di hari ini maupun terutama untuk masa depan. Belajar bahwa masa lalu yang kelam itu juga bisa diubah dan tak perlu diulangi lagi. Belajar bahwa kekalahan itu juga bisa dibangkitkan.

Dua kali kalah dalam dua kali perang dunia sudah lebih dari cukup. Untuk mau belajar dan memahami bahwa "perang itu bukan solusi" untuk apa pun. Barangkali teori deteren yang terkenal dalam masa Perang Dingin lahirnya di sini. Di mana membangun kekuatan itu lebih untuk melakukan pencegahan daripada penyerangan.

Tidak heran ketika perang dingin berakhir, ketika banyak negara terpecah belah. Jerman menjadi satu-satunya negara yang justru bisa mempersatukan dirinya kembali. Tidak ada lagi Barat dan Timur, hanya satu Jerman!

Cerita paling dekat yang baru lalu. Ketika terjadi Geger di Suriah, di mana negara ini dicabik-cabik oleh perang absurd yang diciptaan oleh sekutunya sendiri yaitu kolaborasi absurd Israel, AS, dan Arab Saudi, melalui gangster multinasional yang biadab bernama ISIS.

Ketika semua negara menutup pintu perbatasannya untuk pengungsi dari Suriah, Jerman menjadi satu-satunya negara yang membuka pintu. Bahkan menyediakan fasilitas penampungan dan berdsedia menghidupi para pengungsi.

Bahwa kemudian para pengungsi itu justru membawa masalah, karena watak manja dan kolokan mereka. Sehingga mengundang protes dari penduduk lokal. Yang merasa terganggu karena sikap urakan, dan tidak tahu terimakasih mereka.

Pemerintah bisa menyelesaikan tanpa ribut-ribut dan polemik berkepanjangan. Barangkali alasan inilah, yang membuat Militer Jerman juga bersedia ikut turun langsung memerangi ISIS, agar para pengungsi segera dapat kembali ke negaranya.

Secara sosial-ekonomi Jerman adalah negara paling tangguh di Eropa. Ketika Inggris, secara pengecut meninggalkan UNI Eropa dan mata uang Euro. Jerman menjadi satu-satunya patron bagi banyak negara Eropa lain yang tergabung. Realitasnya banyak negara yang dalam posisi nyaris bangkrut seperti Portugis dan Yunani. Belum lagi negara pecahan eks Eropa Timur yang tergabung, yang justru jadi benalu karena masih lemahnya sistem pasarnya. Lambat bertransformasi dari sistem tertutup menjadi lebih terbuka.

Jangan lupa, Jerman adalah satu-satunya negara di Eropa yang mandiri secara pertanian dan industri. Sistem yang dikembangkan adalah perpaduan sosialisme dan kapitalisme. Kapitalisme memungkinkan lahirnya terus inovasi dan pertumbuhan, sedang sosialisme melindungi rakyatnya untuk memperoleh fasilitas kesehatan, pendidikan terbaik. Mereka terbuka bahkan terhadap warga dari seluruh penjuru dunia untuk belajar dengan nyaris tak berbayar.

Mereka menekankan sistem asuransi yang adil dan berimbang untuk menjamin seluruh fasilitas sosial terjangkau untuk semua warga, negara maupun pendatang. Jauh lebih mahal bila dibanding sistem asuransi yang diterapkan pemerintah di sini. Menurut hitungan saya nyaris 50 kali lipat untuk tarif termurah. Menunjukkan betapa lebaynya masyarakat Indonesia yang suka berteriak menyalahkan pemerintah, tentang naiknya tarif BPJS. Tapi tak bisa mengerem gaya hidup hedonis dan pantang berhemat itu.

Dalam Pandemic Covid-19 ini, terbukt untuk ke sekian kalinya, Jerman adalah negara paling sigap dan efektif menghadapnya. Tanpa mencoba ribut dan resek mencari kambing hitam. Mereka dengan cepat mengatasinya. Lebih pada pendekatan ilmiah dan akademik, daripada politik dan media. Dan semua warga patuh, untuk selama beberapa waktu stay at home, menggunakan masker, dan berbagai protokol lainnya.

Apakah tidak ada korban? Banyak, tapi tak ada gejolak dan keributan yang tak perlu. Mereka bersikap terbuka, terhadap banyak isu dunia.

Ketika sebuah negara di Afrika: Madagaskar, presiden berkampanye secara global. Menyebutkan bahwa Artemisia yang selama ini dikenal sebagai obat malaria dianggap efektif untuk mengobati Corona Jerman menjadi satu-satunya negara yang bersedia mengujinya secara klinis, walau belum apa-apa sudah ditentang oleh WHO. Jerman berdalih dengan puitik, kalau pun tidak bisa langsung menyembuhkan, setidaknya ada kemajuan dalam ilmu pengethuan!

Begitulah Jerman, selalu terdepan sekaligus berpikiran baik! Dan terutama selalu siap membantu siapa saja....

Dan minggu ini, ketika negara lain telah menghentikan secara resmi liga-liga sepakbolanya. Belanda tanpa juara dan Perancis dengan juara tanpa mahkota. Sementara negara lain, masih mendiskusikannya dengan ribet terutama dua negara dengan tradisi panjang seperti Inggris dan Italia. Bundesliga sudah memulai lagi kompetisnya lagi. Dengan atau tanpa penonton itu tak terlalu penting.

Apa arti pentingnya? Bisnis, mungkin iya. Jangan lupa sepakbola sudah bersifat industi dalam bentuk lain. Sportivitas, jelas itu. Masak iya, juara hanya ditentukan melalui simulasi perhitungan yang aneh. Atau juara berdasar jumlah nilai sementara paling tinggi.

Tapi yang jelas adalah adanya kesadaran bahwa sepakbola mendatangkan kegembiraan bagi banyak orang. Kesadaran bahwa kegembiraan mampu mendatangkan vibrasi positif: optimisme, kegairahan dan banyak hal lain yang memotivasi betapa arti penting kehidupan bersama. Itulah makna dari bahwa memang perlu upaya kolektif dan solidaritas untuk menjaga dan merawat kehidupan!

Saya selalu bersyukur, salah satu keputusan terbaik dalam hidup saya adalah mengirimkan anak-anak saya tidak sekedar belajar di negara ini. Tapi terutama mencecap hangatnya pergaulan antar bangsa sekaligus kemampuan bertahan hidup dan berkompetisi dengan bekerja dari hari ke hari!

Jangan lelah belajar, berkreasi, dan bekerja anakku Ayodya Bhagaskara Setiono dan Adhyatma Brahmantyadaru Setiono. Adik-adikmu sebentar lagi pasti menyusul.....

***