Butta Bersejarah, begitulah julukan yang diberikan kepada Kabupaten Gowa. Hal ini pula yang menjadi alasannya, di Kabupaten Gowa banyak ditemukan peninggalan masa kerajaan yang mempunyai nilai sejarah tinggi. Gowa awalnya merupakan kerajaan terbesar di Sulawesi Selatan.
Dikenal sebagai tempat bermulanya penyebaran agama Islam sebelum menyebar ke seluruh wilayah di Sulawesi Selatan. Jadi selain mempunyai nilai sejarah, maka kerajaan Gowa juga dikenal sebagai tempat yang memiliki cerita religi. Peninggalan Kerajaan Gowa masih utuh hingga saat ini.
Tak sedikit pula yang menjadi tempat wisata yang dilindungi. Yang paling menarik, masih banyak bangunan fundamental peninggalan Kerajaan Gowa yang masih terawat dan utuh hingga saat ini. Nah pada kesempatan kali ini kami akan memberikan informasi mengenai beberapa bangunan Peninggalan Bersejarah Kerajaan Gowa.
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo merupakan salah satu kerajaan di Sulawesi Selatan yang sangat dikenal oleh masyarakat. Kerajaan Islam ini juga sering disebut dengan Kerajaan Makassar. Sejarah Kerajaan Gowa Tallo diawali dari 9 kelompok masyarakat bernama Sembilan Bendera atau Bate Salapang yang memutuskan untuk menyatukan pemerintahannya.
Saat itu, komunitas-komunitas tersebut membutuhkan pemimpin dari luar komunitas yang mampu bertindak adil dan mempersatukan kesembilan kelompok tersebut. Hingga akhirnya mereka bertemu dengan Tamanurung Bainea dan diangkat menjadi raja Kerajaan Gowa.
Tonatangka Lopi memimpin sebuah kerajaan sehingga dapat dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan ini sering bentrok dan akhirnya dipertemukan kembali oleh Daeng Matanre Karaeng Tumparisi Kallona.
Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo telah mencapai masa kejayaannya yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin sehingga mendapat julukan sebagai Ayam Jantan dari Timur. Pada masa kejayaannya, ternyata Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi negara maritim.
Selain itu, Sultan Hasanuddin juga mampu memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam dengan mempelajari ilmu-ilmu Islam di Banten. Tak berhenti sampai disitu, Sultan Hasanuddin juga menolak kedatangan VOC.
Bangunan Peninggalan Bersejarah Kerajaan Gowa
Masjid Tua Katangka
Nama Masjid Kataangka Lama adalah Masjid Al-Hilal. Merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan yang dibangun pada tahun 1603 Masehi. Letaknya di Desa Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Arsitektur dasar bangunan pada masa Kerajaan Gowa tidak seperti masjid pada umumnya. Dinding masjid ini sangat tebal.
Area imam masjid sedikit lebih sempit dibandingkan masjid pada umumnya. Masjid yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV, ternyata memiliki luas tanah 610 meter persegi. Ternyata selain sebagai tempat beribadah, pada masa kerajaan Masjid Tua Katangka juga merupakan benteng terakhir Kerajaan Gowa.
Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu merupakan benteng peninggalan Kesultanan Gowa yang dibangun oleh Raja Gowa ke-9 Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna pada abad ke 16 tepatnya pada tahun 1525. Benteng ini terletak di Jalan Daeng Tata Desa Benteng Somba Opu , Kecamatan Barombong , Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Letaknya di sebelah selatan pantai Makassar. Benteng Somba Opu konon merupakan simbol perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Itu sebabnya benteng ini terletak di perbatasan dengan Kota Makassar. Di setiap sisinya dulu dilengkapi dengan meriam kaliber berat.
Tepat di tepi sungai terdapat sebuah bangunan di atas bukit bernama Maccini Sombala. Maccini dalam bahasa Makassar artinya melihat, sedangkan Sombala artinya layar. Tempat inilah dimana anda bisa melihat layar perahu yang melintas saat lawan memasuki wilayah kerajaan Gowa. Selain benteng pertahanan Gowa, Benteng Somba Opu juga dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah.
Batu Pallantikan
Letaknya di kompleks makam Raja-Raja Gowa. Dahulu Batu Pallantikan disebut Baru Tumanurung. Disebut Batu Pallantikan karena konon tempat ini pernah menjadi tempat ritual pengukuhan raja-raja Gowa. Di kompleks makam raja, salah satu Pahlawan Nasional yaitu Sultan Hasanuddin dimakamkan.
Sultan Hasanuddin merupakan Raja Gowa ke-16 yang sangat terkenal karena keberaniannya melawan penjajah Belanda yang bercokol di Sulawesi Selatan. Ia dijuluki oleh penjajah Belanda sebagai Ayam dari Timur. Dalam usia 41 tahun, pada tahun 1670, Sultan Hasanuddin wafat.
Istana Tamalate
Letaknya di Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Istana Tamalate yang saat ini berdiri kokoh bukanlah istana sesungguhnya, hanya tinggal replika saja. Namun, beberapa pecahan bangunan aslinya masih tersisa. Arsitektur bangunannya terbuat dari kayu berukuran besar. Diketahui, Istana Tamalate merupakan istana pertama Gowa sebelum kota raja dipindahkan ke Benteng Somba Opu.
Sementara itu, istana Tamalate yang asli diketahui telah menghilang, terkubur seiring berjalannya waktu. Selain karena usia bangunannya yang sudah sangat tua, kompleks ini juga telah beberapa kali direnovasi, meskipun beberapa pecahan peninggalan Kerajaan Gowa tetap terjaga dan sangat dilindungi.
Museum Balla Lompoa
Balla Lompoa artinya rumah besar. Di sebelah Istana Tamalate. Dulunya Museum Balla Lompoa masih menjadi bagian dari Istana Tamalate. Dibangun pada tahun 1936, merupakan replika Istana Tamalate yang terkubur oleh waktu. Balla Lompoa yang berdiri tegak di pusat kota Sungguminasa merupakan satu-satunya sisa kejayaan kerajaan Gowa yang masih bisa disaksikan saat ini.
Balla Lompoa merupakan salah satu rumah panggung yang dibuat dari kayu. Di bagian depan terdapat teras yang berisi berbagai pakaian adat Makassar beserta beberapa buku yang menceritakan sejarah dan budaya Makassar.
Demikian ulasan artikel tentang Yuk Kenali Beberapa Bangunan Peninggalan Bersejarah Kerajaan Gowa seperti yang dilansir agen Toto macau. Semoga bermanfaat.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews